Kenapa Tulisan Tidak Bagus Bisa Terbit?

Sumber gambar, klik

Saya pernah menerima keluhan, ada buku dengan tulisan tidak bagus, tapi bisa terbit. Ada yang mengatakan tulisan penulis punya nama, tapi biasa-biasa saja. Dan ada buku yang isinya bagusnya sedikit, sisanya tidak bagus, kok bisa terbit?

Kenapa tulisan tidak bagus bisa terbit?

Baik.

Saya akan menanggapi untuk ungkapan 'tidak bagus' ini dulu. Bagus atau tidaknya sebuah tulisan, itu selera. Standar satu orang dan orang lain pun berbeda. Apalagi standar penerbit. Jika kita mau berempati, dari tulisan yang berantakan sekali pun, tetap ada pelajaran di dalamnya. Misal, ia mengajari kita untuk lebih hati-hati dalam menulis, atau perhatian dengan hal-hal yang sebelumnya dianggap sepele.

Apa yang dikatakan tidak bagus oleh Meri, belum tentu dikatakan demikian oleh Vero. Sama seperti halnya baju, tidak semua orang menyukai satu model termodis bulan ini, karena dia memiliki sudut pandang yang berbeda. Bisa saja seorang membeli baju karena nyaman, dan mudah menyerap keringat, atau memilih modis, meski kurang nyaman saat digunakan. Tulisan juga akan diterima dengan banyak penilaian, karena kepala yang memikirkan isinya juga berbeda-beda. 

Lalu, kenapa yang dianggap tidak bagus itu tetap terbit? Mana penerbit mayor lagi!

Berikut sedikit gambaran yang saya dapati dari pengalaman menulis yang belum seberapa. 

1. Tulisan sesuai dengan visi dan misi penerbit.

Anggap saja bila kamu adalah penulis novel sejarah yang menjalani riset bertahun-tahun, kemudian mengirimkannya pada penerbit buku islami saja. Maka otomatis naskahmu yang bagus banget menurutmu itu tidak akan diterima. 

2. Jaringan.

Penulis yang isi bukunya dikatakan tidak bagus, bisa jadi memiliki jaringan ke penerbit lebih oke, daripada yang tidak. Bagaimana maksudnya? Bisa saja, ia ikut komunitas, dan komunitas tersebut memiliki akses baik ke penerbit. Nah, saat ada tawaran proyek naskah baru, bisa saja yang mendapat kesempatan menulis dan menerbitkan buku adalah ia tadi. Bukan yang hanya bingung, menunggu, dan komen-komen saja di postingan medsos dalam kebingungannya. 

Penulis yang tulisannya biasa, bahkan dianggap tidak bagus, bisa jadi bukunya laris, ini bisa kita pelajari. Mungkin ia seorang publik figur, atau lainnya yang memiliki banyak jaringan. Jadi, saat baru mulai menulis saja, sudah ada yang pesan bukunya. Tak peduli apakah tulisan itu menurut orang tertentu baik, atau sebaliknya.

Penerbit juga bisa jadi bela-belain nerbitin karyanya. Karena, masih pre order saja bisa best seller. Tapi, biasanya untuk penerbit mayor, tetap ada upaya maksimal agar buku itu layak beli, layak jual, layak baca.

Oya. Jika pada saat kita menulis, terus dibayangi ketakutan bahwa tulisan kita tidak bagus, ini berbahaya. Sama bahayanya saat kita menganggap tulisan kita sangat bagus. Terus, bagaimana? Mari normalkan ketakutan menjadi sarana belajar. Wajar jika di awal-awal menulis belum rapi, tapi seiring kebiasaan dan mau belajar, in sya Alloh akan mengalami peningkatan. 

3. Inti dari tulisan itu bagus.

 Katakan teknik penyajian kurang oke. Beberapa kalimat kurang efektif. Tapi inti dari cerita itu yang dipegang. Biasanya, ini jenis tulisan non fiksi. Kita bisa saja protes dengan opini idealisme sendiri, bahwa tulisan tersebut tidak layak, tapi, kita hanya buang-buang energi saja. Kenapa tidak mulai dari diri sendiri untuk menulis dan memperbaiki tulisan?

4. Bisa jadi, ia lebih gigih daripada kita, dan doanya lebih makbul.

Pernah dengar ungkapan, "Tidak ada hasil yangmenghianati usaha?" Nah, di sini kadang, kita kurang menyadari bahwa apa-apa yang terjadi, bisa jadi karena satu kegigihan. Baik kegigihan doa atau usaha. Lah ia sudah ulet dan tekun, kemudian kirim ke penerbit, kamu masih nyinyir saja. Kapan mau terbitnya? 

Poin empat ini, kita tidak bisa melawannya. Sehebat apapun tulisan kita, jika Yang di Atas masih belum mengizinkannya terbit, kita mau apa, selain berusaha lagi, dan lagi? Hehe.

Terus, saya ada sedikit saran nih, kepada yang masih merasa bingung, kenapa tulisan tidak bagus bisa terbit, kenapa penulis terkenal tulisannya kok kurang bagus, mendingan kirim tulisan ke penerbit. Siapa tahu terbit. Kan Alhamdulillah. 

5. Kita yang kurang obyektif dengan tulisan sendiri.

Wah, yang ini saya mohon maaf dulu. Kalau-kalau yang bakal saya tulis ada yang menyinggung perasaan terdalam. Bisa jadi, kita menganggap tulisan kita baguuus banget, tapi tidak terbit-terbit, sedangkan tulisan teman biasa-biasa saja, malah terbit. Ini agak berhubungan dengan poin 3 dari tulisan saya ini.

Tulisan biasa, yang dikemas dengan baik, maka akan nyaman dibaca pembaca. Sedangkan ide brilian, yang sangat berantakan dituliskannya, akan membuat pembaca gemas. Biasanya ini untuk tulisan fiksi. 

Itu sedikit jawaban dari pertanyaa, "Kenapa tulisan tidak bagus bisa terbit?" Semoga membuat kita jadi lebih bersemangat, dan sabar untuk terus belajar. Kalau ada yang kurang berkenan, mohon maaf. Tulisan ini masih bisa ditambahi, dikomentari, dan dikritik tentu saja. 

Comments

  1. Bagus, thanks mbak ulasannya. Inspiratif

    ReplyDelete
  2. Iya, biasanya medsosnya oke dan selera pasar saat itu terwakili oleh penulisnya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitu, ya, Mbak? Hehe. Dan ada sebagian orang yang belum tahu ini.

      Delete
  3. Selalu cetar. Makasih ilmunya Mbak Kayla :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara