Atas Nama Apa Kita Melangkah?

pixabay

Saat saya dapat kabar bahwa kursus reguler di dekat panti asuhan harus full time. Katanya dari pukul delapan pagi, hingga pukul empat sore, saya jadi berpikir ulang. Mau ikut, atau enggak? 


Jika saya ikut, maka dua anak saya akan dititipkan ke mana? Apa pada abinya, yang ngajar di sekolah dasar? Dua-duanya? Tega benar. Melepas mereka selama sehari dua hari saja, saya jadi gimana gitu sama suami.

Bila saya tidak ikut, saya wajib mencari kursus pengganti. Kenapa kursus ini penting bagi saya? Baik, saya mau sedikit cerita. Saya dan keluarga kecil kami berniat hijrah ke tempat lahir suami. Di sana, ada ibu mertua yang mulai senja. Mudah-mudahan, niat untuk birrul walidain terus lurus, hingga seterusnya.

Di sana, saya mendengar cerita suami, uang itu sulit dicari (bagi penduduk asli). Cerita pun bergulir, kebiasaan hutang dan tidak bekerja menjadi wajar. Bagi telinga dan hati saya, itu bukan hal yang wajar.

Bukan mau jadi pahlawan kesiangan, saya berpikir, bisnis atau pekerjaan apa yang bisa saya lakukan, yang tak mengapa lah bila awalnya saya jalani sendiri, tapi nantinya bisa menular ke tetangga sekitar. Berdasar sumber informasi yang saya tanya, kursus di dekat panti asuhan itu bisa dimulai dari nol. Dari sejak kita belum memiliki usaha apa pun, hingga memiliki dan mengembangkannya. Kita dibimbing, dengan memberi uang jaminan 500 ribu rupiyah. Saat tiga bulan dan kita selesai ikut kursus, uang itu dikembalikan. Biaya yang murah, bila dibandingkan dengan kursus lain. 

Karena saya tidak bisa meninggalkan kedua anak saya, maka, saya harus merelakan dan mengubur mimpi bisa ikut kursus di tempat tersebut. Saya ingat, ada seorang sahabat yang menekuni kursus UKM. Maka, mulailah saya tertarik bertanya padanya. 

Alhamdulillah, saya ditawari dua menu kursusan. Yaitu cendol keju, dan pempek. Untuk kursus cendol keju, Alhamdulillah saya sudah mulai bisa. Ini agak repot, tapi, jika saya kerjakan di tempat lahir suami, in sya Allah bisa. Dan saya bisa memakai waktu beberapa saat untuk mengerjakannya, setelah menulis. 

Kenapa saya harus repot-repot kursus, dan berniat membuka usaha?
Bismillah saja, saya niatkan ini sebagai upaya. Berharap banyak ini mendapat berkah, sehingga saya tambah dekat kepada-Nya. Bukan kah Allah Subhanahu wa ta'ala menyuiaki hamba-Nya yang bersusah payah untuk mencari yang halal? Dan saya sebatas berusaha menjalankan itu. Saya sangat yakin akan rezeki yang tak terduga, tapi, menunggu rezeki tak terduga itu dengan ongkang-ongkang bukan lah hal yang terpuji, kan?


Ketika memutuskan ikut kursus di D'Asa Preneur, saya ingatnya satu hal. Silaturahmi. Pemiliknya adalah teman saya sekolah, kami lama tidak berkomunikasi, semoga dengan keikutsertaan saya di usaha yang dijalaninya, akan menjadikan kami lebih dekat. Kebetulan, bapaknya juga teman bapak saya (Allohu yarham).

Mendapat Tawaran Menjadi Mentor Menulis
Saya tiba-tiba saja ditawari menjadi mentor kelas menulis. Dia mengajak saya kerjasama untuk membuka kelas menulis. Awalnya, saya berpikir, apakah saya bisa? Namun karena kegigihannya merayu, saya pun mulai tertarik. Dan saya bukan ingin menjadi guru bagi para peserta, tapi saya ingin menjadi murid mereka, atau setidaknya sebagai teman sharing.

Saya sadar, belum terlampau lihai dalam bidang itu, tapi, ada benarnya jika saya tidak membagi ilmu yang saya miliki, maka saya akan menimbunnya, dan sia-sialah ilmu tadi. Katanya, Ilmu tanpa amal bagai pohon yang tak berbuah. Serupa itu jika saya tidak beramal. Membaginya termasuk kategori dari beramal. Mudah-mudahan ini dibaca oleh sahabat saya, hingga kami bisa saling mengingatkan.

Alasan Menuliskan ini
Sebenarnya, saya agak sungkan menuliskan ini, tapi, saya lakukan juga, karena saya sempat tersendat ketika ditanya perjalanan menulis. Nah, katakan saja ini adalah perjalanan bisnis saya. Bismillah, semoga Ya Allah ... tulisan ini, bila usaha yang saya rencanakan ditekuni, akan menjadi ladang amal kebaikan untuk Bapak, dan kami serta saudara lain. Dan bila kelak ada yang bertanya, "Gimana cerita awalnya mulai bisnis?" Maka saya tinggal memberikan link cerita ini. 

Atas Nama Silaturahmi, Izinkan Kaki ini Melangkah
Banyak orang menginginkan harta melimpah, atau setidaknya tidak hidup susah. Mereka melakukan banyak cara untuk bisa mewujudkannya. Dan tulisan ini saya buat, rintisan bisnis serta kelas menulis ini saya pijakkan dengan berpijak pada perintah-Nya, yaitu untuk silaturahmi. 

Terima kasih untuk guru menulis saya yang tak perlu saya sebutkan namanya. Semoga kebaikannya menjadi perbincangan baik dan pujian di langit. Saya belum bisa, dan hanya Dia yang tahu apakah bisa membalas limpahan ilmu yang tercurah. 

#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia 

 

Comments

  1. Wah hebat uda jadi mentor kenas mnulis, aku harus byk bljr ni

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belajar, Mbak sayang. Yang hebat hanya Yang di Atas.

      Delete
  2. Insya Allah niatan baik akan ada balasannya ya, Mbak. Semoga apa pun rencana Mbak Kayla kedepannya dimudahkan. aamiin

    ReplyDelete
  3. Semoga dimudahkan segala rencana baiknya, Mbak... :)

    ReplyDelete
  4. Replies
    1. Nanti kapan-kapan in sya Allah ada postingannya. *wkwkwkwk

      Delete
  5. Wah Masya Allah, semoga dipermudah segala urusannya kak..
    Oya jadi ingat waktu itu aisyah sempat mau ikut kursus memasak, kata umi belajar dari internet aja cari resepnya, he..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beda antara cari di internet dan dipandu. Serupa baca Al-Quran denger dan diajarin.

      Delete
  6. Semangat, Mbak. Insya Allah niat baik selalu bertemu jalan-Nya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara