Sun Yi (Kesepakatan)

pixabay

Kalian sepakat untuk menyimpan satu rahasia. Dimana antara kau dan dia hanya kalian yang tahu. Bukan janji tentang saatu rsaa. Bukan pula kesepakatan untuk saling menunggu hingga suatu masa. Demi persahabatan kedua orangtua, kau dan dia dekat saat itu. Kedekatan yang kau batasi. Kedekatan yang tak kau pintakan keabadian rasa.

"Apa kau tidak ingin segera menjemputnya?" tanyamu saat Hiadi kembali menceritakan sosok lain.

"Aku pamit. Untuk pergia, dan kelak akan menjemputnya."

Kau diam. Menyapukan pandangan pada ilalang yang dipangkas penggembala sapi. Memindahkan penglihatan pada anak-anak yang melepas baju, dan bersiap menyebur ke sungai.  Kedua kaki kau peluk erat.

"Pergi lah. Semoga sukses menyertaimu."

Itu terakhir kalian bertemu sebelum keberangkatannya ke Jepang. Negeri yang wajah orang-orangnya mirip Hiadi.  Dan tidak ada rasa yang bisa kau, atau dia tanam dalam satu kesepakatan lain, selain merelakan.

Kau mulai berpikir, ini adalah hal pelik. Jodoh benar-benar bukan kuasamu. Walaupun tangis merundung kesendirian, atau penantian mengoyak gerimis di dua ujung mata, jika DIA belum mengetuk satu keputusan, tiada daya bagimu mendemonya.


seringan kapas
rasa kau hempas
tiada lagi berkumpul cemas
di dua netra yang memendam rindu pada kebersamaan
sudah bercokol dalam hati
seonggok pinta
yang makin membesar
segenggam sabar
yang menyapa sadar
kau bubuhkan sejumput ikhlas
dalam doa
dalam hangat airmata
memeluk diri
dalam sunyi
berjalan sendiri
di suatu harap yang dini
pagi-pagi

"Bagaimana, apa hiadi memberikan harapan?"

"Tidak."

"Lantas kenapa dia sangat sering memujimu?"

"Oh, ya?"

"Iya. Bahkan kau dipujinya sebagai sosok yang tegar. Sosok yang bisa dibanggakan kedua orangtua."

Tatapanmu mengais-ngais langit. Kedua matamu menyambar siluet di sana. Siluet yang menggambarkan kehambaran rasa. Ada harap, sengaja tak kau lambungkan. Sudah banyak kecewa yang menempa. Dan memburu laki-laki bukan satu kebajikan.

"Apa kalian berjanji untuk saling menyimpan?"

"Tidak ada yang kami simpan."

"Kalian tidak berjanji bertemu lagi, setelah dia pulang, nantinya?"

"Tidak."

"Sungguh kalian berdua aneh!"

Derai tawa membuat tantenya Hiadi membelalak. Kau sudah menyesap asinnya air garam dalam kisah cintamu. Cinta yang belum saatnya, cinta yang terburu, sampai cinta yang tak kau impikan kehadirannya.

#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Comments