Merencanakan Sedekah

Merencanakan Sedekah, Blogger Muslimah
Koleksi Pribadi

Sekitar empat tahun lebih saya tinggal di panti asuhan. Aneka rupa bentuk bantuan, gaya bertamu, dan bentuk apa-apa yang disumbangkan mulai saya kenali secara alami. Misalnya, jika ada mobil Sedekah Rombongan datang saat ada anak sakit, artinya mobil itu, beserta krunya akan membantu pengobatan anak di antara anak-anak panti asuhan. Bila ada mobil Nurul Hayat yang parkir di depan atau dekat dapur, itu berarti ada yang mengantarkan menu Aqiqah.


Dua tahun lalu, saya mendapati pemandangan yang berbeda. Saat itu, siang menjelang sore, ada sepeda tua parkir di depan Panti Asuhan Yatim Putri Khoirun Nisa', tempat saya tinggal. Di depan keset, ada sepasang sendal usang, warna putih yang mulai pudar. Pelatnya yang berwarna biru membaur dengan bercak-bercak putih akibat sudah lama dipakai.

Dalam pikiran saya hanya ada satu alternatif menebak siapa orang yang memakai sepeda, pun sepasang sendal itu. Mungkin satu di antara orangtua anak panti yang masih ada. Bisa jadi karena kangen, atau ada berita keluarga.

Tebakan saya terbantahkan usai salat Maghrib. Waktu itu, seolah suami ada chemistry untuk ngobrol satu topik (ya ampun bahasa saya) dengan saya. Dia menceritakan sesuatu yang menjadi bantahan tebakan saya.

"Ada bapak-bapak penjual lotek ke sini, Dik," ceritanya sambil mengunyah snack dan mengusap-usap kepala plontos anak kami. 

"Ya?"

Dalam hati agak menebak lagi nih, kalau si bapak nyumbang lotek. Seger juga puasa-puasa ada lotek usai buka. Kebayang aneka sayuran berbumbu kacang dengan pedas yang pas. Netes deh air liur. 

"Dia sudah biasa menyumbang ke sini. Setiap tahun 700 ribu."

Apa? Sakti juga nih bapak.

"Bos lotek dong?"

"Bukan, kalau tiap kali menyumbang, beliau bilang bahwa ini adalah sedekah, sebab beliau belum berkewajiban zakat."

Sampai di situ saya tidak ingin melanjutkan makan apa yang sedang ada di hadapan kami. Ada tusukan-tusukan kecil di dalam dada yang mengoyak netra. Andai tidak menguasai diri, saya akan meraung-raung saat itu juga.

"Jadi tuh bapak setiap bulan ngumpulin 50 ribu. Pas puasa digenapin hingga 700 ribu dan disumbangkan ke sini," cerita suami menambah haru.

Subhanallah. Seorang pedagang lotek biasa yang sehari-harinya berpenghasilan kurang dari 100 ribu, begitu mulia merencanakan sedekah tahunan. Luar biasa (saya ngetik ini sambil nangis pemirsa). Sedangkan saya? Selama ini masih saja merasa kurang dengan uang bulanan, berbagi tanpa rencana, dan ... Astagfirullah ... betapa malu saya sama si bapak.

Ramadhan tahun ini, saya masih mendapati si bapak menyedekahkan nominal yang sama. Semoga menjadi amal yang berpahala, ya, Pak ...

Nyata-nyata bahwa sedekah juga diperintahkan oleh-Nya, namun kadang saya fokus ke tujuan yang belum tercapai, hingga apa yang dilakukan si bapak mengingatkan saya.

Firman Allah Ta'ala : 

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk ,lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Baqarah:267)


Comments

  1. Jangan takut miskin hanya karena dengan sedekah ya mbak..
    dengan sedekah kita diibaratkan menabung dan hasilnya nanti kita di akherat :-)
    Semoga kita termasuk calon penghuni Surga ya mbak.. Amiiinn..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin ... yang kita berikan, itulah sejatinya apa yang kita punya.

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara