Ucapan yang Menjadi Kenyataan


Sekitar Bulan Mei lalu, saya mengikutkan cerpen ke Festival Sastra yang diadakan Universitas Gajah Mada. Awalnya saya memiliki banyak artikel tentang apa yang akan saya tulis. Namanya Cowongan.

Dulu, sepuluh tahun silam, saya pernah mendapat cerita dari kakak seorang teman bahwa dia dinikahkan kedua orangtuanya dengan media Cowongan. Saya tertarik, karena belum pernah mendengar istilah itu, jadilah saya mengeklik ke sana-sini mencari informasi. Dan ternyata ada versi lain tentang Cowongan. 


Jika kakak teman saya bilang, "Cowongan itu diberi mantra, dia akan bergerak, dan orang yang dimaksud akan tertarik pada pemilik Cowongan." Sedangkan dalam artikel, Cowongan merupakan ritual pemanggil Hujan di tepian Sungai, penduduk Plana, Somagede, Banyumas masih ada yang mempraktikannya.

Saya pun menulis berdasar info yang kedua. Saat itu saya nulis dengan luar biasa santai, lima halaman lebih dengan waktu lima hari. Males banget, kan? Setelah itu naskah mengendap lama. Sampai saya minta tolong suami untuk membacanya. "Yaudah kirim aja." Dalam hati saya bertanya, ini males respon and komentar apa, ya ... kok langsung suruh kirim?

Paginya saya kirimkan cerpen itu. Waktu itu saya juga sudah menandai akan ikut mendaftar sebagai Penulis Cerita Rakyat, event yang diadakan Kemendikbud. Di sana ada kolo prestasi. Saya sedih, belum ada prestasi yang lumayan untuk diisikan. Maka saya tulis "Juara 3 Festival Sastra 2015. Semoga"

Dan berikut surat yang saya kirim di badan email ke panitia :

Salam.

Perkenalkan saya Khulatul Mubarokah. Seorang Ibu Rumah Tangga yang belajar menulis cerpen dua tahun terakhir.

Berikut naskah karya cipta cerpen saya berjudul Hujan di Cowongan. Cerita berlatar desa kecil di kabupaten Banyumas yang masih melakukan ritual Cowongan ketika memanggil hujan. Saya ambil tema Cinta antara Kang Parlan dan Sulasih--istrinya. Mereka adalah pasangan yang tidak memiliki anak. Ternyata ada anak tetangga yang begitu mirip dengan Kang Parlan. Hal tersebut membuat Sulasih mengamuk dan berpura-pura kesurupan bertepatan dengan diadakannya ritual Cowongan. 

Saya lampirkan 3 file : Cerpen, Foto KTP, dan Foto Bukti Pembayaran (mohon maaf scanner rusak, jadi memakai foto yang saya copas ke word)

Mudah-mudahan sesuai kriteria. Terima kasih.

Salam santun.

 
Setelah mengirimkan naskah, saya lupa. Hal biasa karena saya belajar aktif ikut event. Ya, sebagai pemula, semangat memang kudu dijaga bukan?

Pengumuman datang saya menyambangi blog Festival Sastra. Eh, ada nama saya. Alhamdulillah juara 3 dengan hadiah sejumlah uang ... 

Saya jadi yakin bahwa kata-kata benar-benar do'a. Dan yang saya tulis di kolom biodata untuk Cerita Rakyat ternyata menjadi kenyataan. Alhamdulillah lagi kemarin waktu mengirimkannya sudah saya tuliskan ... tanpa kata Semoga.

Kenapa saya tidak menuliskan Juara Satu? Karena saya merasa tahu diri. Naskah masih newbie, bukan pesimis, hanya semacam introspeksi kecil bahwa akan banyak peserta lain yang lebih dahulu nyemplung ke dunia kepenulisan.

Jadi saya menuliskan sesuatu dalam hati: Tuliskan harapanmu, kejar dan gapailah ...

Cerpen itu ada di sini

Comments

  1. Ucapan adalah doa

    Mari selalu berucap kebaikan

    ReplyDelete
  2. Betul, semoga kita bisa menjaga diri dari ucapan yang tidak baik ... Aamiin.

    ReplyDelete
  3. Iya, bener, mak. Ucapan adalah doa yang cepat atau lambat akan dikabulkan. Kadang lintasan hati aja dikabulkan sama Allah.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara