Ya Allah, Izinkan Aku (Me) Langsing (1)


Tidaaak!




75 kilogram?
Ini pasti tidak benar, masa aku seberat hamil usia sembilan bulan? Itu pun anak yang kedua. Anak pertama hanya 65 kilo gram. Perlahan, kuatur napas. Melihat kembali jarum timbangan yang masih nyata ada di angka sama.

Aku turun, melihat gamis, kaus kaki, celana leging, kerudung besar. Ah. Mungkin ini yang membuat jadi berat. Tapi, tidak mungkin juga bila semua mencapai lima kilogram. Huh! Kalau iya sih, berarti berat badan ini 70 kilo gram.
Kaki kanan kembali naik ke atas timbangan. Timbangan baru, agak tidak masuk akal bila rusak. Kaki kiri kuangkat dan keduanya sudah berjejer. Et dah. Kenapa sekarang jadi 76 kilo gram? Oh. Mungkin benar. Ini rusak. Oh, tidak. Ini tidak mungkin.

“Kakak, coba naik ke timbangan,” perintahku pada anak sulung.

Dia naik. Dan cocok, karena aku tahu berapa beratnya. Otomatis, timbangan ini masih baik, bagus, tidak rusak. Berat badanku lah yang rus ... eh, tidak, tidak, tidaaak!

Hari itu, aku sudah 11 hari menjalani DEBM. Untuk yang belum tahu, DEBM merupakan akronim dari Diet Enak Bahagia dan Menyenangkan. Aturan dasarnya adalah diet rendah karbo, dan tinggi protein hewani, plus lemak. Diet ini memiliki sederetan makanan yang dianjurkan dikonsumsi pagi, siang, atau malam. Dan, biasanya, pada awal diet, berat badan turun secara drastis.

Lalu, aku?
Mungkin aku salah, tidak timbang badan saat memulai, jadi sangat empot-empotan nih jantung pas tahu berat ada di angka itu. Rasanya dalam dada ada yang luruh, setelah sebelumnya mengukuh. Jatuh, patah, dan membuat pemiliknya lemas.

“Diet apa saja sebenarnya pasti sukses.”
Aku teringat nasihat Mbak D. Untuk keamanan dan kenyamanan, maka demikian saja kusebut namanya. Aku jadi galau, apakah aku sukses, atau belum. Entahlah. Aku mendadak ingin memboikot diet ini. GAGAL. Itu yang angin kutancapkan dalam hati. Aku harus mencari metode lain, agar bisa menormalkan berat badan ini.

Aku pun berhenti. Itu terjadi bulan Februari, hingga pada tanggal 8 April 2019, aku masih menikmati pola makan dan hidup asal jalan. Apa yang ada, selalu masuk, kumakan. Tidak peduli, berapa banyak kalori, karbohidrat, yang menyapa mulut, tenggorokan, lambung setiap hari.

“Aku sih pinginnya tetap happy, enjoy, menikmati walau badan sebesar apapun.”
Kalimat ini dari seorang kawan, tak perlu kusebut inisialnya, karena belum izin. Kalimat yang kuadopsi secara brutal. Daripada diet dan masih sebanyak itu, happy jauh lebih baik. Sayangnya, aku hanya mengayem-ayemi diri untuk menutupi teriakan hati yang beda. AKU MASIH INGIN LANGSING, TAPI AKU MASIH SUKA MAKAN. Itu lah kenyataannya.

Kadang, aku masih berdiri di depan cermin yang ada di pintu lemari. Melihat sebentuk postur yang sudah tidak jelas mana lekukan, dan mana otot. Alih-alih merasa happy, aku malah jadi kurang percaya diri. Banyak kalimat motivasi kujajar, susun dengan sedemikian rupa, dalam hati, namun, sisi hati lain selalu teriak, tidaaak! Ini tidak boleh kubiarkan.

Allah, izinkan aku (me) langsing.
Bagaimana caranya?
Bersambung ...



Comments

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara