Pergi Tanpa Meninggalkan Hutang

Koleksi Pribadi

Sobat Kayla Mubara ...
Sebenarnya saya nih lagi ngedit esai tentang kartu kredit. Belum kelar, tinggal sedikit sih. Nah, kan identik ya, sama hutang? Eh, sekarang jadwal postingan kisah inspiratif, kok saya teringat seorang yang begitu membekas. Bahkan, saat saya teringat hutang ada yang belum dilunasi, pikiran teringat beliau. Eit, kok pada senyum? Ketahuan nih sama-sama punya hutang :) Beliau meninggalkan dunia tanpa hutang. Ya udah, saya nulis blog dulu, esainya entar lagi. Mumpung ingat. Semoga pak guru esainya tetap sabar. Aamiin pakai toa biar kencang.



Panggil saja namanya Pak Ragil.

Setiap kali istrinya hendak berbelanja ke warung, beliau selalu berpesan, "Jangan hutang ya, Mak?"

Permintaan sang suami dijawab dengan anggukan. Bagi mereka makan sederhana lebih baik, daripada enak tapi hasil hutang di warung.

Di desa tempat tinggal Pak Ragil, orang-orang sudah terbiasa bon alias ngutang. Ada yang mebayarnya dengan cara setor gula merah. Karena banyak juga di sana yang berpencaharian sebagai tukang nderes (mengambil air nira untuk dijadikan gula merah).

Jumlah hutang mereka sampai ada yang nominalnya lebih dari satu juta. Ternyata hasil menumpuk hutang harian yang jumlahnya tidak banyak bisa membengkak. Sudah bisa diperkirakan, hasil gula merah bakal seumur hidup menjadi jaminan. Jual 10 kilo, yang lima kilo untuk menyicil hutang, lima kilo lagi untuk beli beras. 

Kebiasaan ini juga memicu keributan. Terutama antara pemilik warung dengan orang yang hutang. Lalu, bagaimana sebenarnya yang terjadi di rumah Pak Ragil ketika hutang menjadi kebiasaan di luar rumahnya?

Kadang
Pagi-pagi sekali istri Pak Ragil cukup menggoreng tempe tanpa tepung. Ini kalau sedang ada uang longgar. Jika agak mepet, maka tempenya ditepungin sehingga bisa jadi lebih banyak, dan bisa untuk sarapan satu keluarga (suami, istri, dan empat orang anak).

Pak Ragil sering memberi nasihat kepada anak-anaknya, "Lebih baik pakai baju jelek, tapi pegang uang, daripada bajumu bagus, tapi enggak punya uang, ditambah punya hutang."

Beliau juga pernah menjadi komite sekolah negeri. Pada waktu itu ada hutang 25 juta atas namanya untuk pembangunan masjid sekolah. Sebenarnya nama karena kebetulan ketua komite, maka beliau bertanggungjawab penuh untuk menindaklanjuti pembangunan hingga selesai.


Siang dan malam, Pak Ragil terus memikirkan hutang itu. Padahal, hutang kan bakal dilunasi begitu dana dari pemerintah turun. Dan itu sama sekali bukan hutang pribadi. Subhanallah.

"Bapak takut kalau meninggal masih punya tanggungan hutang," ucap beliau pada putri sulungnya yang kebetulan bekerja di sekolah tersebut.

"Kabarnya setengah bulan lagi dana turun, Pak."

Wajah Pak Ragil langsung ceria. Beliau memberi pesan, "Beritahu segera kalau dana sudah turun."

Hingga dana turun, dan Pak Ragil sudah tidak menempel namanya sebagai pihak yang berhutang. Masjid sekolah sudah berdiri. Pak Ragil pergi menghadap Illahi satu tahun setelah peristiwa itu. Anak dan istrinya menemukan uang untuk menggarap sawah di dompet beserta rinciannya. Setelah diklarifikasi sebelum pemakaman, beliau tidak meninggalkan hutang sebagai beban ahli warisnya. Bahkan, tanahnya masih bisa dibagi-bagi dengan jumlah yang tidak sedikit. 

"Bapak itu orang sederhana. Beliau rela makan seadanya, tapi masih ada harta yang diwariskan pada kita."

Semua mengiyakan ucapan anak kedua Pak Ragil.

Kenapa saya tahu persis tentang Pak Ragil?
Karena saya putri sulungnya

Comments

  1. kisah pribadi ya mbak...ispiratif sekali...

    ReplyDelete
  2. jarang sekali yang seperti pak Ragil ini ya mbak...
    hutang memang terimanya enak tapi bayarnya berat sekali...
    salam buat keluarga pak Ragil ya mbak... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sangat jarang. Mudah-mudahan pesannya menjadi amal baik. Aamiin.

      Delete
  3. Adem deh saya bacanya setelah beberapa hari muak dg status ttg sukses yg selalu dihubungkan dg duit & pundi2 uang. Padahal tidak punya hutang adalah sukses tertinggi. Al Fatihah untuk ayahnda.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tulisan ini juga dalam rangka mengademkan diri sendiri, Mbak Lusi T. :)

      Terima kasih untuk do'anya.

      Delete
  4. Subhanallah...pasti bahagia skali memiliki sosok bapak seperti itu mba Kayla.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara