Sun Yi (Setelah Dia Pergi)

pixabay

Meskipun kau tidak yakin, bahwa Bapak dan Ibu akan seperti yang kau ingin, tapi kau juga tidak bisa menolak apa yang diinginkan Hamza. Kau pulang dengan banyak sekali kalimat-kalimat yang membentur-bentur dan menyisakan denyut di kepala. Sadar betul kau akan keinginan kedua orangtua. Apalagi cibiran-cibiran tiada juga berhenti mendera. Julukan Perawan Tua sudah tak lagi memanaskan dada. 


Kau sengaja masuk rumah dari pintu belakang. Pintu dapur yang catnya mulai luntur. Seekor anak ayam mengepakkan sayap dan lari mendekat pada saudara-saudara serta induknya. Ia seoalah akan melapor pada mereka, bahwa kau datang tiba-tiba, dan mengejutkannya.

Daun-daun mahoni beterbangan dari arah utara. Jatuh tepat di depan mata. Kau berhenti sesaat, menatap ke arah pohonnya. Ada bunga berisi biji mahoni yang meluncur seperti kitiran dari atas. Indah, dan tiada yang mengusik pandanganmu. Hanya sebentar kau menikmati itu, sesudahnya kau ingat lagi akan bagaimana nanti sikap Bapak dan Ibu.

Salam kau uluk, jawab yang cepat terdengar hangat. Kau tak sempat menurunkan tas dari pundak, melepas sepatu rata, bukan yang bertumit tinggi. Wangi melati yang menyertaimu sepanjang hari, masih sedikit tersisa bercampur aroma cemas, dan hanya kau yang dapat menyiumnta. 

"Bu, nanti mau ada teman laki-laki datang. Ini kan siang, boleh kan lawan jenis bertandang?"

Ibumu mengernyitkan dahi. Menatap bibirmu lekat, seolah ingin menariknya dekat ke telinganya, agar apa yang kau ucapkan dapat terdengar lebih nyata. 

"Maksudmu?" tanyanya masih ragu.

"Iya, nanti ada teman, dia guru. Mau silaturahim sama Bapak dan Ibu. Tapi ...."

"Tapi bagaimana?"

"Tapi Ibu sama Bapak jangan kege-eran dulu, ya? Dia bukan pacar Sun Yi. Hanya teman. Jadi, jangan ngarep deh dia jadi mantu," jawabmu lancar. Dan himpitan yang tadi melilit dadamu, mulai melonggar. 

"Bener, bukan apa-apamu?"

Suara Bapak membuatmu mendongak. Ada debaran beda saat tanya itu terucap dari bibirnya. Kau berharap dalam hati, semoga apa yang kau ucapkan dapat mereka terima, tanpa tapi.

"Bener, Pak. Soal jodoh, Sun Yi enggak ada tutup-tutupan sama orangtua."

Terdengar deru mesin motor dari halaman rumah. Kau melihat dari tempatmu berdiri, ada sosok yang melepas helm. Pintu ruang tengah, dan ruang tamu yang lurus, dari dapur, ke ruang tamu ,memudahkan siapa saja yang ada di dapur untuk melihat semua yang ada di halaman.

"Itu orangnya," katamu seraya berdiri.

kau boleh menyusun rencana
tapi takdir tak bisa kau setir
kembang-kembang beterbangan
dari harap kedua bola mata mereka
setelah dia pergi
kedua orangtua mendekat
saling memberi isyarat
satu di antara mereka
menjadi juru bicara
"Sama dia juga enggak apa-apa. Kami dukung."
dada yang tadi terasa longgar
menyempit 
terhimpit istighfar tak terucap
tidak ada yang salah
bila ikhlas tertanam
kau masih bongkar-pasang
pagi menanam
sore membiarkan lepas dari pot jiwa
tugas itu hanya satu
menjaganya tertanam selalu
dalam kalbu



#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Comments

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara