Pengalaman Pertama Ikut Coaching Clinic Penulisan Buku Anak Bersama Kemenag

Informasi Seleksi


 Masyaallah ...

Apa kabar, teman-teman?

Lama banget blog ini tidak tersentuh. 

Semoga semua sehat dan masih terus menulis di mana pun medianya.

Kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman pertama ikut coaching clinic kepenulisan yang diselenggarakan oleh Bina Masyarakat Islam Kementerian Agama (Bimas Islam Kemenag). Acaranya baru selesai tanggal 21 Mei 2022 lalu. 


Pertama kali saya dapat informasi tentang seleksi peserta dari grup kepenulisan Yogyakarta, Temu Penulis Yogyakarta, atau kami biasa sebut dengan TPY. Saya berterimakasih pada Yunda Oky E. Noorsari, atau Mbak Nurul Chomaria yang sudah membagikan informasi. 

Saya cukup lama membaca tulisan yang ada di flyer, tepatnya bukan bacanya sih yang lama, tetapi mencoba memahaminya. Dalam flyer itu tidak banyak tertulis rincian jenis tulisan yang dimaksud, mana waktu menulis juga hanya sedikit, tidak mencapai satu bulan tenggat waktu kirimnya.


Saya mengingat-ingat baceman tulisan, barangkali saja ada yang satu tema, sehingga tidak perlu menulis dari awal. Sayang sekali tidak tercium aroma tulisan dengan tema yang saya cari. Ya, saya pun menulis dari awal. Hal yang saya jadikan patokan adalah hak yang akan peserta terima nanti, yaitu Coaching Clinic Penulisan Naskah/Buku Anak Islam Berbasis Perpustakaan Masjid. 

Saya memutuskan menulis cerita anak dengan setting lokasi sebuah tempat bernama Pendowoharjo, ada di Bantul. Di tempat ini ada empat tempat ibadah berdekatan, tetapi kerukunan warga tetap terjaga. 

Karena merasa hanya memiliki sedikit waktu menulis, maka saya menelisik ide sederhana yang biasa terjadi di lingkungan masjid, yaitu sendal yang hilang. Bedanya saya menambahkan warna detektif ala Trio JAP, Jagoan Anak Pendowoharjo. Serunya adalah mereka bertiga beda agama, tetapi menjadi tim detektif di sana. 

Karakter tokohnya saya ambil dari anak-anak sendiri dan teman-temannya. Saya tabrak-tabrakkan biar tidak murni setiap saat menulis tokoh dari karakter anak sendiri. Eh, tabrak-tabrakkan itu bagaimana? Ups. Maaf, misalnya anak saya yang agak teguh pendirian badannya kan gempal, maka saya buat dalam tokoh badannya lebih ideal. 

Tokoh-tokoh yang saya bangun juga enggak mau ribet (walaupun memang saat mengonsep cukup mumet) yaitu ambil tiga karakter kuat masing-masing anak yang koleris, sanguinis dan plegmatis. E, jauh banget ya cerita tentang tulisan sendiri. Kita kembali ke poin pengalaman, ya. 


Seperti lomba atau seleksi lain, saya memilih jauhi medsos pada hari pengumuman. Mencari ketenangan dengan banyak berdoa dan memohon ikhlas untuk hasilnya. Hari itu saya melakukan aktivitas biasa, tidak banyak iklan buku, tidak juga share informasi stok baru. Saya jalani aktivitas ibu rumah tangga murni, mulai dari masak, menyiapkan sarapan anak-anak, dan menyapu halaman sampai mendekati jalan yang cukup membuat banjir keringat. 

Saya membaca buku bacaan ringan, maklum saat itu baru saja selesai memeras pikiran untuk kirim naskah GLN, kemudian lebaran, dan makjret, datanglah seleksi ini. Ada teman yang memilih mendinginkan pikiran, masih mudik, atau masih ada tamu. 

Saya merasa masih butuh belajar, jadi coba saja. 


Sore hari, saat badan sangat lelah, azan Maghrib berkumandang. Saya juga sudah berwudlu. Suami dan anak-anak sudah ke musala. Saya klik HP untuk cek jam, tetapi tanpa sengaja notifikasi surat elektronik terbaca dengan sangat jelas, walaupun tayang beberapa detik di area atas layar HP saya. 

       

Surat Undangan Coaching Clinic

Masyaallah. 

Saya lolos. Ini atas izin Allah, saya dapat kesempatan belajar. Saya pun menitikkan airmata sebentar, lanjut salat. Duh, maaf bila rasanya rutinitas salat saja saya catut dalam cerita. Maklum lah ya, lama enggak ngeblog, tumpahkan saja kangennya. Hehe. 


Usai salat, seorang teman TPY mengirim pesan singkat, "Mbak. Njenengan lolos." Tahu lah, ya, yang punya kalimat sesingkat bersin tentu adalah para pria (jangan marah). Ini memang dari seorang bapak yang kemungkinan lolos juga. 

"Saya nomor satu," jelasnya. 

Saya belum buka fail yang menjabarkan nama-nama penulis dan judul tulisannya, sehingga saat beliau mengabari nomor urut pun saya belum paham. Setelah saya buka, saya baru ber-ooo, ternyata ada dua orang dari TPY yang lolos. Rezeki kami. 


Hal yang membuat hati kebat-kebit pun dimulai. Saya, tepatnya kami hanya memiliki waktu satu hari untuk bersiap berangkat ke Hotel The Luxton, Cirebon, keesokan harinya. 


Sekarang, saya ajak teman-teman untuk membayangkan jadi diri saya, supaya saya tidak merasa cuap-cuap sendiri. Baik. Sudah siap? 

Posisi saya baru vaksin 1, hari itu juga saya harus mengurus PCR, mengirim pesanan buku, membeli tiket kereta, dan mengerjakan semua pekerjaan ibu rumah tangga. Saya sengaja puasa model OCD, baru makan nanti jika beberapa urusan sudah selesai. Adapun tentang apa itu OCD, teman-teman bisa cari informasi sendiri, ya.

Malam hari, teman saya yang sama-sama lolos itu bilang, "Semoga besok bisa beres semua." 

Pagi hari, setelah semua anak sarapan, saya langsung menuju toko berinisial IM yang jual tiket kereta. Setelah beres, saya pulang dan istirahat sebentar, kemudian bawa paket dan memaketkan. Kebetulan kantor pos dekat dengan Puskesmas, saya pun menyangka di Puskesmas bisa PCR, jadi enggak perlu jauh-jauh. Dalam kondisi tidak tergesa, saya biasa dan bisa jalan kaki ke sana. Alhamdulillah hari itu saya bawa motor. Ujunganya rupanya PCR harus ke Laboratorium Kesehatan Daerah. Saya perlu naik motor beberapa menit untuk menuju ke sana.

Suasana mulai panas. Pikiran mulai bertanya, bagaimana jika sudah PCR dan mendadak positif padahal sudah beli tiket? Kata Coach saya di kelas afirmasi, pikiran seperti itu perlu diistighfari. Jangan diikuti karena pikiran akan menjadi vibrasi, dan hal yang terjadi sangat mungkin karena seringnya kita memvibrasikan itu dalam pikiran.

Baik, saya sehat. Cukup tes, pulang, istirahat dan siap-siap. Beberapa cerita saya skip. Saya langsungkan saja bahwa persiapan menata baju ke koper dan barang bawaan baru bisa selesai malam hari, sekitar pukul 22.00. 

Skip.
Skip.
Skip.
Kami berangkat memakai kereta Taksaka dengan waktu keberangkatan mendekati pukul sembilan. Karena hal ini saya pun meminta izin pada guru kedua anak kami, bahwa mereka ikut antar ke stasiun. Ya Alhamdulillah, jadi ibu yang dekat dengan anak-anak, bukan ibunya saja yang pingin dekat-dekat dengan anak, mungkin mereka juga ingin dekat pada saat saya akan bepergian. 

Kami sampai di hotel nyaris pukul 12.00. Duduk, saling sapa dengan peserta lain, dan menunggu registrasi. 

Karena orang-orang yang diundang dalam pembukaan sudah datang, semua peserta diminta langsung ke tempat acara. Tidak perlu ganti baju, bahkan koper pun cukup dikumpulkan dulu di dekat meja registrasi. 

Ini dia yang bikin saya canggung. Saya pakai kaus, sebagai kostum perjalanan, sedangkan lainnya sudah langsung pakai batik. Saya coba cari teman dengan lihat kanan-kiri, depan-belakang. Ya, kali aja ada yang pakai kaus juga, kan ada teman. Lucu, ya?

Acara pembukaan selesai juga. Isi dan lain-lainnya saya skip. Jika teman-teman mau menyimak atau bertanya, boleh ikut hadir pada pertemuan TPY bulan Juni, insyaallah tanggal 1. Informasinya bisa DM ke FP Temu Penulis. Jika memang niat banget datang silaturahmi, boleh juga DM ke saya.

Mohon maaf ini ceritanya agak panjang tanpa sub bab dan bablasan. 

Semoga cerita ini menjadikan saya pribadi pengingat untuk terus mau belajar.


Acara coaching clinic selama empat hari

Kami yang mendapat kesempatan belajar bersama panitia, dll.




Comments