Menjadi Ibu Bermotor Matic yang Tetap Asyik


dari freepik


“Sungguh berat cobaan berkendara di jalan raya kota besar Indonesia. Tak hanya begal, jambret, geng motor, dan polisi lalu lintas, kini pengguna jalan raya harus mewaspadai kehadiran ibu-ibu bermotor matic.”[1]
Saya langsung tersentak. Sungguh kah saya termasuk satu di antara cobaan yang dimaksud opini di atas? Ibu bermotor matic sama mengkhawatirkannya dengan begal dan konco-konconya? Ah, tidak. Saya tidak mau dianggap demikian.
Hal di atas akan terbengkelai menjadi seonggok olok-olok tanpa solusi. Ibu-ibu tetap gila di jalan. Pengolok-olok pun bebas memburai cacian. Apakah ini solusi yang diharapkan? Jika iya, pemakai motor matic terus meningkat bak jerawat di musim rindu.
Dalam beberapa komentar netizen untuk postingan tentang ibu-ibu bermotor matic, sebagian besar mereka mengecam. Menyudutkan dengan tuduhan tanpa ampun. Misalnya, “Neneknya pasti mantan pembalap Moto GP, ya?” atau dalam komentar lain, “Ya Allah. Aku berlindung kepadamu dari emak-emak naik motor yang lampu seinnya berkedip ke kiri, tapi dia malah berbelok ke kanan.”
Nyaris tidak ada pembelaan dalam bentuk baik sangka terhadap tingkah ibu-ibu ini. Yang sebenarnya terjadi, berdasar wawancara saya dengan para ibu dari ibu-ibu teman anak saya. Mereka ternyata dalam kondisi : mengorbankan rasa takut, butuh, atau terpaksa. Antara was-was, dan dihinggapi kewajiban menjemput anak. Atau seabreg kegiatan ibu-ibu lainnya yang mewajibkan mereka tidak memiliki pilihan lain, selain naik motor matic.
Mereka bukan tidak tahu, tapi belum tahu. Para ibu itu sebenarnya takut ada di jalan raya, berdebar-debar saat suara kendara melintas di dekatnya, merasa mau terbang ketika sudah di atas motor. Menjadi lumrah ketika disalip, goyang-goyang. Mereka pun belum piawai menjaga keseimbangan, sehingga menurunkan kaki menjadi pilihan saat menyeberang. Dalam benak para ibu, berhenti itu tak ubahnya dengan memikul beban 1,5 kintal berat sepeda motor. Apakah hal yang demikian pantas menjadi bahan olok-olok?
Sebab dirasa mudah memakai, dan harga yang terjangkau, para suami begitu mudah memberikan hadiah untuk istri yang masih awam berkendara. Padahal, ibu menjadi tumpuan pertama dalam keluarga. Katakan saja bila seorang ibu sakit, pekerjaan rumah bisa ikut terbengkelai. Apalagi sebagai Ibu Rumah Tangga penuh waktu tanpa asisten. Jika mempertaruhkan nyawa di jalan raya dengan cara tidak memakai helm, berjalan lamban di jalur cepat, menyalakan lampu sein ke kiri, tapi sejatinya akan belok kanan, maka sama halnya anggota keluarga akan terancam kehilangan Anda.
Memang, nyawa akan tetap menempel atau hengkang dari raga itu sudah ada yang mengatur. Namun, bukan serta-merta kita jor-joran begitu saja dalam menjalani hidup. Termasuk asal-asalan saat berkendara. Big No!
Ibu yang sadar berlalu lintas adalah ibu berkualitas.
Kegiatan harian bisa saja bertumpuk. Mulai dari mengantar-jemput anak-anak, pergi berbelanja, atau sekadar arisan keluarga. Menjalankan kewajiban sebagai warga negara yang baik dalam hal bermotor tak bisa diabaikan. Satu nyawa melayang akan menambah daftar panjang data kecelakan lalu-lintas.
Data Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2014 jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia mencapai 31.234 jiwa. Kerugian ekonomi yang diderita akibat kecelakaan yang menelan korban jiwa mencapai Rp35,8 triliun. Apa ya kita mau menambahnya?
Ah, saya jadi ingat diri sendiri. Pada waktu awal-awal memakai motor matic, saya tak ubahnya sebagaimana ibu-ibu horor di atas. Termasuk menyalakan lampu sein kiri, padahal mau belok kanan. Saya baru sadar setelah satu bulan bahwa semustinya yang dinyalakan adalah lampu sein kanan. Ini murni kesengajaan, tapi ketidaktahuan. Bila dibiarkan maka menjadi sosok yang diwaspadai menjadi layak saat di jalan raya.
Memiliki motor matic sejatinya siap belajar bagaimana menggunakan dengan bijak. Bukan asal bisa jalan, urus ini-itu dan beres. Sebagai pengguna, alangkah baiknya bertanya kepada yang lebih tahu bila belum tahu tata cara mengoperasikan dan lainnya.
Ibu bermotor matic juga tak lepas dari peran suami yang memberinya kebebasan berkendara. Tidak sebatas tekan setang kanan, tarik setang kiri, putar dan jalan. Suami yang paham betul posisi istrinya sebaiknya memberi arahan. Ya, kalau suaminya super sibuk, bisa lah kita aktif sendiri. Mencari tahu dengan membaca beberapa artikel tentang berkendara dan keselamatan di jalan raya. Atau yang biasa dinamakan dengan safety first.
Jika sebagai pengendara matic masih ada beberapa yang mendapat teriakan di jalan. Bisa karena ‘keanehan’ cara berkendara dan lainnya. Mari kita menahan diri untuk memarahi mereka. Memohon maaf atas kekeliruan yang kita buat, meski karena kita benar-benar belum memahaminya. Hal ini bisa menurunkan kadar emosi para pemakai jalan lain.
Jika beberapa upaya untuk meningkatkan pengetahuan diri dan praktek saat berkendara sudah mengerti teorinya, yuk terapkan hal-hal berikut agar tetap menjadi ibu bermotor matic yang asyik dengan cara :
  1.  Memakai helm ke mana pun pergi. Antara helm dan motor adalah pasangan yang tidak dapat dipisahkan oleh jarak. Pastikan kaitan sudah terkait dengan baik. Helm berfungsi sebagaimana mustinya, bukan hanya penutup kepala, atau sanggul saja. Apalagi sebatas pemanis penampilan agar dikatakan kekinian. 
  2. Memilih jalur lambat, bila belum bisa berkendara dengan cepat. Di jalan raya sebelah kiri, ada lajur/garis putih, kita bisa berkendara di sana atau ke sebelah kiri lagi. Dengan demikian para pengendara yang cepat tidak akan terganggu dengan kelambatan kita. Dan kita bisa memilih jalur cepat bila benar-benar siap menaikkan kecepatan seperti pengendara lain. 
  3. Nyalakan lampu sein, dua atau tiga meter sebelum berbelok. Pastikan bahwa kita tidak lagi salah mengalihkan tombol. Tetap menyalakan lampu sein kanan bila akan menyeberang. Bila masih bingung, luangkan waktu untuk bertanya, atau berdiri sejenak di dekat lampu merah, coba lihat bagaimana para pengendara sepeda motor saat menyeberang dan menyalakan lampu sein. 
  4.  Tidak menurunkan kaki ketika berbelok. Hal ini sangat berbahaya, jika motor yang kita naiki oleng, maka terpelanting adalah menjadi hal ringan yang mungkin saja terjadi, dan kecelakaan lain yang tidak diprediksi bisa saja terjadi. Kita bukan pembalap yang kaki penuh dengan perlindungan. Bila belum bisa seimbang, berlatihlah di tanah lapang dengan pelan pada waktu senggang. 
  5.  Rendah hati di jalan raya.Tidak perlu marah bila ada yang mengejutkan dengan klakson, berusaha tetap tenang sehingga konsentrasi tidak buyar. Bila Anda marah-marah padahal salah, selamat Anda mendapat gelar sebagai ibu yang dikhawatirkan keberadaannya di jalan raya.
  6. Selalu berlatih agar lebih menguasai diri saat di jalan raya.
Dengan begini, semoga kita bukan lah menjadi bagian ibu-ibu matic yang bikin panik. Sekarang, apalagi yang perlu dikhawatirkan? Mari berdoa untuk keselamatan kita dengan usaha yang maksimal. Nyawa tidak ada yang memperjual-belikan. Satu persediaan yang tak pantas untuk disia-siakan.

Pondok Cahaya-Yk, 21.11.2015

[1] Ungkapan yang beredar di dunia maya.

Penulis adalah ibu pemakai matic dengan kecepatan 40km/jam lebih sedikit.

Comments

  1. halah....aku kok tetap takyuuuuut ya mengendarai motor sendiri...biarlah itu jadi masa lalukuuhh, enggak berani lagi akuu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi. Kadang begitu juga, tapi kalau kepepet, tidak ada pilihan lain, bagaimana lagi juga? :)

      Delete
  2. Katanya sih sekitar 80% perempuan bermotor karena bekerja. Semoga semakin banyak yang sadar berkendara aman, ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di Jakarta banyaknya gitu juga ya?

      Saya lihat di sini banyaknya antar-jemput anak. Hihihi. Jadi tambah informasi.

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara