Lolos Seleksi Kampus Fiksi, Masa Sih?

Foto ini saya simpan untuk memicu semangat

Beberapa hari ini saya lebih banyak membaca dibanding menulis. Masih tetap menulis untuk beberapa event. Jadi, nasib blog agak merana. Di sini saya mau curhat saja deh tentang saya dan Kampus Fiksi Ini bukan lah seleksi pertama saya. Mungkin keempat atau lebih. Saya sangat ingin mengikuti event atau apa lah namanya yang diadakan oleh Diva Press. Ya, maklum lah, calon penulis pemula (bertingkat-tingkat kan awamnya?) sangat maruk untuk mengalap ilmu.


Pertama, saya mau ikut Kampus Fiksi Road Show di Magelang, Yogya, lalu di Yogya lagi. Yang pertama belum berhasil. Jauh, dan masih berkelindan excuse. Huh! Malu sebenarnya bila mengingat ini. Selanjutnya, saya over dozis. Apaan itu? Saya menyerbu dengan email tentang keinginan saya ikut KF Roadshow. Ah, sangat berharap siapa pun yang ada di Diva Press tidak ada yang mengingatnya. Terutama admin, atau yang bertugas menerima email saat itu. Yang ketiga, bersamaan dengan adanya Workshop Asma Nadia di Gedung JEC Jakarta. Jadi lah saya memutuskan 1 pilihan, yaitu ke Jakarta karena di sana akan bertemu teman-teman satu komunitas, dan sudah bayar terlebih dahulu.

Foto di atas, dalam blogspot ini adalah foto beberapa teman yang mengikuti acara Kampus Fiksi, tepat saat saya sedang di Jakarta. Saya sangat iri (positif) mereka bisa mengikutinya.  Saya terus mencari informasi kapan akan ada acara serupa lagi baik menyelinap ke FP, grup, atau blognya Diva Press. Kenapa sih antusias banget? Menurut saya, belum ada penerbit lain yang menjemput bola, terutama di Yogya. Ya, bisa saja saya keliru, namun, begitu lah gaya pemula. Selalu ndeso dan bikin melongo.

Ini foto pas di JDC Jakarta
Yang ketiga, pada saat seleksi Fiksi. Saya PD abis mengirimkan naskah. Judulnya Gadis Pembawa Buntalan. Yakin tingkat mercusuar bahwa saya bakal lolos. Dan ternyata. Pyar! Hilang sudah harapan tahun ini untuk bisa mengikuti Kampus Fiksi. Pingin nangis tapi takut ketahuan Maisan (anak saya 4 tahun lebih), dan kalau adiknya lihat, kami bisa nangis berjam'ah. 

Hari pun berlalu (emangnya enggak ada diksi lain? Hamboh!)
Saya melompong mendapati nama Tika Ceriwis yang sama sekali enggak mirip buncis, lolos. Jelas tulisannya lebih baik dari tulisan saya. Ada juga nama Fajriatun Nur Ya ampuuun. Saya merasa ngenes. Dan belum menemukan obat kecewa selain istighfar atas merasa baik alias kePeDean. Dan satu nama yang kalem juga ikutan lolos Saya berharap, saat itu persendian saya tidak lah lolos.

Acara pun berganti. Kali ini namanya Kenduri Kampus Fiksi. Saya tidak akan membahas tentang kendurennya, tapi acara dan yang bakal datang. Bagaimana enggak mupeng? Lawong yang datang para penulis. Saya juga penulis status FB. Oh, tidak! Saya tidak lolos bahkan sebatas ikut kenduri? Omaigat. K-e-c-e-w-a. Eh, iya. Tapi saya menyimpan semua kekecewaan saya ini dengan rapi. Tidak boleh ada yang tahu, apalagi para Fans. Emang ada yang ngefans? PD akut. 

Saat itu, saya merasa penyebab ketidakditerimanya saya adalah karena alasan atau bahasa saya yang sakkarepe dewek--suka-suka saya. La di email tuh, saya tulis, "Saya mau ikut nih, tapi bawa anak-anak dan suami. Bla-bla-bla." Tepatnya lupa, intinya begitu. Saya sudah menepikan attitude, saya kurang serius. Yawes lah. Lemes lagi. Apa saya bicara di medsos? Koar-koar? T-i-d-a-k. Saya simpan. Paling saya inbox dua teman yang lolos. Saya menahan diri untuk melampiaskan rasa kecewa di medsos, sebab, saya yakin ini merupakan proses yang wajib dilalui seorang calon penulis; tidak banyak mengeluh.

Biar agak adem, lihat bunga dulu
Waktu berkabung karena wafatnya harapan telah berlalu. Seperti pepatah, mati satu tumbuh seribu. Saya pun ingin menghidupkan seribu mimpi; harapan lain untuk mengganti masa yang mengecewakan. Tiba lah anugerah. Satu akun penulis mengadakan seleksi untuk kelas esai. Saya langsung cap-cus kirim naskah. PD banget. Dan waktu itu pun diam-diam. Saya takut, kalau bicara, dan enggak lolos, nanti bakal banyak yang tahu. Ah, siapa saya sih status kecewa sedikit saja kok diumbar?

E, saya lolos! Alhamdulillah.
Di kelas itu ada sembilan orang (semoga enggak salah ngitung). Pak Dwi Suwiknyo lah yang membimbing kami. Mungkin, saya adalah murid yang paling lamban. Saat menulis tentang kartu kredit, saya sempat hampir patah arang. Saya belum kelar hingga sekarang. Padahal, tema itulah yang saya pilih. Ternyata, saya keliru pilih. Alih-alih pingin terlihat canggih, otak saya malah merintih. Sedih. Saya menulis beberapa cerpen untuk mengobati kecewa pada tema itu. Saat tema selanjutnya, kami membahas Buku Antologi. Ah, saya kembali semangat. Setidaknya ada gambaran apa dan sebelah mana yang ingin saya sorot dan tuliskan. 

Setelah itu, belum ada dua bulan, Kampus Fiksi mengadakan seleksi untuk edisi non fiksi. Saya langsung ikut. Saya sungguh-sungguh ingin belajar. Saya merasa yakin, bahwa hanya teman-teman #NgajiEsai yang tahu jika saya seleksi, plus dua karib saya yang sedang menulis buku bersama. Dan saat lelah menyapa, saat itu pula setetes embun di padang Sahara jiwa memberi kesejukan. Saya lolos. Alhamdulillah. Apakah saya bahagia? Iya, tapi sekaligus mengencangkan ikat pinggang, dan meluruskan pandangan mata. Saya kudu membaca lebih banyak lagi. Bukan hanya buku, semua ayat kauniyah-Nya juga setelah ayat Qauliyah. Dan ini baru peluit start, sebagaimana satu pertanda awal untuk berlari saat lomba sprint.

Apa kesimpulan yang saya ambil dari sini?
Ketika saya belum lolos, ternyata saya masih memiliki sikap yang kurang baik; tergesa, terlalu yakin, dan menepikan tawakkal. Bukan karena tidak tahu, ah, Anda pasti lah paham bahwa iman memang kadang berkurang dan bertambah. Dengan perbaikan, baik dalam tulisan atau sikap, ternyata hal positif lain mengikuti. 

Saya mengucapkan terima kasih untuk semua yang terlibat langsung, atau tidak langsung untuk ini semua. Berpuas diri saat ini hanya akan mengebiri potensi lebih baik di lain hari. Saya sadar, saya bukan lah siapa-siapa tanpa dukungan dari kalian. Kalian yang rajin memberi komentar pada status FB saya. Kalian yang menyematkan jempol. Kalian yang mengkritik dan mau menegur saat saya keliru. Untuk semua derma kebaikan itu, saya berdo'a mudah-mudahan sisa usia barokah dan rezeki ditambah dalam bentuk apa pun.



Salam santun

Kayla Mubara (Khulatul Mubarokah)

Comments

  1. Setiap orang punya waktunya masing-masing, Mbak Kay. Aku juga pernah merasakan seperti Mbak Kayla. cuma aku lebih suka nyimpen daripada ngumbar sesak itu ^^. Ketik banyak lomba mayor yang beterbaran kenapa aku tak pernah lolos? Lalu ketika mencoba tembus media sering mental? Oh susah dan bikin down pak banget. Tapi jika tidak damai dengan diri sendiri pasti aku yang rugi. Jadi dengan tertatih mencoba bangkit dan alhamdulillah setelahnya ada beberapa kabar baik yang kuterima. Eh ini ikut curcol ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Dik. Saat kelar posting ini, aku juga baru dapat surat cinta keempat dari Kompas. Semua butuh perjuangan.

      Delete
    2. Iya Mbak. Wah dapat surat cinta apa Mbak? kepo hehh

      Delete
  2. Eh, lupa selamat ya Mbak lolos di kampus non-fiksi. ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih. Semoga kesuksesan dan barokah menyertaimu.

      Delete
  3. Selamat, Mbak Kay! :D
    Salah satu member KBM favorit saya ini memang selalu menginspirasi. ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih. Ah, kamu. Mana puisi keren itu?

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  4. Kereeeen... barakallah, Kak Kayla. Perjuangannya menginspirasi ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kau juga menginspirasi. Dua kali audisi mayor bareng, dan kau lolos, aku tarik napas. Sabaar.

      Delete
  5. Ini kereeeen. Aku pun sering gagal. Tapi lebih memilih diam dan persiapan move-on. Semua ada waktunya, tak perlu memburu dan tergesa. Dan satu hal lagi, aku percaya apa yang kita tuliskan sudah punya jalan sendiri2.

    #duuhngomong opoo??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dan kau adalah orang yang sangat telaten di mataku. Hikz. Aku mau ikut. Lebih sabar dan ulet lagi. Enggak malas riset.

      #Koment opo jal? :)

      Delete
  6. Selamat ya mbak...makin sukses..makin berkah

    ReplyDelete
  7. Selamat ya mbak. Semoga segera muncul2 buku2nya :)

    ReplyDelete
  8. Padahal seleksi kampus fiksi lumayan ketat lho....hanya berapa gelintir orang yg berhasil lolos pas saya check di webnya...
    Alhamdulilah, rejeki memang datang kepada orang yang layak. Congratz Mbak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Katanya begitu. Allah sedang menguji juga sayang pada saya, Mbak. Mudah-mudahan bermanfaat.

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara