Pengampunan (semua) dan Ridho Ibu sebelum Dia Memanggilku






Pertama membaca tema giveaway ini, aku mendadak dag-dig-dug. Delapan Hari Menuju Kematian? Wah, berasa diingatkan akan kematian. Langsung deh hati memohon, Duh Gusti, ijinkan hamba menuliskan harapan baik, bahkan ketika entah kapan Kau memanggilku nanti.

Sejak pertama kali menstruasi, saat itulah perbuatan baik dan buruk mendapat nilai rapor Rakib dan Atid. Malaikat pencatat amal, baik dan buruk. Aku masih ingat, dulu di usia 13 tahun, tamu merah bulanan sudah bertandang. Itu berarti sudah 21 tahun lalu. Dan dalam jumlah masa yang sama, aku melakukan banyak hal, termasuk dosa.
Bila memang hanya ada waku delapan hari, dan aku tahuakan meninggalkan dunia ini, cukup dua hal yang ingin aku dapatkan dalam hidup. Tidak lebih. 

1.      Pertama, aku mau pengampunan.

Keinginan itu memiliki cakupan yang sangat luas, menunjuk pada berbagai segi yang ingin diampuni. Bagaimana pun bentuk dan amalan yang harus aku kerjakan, demi pengampunan harus dilakukan.
Katanya, kalau masih memiliki hutang di dunia, masih belum memiliki pengampunan. Masih ada beban yang harus dilunasi sebagai hubungan antar manusia. Ini akan menjadi satu hal serius yang aku bereskan, menyoal aku memiliki dua macam hutang. Yaitu hutang berupa  materi dan hutang (mungkin) maaf dari orang yang pernah aku kenal, atau sapa.

~ Hutang pertama, hutang materi. Aku wajib menuliskan wasiat, bila waktunya tiba dan belum ada materi yang sepadan, wasiat dapat ditunaikan kerabat atau orang dekat. Dan itu sudah kumulai dari sekarang. (aslinya kan memang belum tahu kapan bakal pergi). Di sini aku tidak akan membicarakan berapa besar tanggungan yang ada, namun yang jelas ada.

~ Hutang kedua, hutang maaf. Sejenak aku merasa terlempar ke berbagai masa kehidupan. Baik di masa bersama keluarga, teman, guru, atau orang-orang yang tadinya berniat menjalin hubungan halal, pun suami.

Tarik napas dulu ...
~ Pada masa bersama keluarga, sangat mungkin aku membuat jengkel kedua orangtua dengan tingkah, atau permintaan yang tak terhitung. Bapak sudah almarhum, lainnya yang masih hidup akan menerima permintaan maafku. Sangat berharap dimaafkan, dan pengampunan dari sesama manusia pun aku dapat. Semoga pengampunan Yang Maha Rahman mengikuti.

~ Guru-guruku. Guru di sini bukan sebatas mereka yang mengajarkan tentang materi akademik. Bukan mereka yang bertatap muka saja pada gedung-gedung madrasah. Mereka adalah orang-orang yang selain memang berpredikat sebagai guru, juga orang yang dengan atau tanpa sengaja mengingatkanku ke jalan yang baik. Mereka yang tanpa pamrih dan belum menerima ucapan terima kasih. Mereka yang tulus, tapi tidak kusapa dengan halus. Pada mereka aku meminta maaf, dan lagi-lagi berharap segala maaf akan aku terima disertai pengampunan Yang Maha Pengampun.

~ Orang-orang yang tadinya main-main atau berniat serius menjadi pasangan hidupku. Pada mereka aku memohonkan ikhlas akan kisah yang pernah ada. Akan luka yang pernah tergores. Sungguh, mereka adalah pelajaran yang amat berharga. Pada mereka kata maaf akan mendamaikan jiwa, dan pengampunan Gusti Allah menjadi payungnya.

~ Suami. Ah, betapa sesak dada ini bila mengingat kezaliman diri. Alangkah banyak khilaf yang aku torehkan padanya. Segenap cinta dan pengorbanan sudah menopang rasa di dada. Kelemahan yang menjadikan aku kurang bersyukur masih terjadi. Banyak hal lain yang aku mintakan maaf. Dia lah yang menemani malam-malam dengan do’a dalam sujud. Keikhlasan darinya akan menjadi ketenangan hati. “Maafkan semua salahku, Sayang ....”
 
Ini lah suamiku

2.      Ridho Ibu.

Baginda Nabi S.A.W pernah memerintahkan seorang untuk menghormati
ibunya hingga tiga kali perintah. Baru lah yang keempat kepada ayah. Ini menunjukkan betapa besar jasa, dan kehormatan seorang ibu di hadapan-Nya. Dan aku? Sebagai anak pernah menjadi sosok yang menyebalkan, mengesalkan, membuat ibu mengurut dada dalam aturan tarik napas.
Ibu yang kumaksud juga bukan dia saja sosok yang melahirkanku. Ada tiga kategori sosok ibu yang kupintakan ridho mereka. Bukan hanya saat kami hidup bersama, atau saat aku masih hidup saja, namun selamanya.  

~ Ibu yang pertama adalah dia yang sudah mengandung, melahirkan, mendidik dan merawatku dengan upaya maksimal. Entah berapa dosa yang sudah kubuat, yang jelas, aku pasti pernah membuat airmatanya bergelimpangan dalam sedih. Aku pasti pernah mengecewakan. Aku pasti ... ah! Sungguh banyak kesalahan, meski bila Idul Fitri ada permohonan maaf resmi, pun bila hati gundah, tapi jika hanya ada waktu delapan hari aku hidup, aku memohon maaf khusus untuk mendapat ridhonya. Saat itu dan selamanya.
Aku dan ibu yang melahirkanku


~ Ibu yang kedua, yaitu ibu mertua. Beliau lah yang sudah melahirkan sosok laki-laki yang berpredikat suami. Kenapa aku memburu ridhonya? Apakah selama ini beliau belum Ridho? Pertanyaan kedua sungguh terdengar menyiksa. Aku belum tahu, sebab perkara ridho hanya yang di atas yang mengetahui isi hati setiap manusia. 
Ibu mertua tidak bisa berbahasa Indonesia, seharusnya aku yang mengalah belajar Bahasa Madura. Sayang, aku belajar langsung ketika berinteraksi dengan beliau. Bila tidak, aku lupa bagaimana pengucapan dan arti sebuah kata dalam Bahasa Madura. Aku tidak mau berburuk sangka, tapi bisa jadi ini menjadi kelemahanku yang disesalkan ibu. Menyesal karena tidak bisa ngobrol banyak dengan menantu, menyesal karena aku hanya satu dua menyapa. Semoga senyum yang kuupayakan bisa diterima. Dan ridhonya sungguh kuburu sepanjang waktu.
Ibu mertua dan ana kedua
Cara-cara yang kuupayakan mulai dari mendukung suami untuk menyenangkan ibunya. Semampu hal yang aku bisa. Sekuat tenaga yang aku punya. Sebisa mungkin tidak membekaskan luka. Semoga.

~ Ibu yang terakhir adalah semua ibu, yang kukenal langsung atau sebatas teman di dunia maya. Mereka yang sudah rela berbagi motivasi, baik disadari atau tidak. Dan sayangnya hal kedua lah yang paling sering terjadi. Pada mereka aku meminta maaf karena kadang terlalu sensitif sehingga menganggap sok tahu. Menganggap sok menggurui. Duh, padahal itu hanya perasaan yang tersulut emosi, keadaan hati yang belum stabil, dan masalah yang kurang sabar dalam menghadapi. Permohonan maaf secara sadar aku haturkan. Dan keikhlasan maaf mereka semoga disambut pengampunan Illahi Rabbi.

Jika pengampunan semua makhluk bumi yang diiringi Pengampunan Sang Maha Pengampun sudah kudapat. In Sya Allah aku tenang mengahadap-Nya. Aku ingin disambut baik para malaikat, dan tasbih mereka yang mengatar ruh pada Yang Maha Abadi.
Dan sepantasnya ini aku lakukan bukan hanya jika tinggal 8 hari lagi menuju kematian. Mulai sekarang, satu per satu semua target kuburu. Aku berupaya mendapatkan. Semoga khusnul Khotimah. Aamiin.




Comments

  1. Sukses buat GA-nya, Mbak semoga menang :)
    Iya nih kalau bisa sebelum meninggal itu bisa mendapat meaaf dari orang-orang baik itu yang sengaja atau tidak kita sakiti.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Jadi termotivasi untuk bersegera melakukan semua.

      Delete
  2. semoga kita bisa meninggal khusnul khotimah ya mbak aamiin

    ReplyDelete
  3. Semoga kita semua akan meninggal dalam Khusnul Khotimah ya mbak Khayla, aamiin ya Rabb.

    Semoga sukses GA nya ya mbak :)

    ReplyDelete
  4. amin Allahumma amin...
    semoga kita semua kembali kepada-Nya dalam keadaan khusnul khatimah ya, mbak.
    aminn
    Sukses utk GA nya mbak.e ^_^

    ReplyDelete
  5. Terimakasih tulisannya Mba, Melimpah berkah segala urusannya,, aamiin

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara