Sun Yi (Apa Dia Jatuh Hati?)

pixabay

"Aku mau ke rumahmu, selesai ngawasin anak-anak ujian," kata laki-laki itu yang menyembul di depan meja kerjamu.

Kau menegakkan badan. Menarik kursi yang menimbulkan derit keras. Sebuah penggaris plastik jatuh, disusul spidol warna hitam. Tampak nyata bahwa kau terkejut, dan sedikit gugup. 


"Hari ini?" tanyamu masih belum yakin.

Dia, laki-laki itu melangkah menghampirimu. Angin membawa wanginya lebih dulu, megecup penciuman. Kau hapal wangi itu. Wangi yang belum berubah, sejak kalian kenal untuk pertama kalinya.

"Iya."

Jawabannya membuatmu berdiri. Jarak yang terlalu dekat membuat jantungmu berdebar lebih cepat. Kau tahu dan bisa menguasai diri, biasanya, tapi tidak waktu itu. Pikiranmu melompat langsung sampai ke rumah. Menyapa Bapak dan Ibu, dan bertanya pada mereka, apakah boleh ada teman laki-laki main ke rumah?

"Untuk apa?" tanyamu lirih.

"Apa aku tidak boleh silaturahim."

Kau tidak bisa menjawab lain, kecuali anggukan. Kebingungan menyergap. Bagaimana jika Bapak atau Ibu mendadak menyukai laki-laki itu. Hamsa. Sosok yang sudah kau tahu dengan baik latar belakangnya dengan para wanita. 

Kelihaian Hamza berkomunikasi membuatmu cemas, Bapak atau Ibu akan merekomendasikannya untukmu. Padahal kamu? Hahahaha. Sudahlah, berdamai dengan pikiran itu. Tak selamanya keburukan melekat pada diri seseorang. Siapa tahu, kau adalah yang tersempurna baginya, saat ini. 

Telingamu mulai mendengar suara sepatu lain. Dua, atau tiga pasang pemiliknya mendekati pintu perpustakaan.

"Cieee. Udah jangan tunggu lama-lama!"

Lalu kau melihat dengan jelas, balur merah menyapa pipi putih Hamza. Keningmu sengaja kau kerutkan. Kedua mata memicing, dan hampir saja kau lesatkan itu pada kedua mata Hamza.

"Pak, Pak. Disuruh ngawasi ujian, bukan yang-yangan."

Nah. Kau mulai paham, itu semacam ledekan yang bisa singgah ke telinga siapa saja, terutama gadis dan laki-laki single. Tiga pasang sepatu itu terdengar menjauh. Satu pasang di antaranya terdengar keras. Sepertinya itu bunyi high heel. Kau tak sempat melihat, memang ada seorang wanita di antara tiga pemilik sepatu itu. Kedua matamu hanya menangkap satu orang di antara mereka. Orang yang terus bersuara dengan ledekan-ledekannya.

"Besok kenapa?"

"Hari ini saja!"

Pikiran yang tadi melompat ke Bapak dan Ibu, sekarang berpindah ke teman-teman kerjamu.

Kau mendadak lemas. Kau tidak melihat, tadi, tangan Hamza hampir saja menepuk pundakmu. Dia menariknya. Mengurungkan entah dengan alasan apa.

Udara siang, dan permintaan Hamza membuatmu makin gerah. 

kau pilih kata
susun dalam undak-undakan rasa
sudah mewadahi dalam bejana
untuk dimasak sebagai pinta
sayang
tumpah 
berserak 
sebelum ia naik ke atas tungku kalimat

#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia


Comments