Sun Yi (Yang Tak Terprediksi)

Sumber

Kupikir, gerimis hanya turun di sinetron-sinetron, saat seorang gadis ingin bertemu seseorang. Ternyata, aku keliru. Sore ini, lima menit yang lalu, azan maghrib baru selesai bergema. Aku duduk di kursi ruang tamu kontrakan Ayu. Gerimis mengecup bumi tanpa rasa sungkan. Mereka kemudian bergumul dalam basah. Warna kaca jadi buram. Jalan raya di depan sana seperti TV yang akinya hampir padam. TV zaman dulu. Zaman ketika aku masih kelas 2 SD. Saat itu, beluma ada listrik masuk desa. TV memakai aki, dan bila aki habis, aku, adik dan teman-teman tidak bisa lagi menonton acara favorit.

Satu, dua kendaraan masih ada yang lewat. Itu adalah jalan desa yang menghubungkan ke kecamatan. Desa yang sempat masuk kategori IDT, pada masa presiden yang paling lama berkuasa di negeri ini. Udara dingin, dan embusan angin membuat bulu-bulu halus tegak.

"Sampeyan tidak salat?" tanya Ayu sambil meletakkan dua cangkir jahe hangat. Uapnya mengepul, aromanya menguar menyapa ruangan, dan hidungku.

"Enggak. Pas libur nih."

Sambil menjawab pertanyaan Ayu, pikiran ini tertuju pada Wisesa. Seharusnya, ada motornya melintas di jalan depan sana. Konyol. Kenapa aku merasa jadi konyol begini? Aku belum pernah begini sebelumnya. Mungkinkah rasa rindu yang membuat demikian. Konyol. Dan ini realita.

"Sampeyan pacaran?" tanya Ayu yang tiba-tiba sudah duduk di sebelah kiriku.

Aroma jahe dan tanah basah berseling menyapa penciuman. Pertanyaan itu, kupikir tak butuh jawaban. Ayu tahu kalau aku bukan type orang yang terbiasa pacaran. Entah apa yang menggiringnya bertanya demikian. Jangan-jangan, karena aku yang sudah mirip dengan tingkah orang pacaran?

"Enggak. Dia seniorku. Tapi, aku jarang memanggilnya 'Kak'. Aku tetap memanggil nama. Wisesa."

"Sepertinya sampeyan mengharapkan sesuatu. Ya, menurutku saja."

Aku hanya mengedikkan bahu. Berharap tidak ada pertanyaan lanjut dari Ayu. Aku lupa memberi klue. Ayu sebenarnya sudah memiliki suami. Suaminya seorang dosen di PTN Jakarta. Mereka berdua sama-sama PNS, dan sedang LDR-an. Aku biasa menemaninya di kontrakan, saat dia mau. Mungkin karena aku juga satu-satunya gadis yang ada di tempat kerja.

penantian terasa panjang
akhirnya kau tak datang


aku kehilangan harap
setelah sinyal hp ku lenyap

nanti akan kutemui
orang yang ingin kubagi kisahnya bersamamu, tapi tak jadi

mungkin ini suka
atau sebatas rasa sepi yang menjalari tiba-tiba

rasa yang memojokkan hati di sudut ruang sunyi ini
itukah balas untuk rindu yang tersembunyi

Comments

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara