Belajar Resensi di Kampus Fiksi

Sam Edy Yuswanto

Mendengar kata resensi buku, saya langsung tertunduk. Beberapa kali belajar membuatnya, pernah dimuat media dan belum sering. Dapat honor, tentu saja. Tapi, di #KampusFiksi saya merasa dihadapkan pada petualangan paradigma yang berbeda bersama Mas Sam Edy Yuswanto. Mohon ijin dulu untuk memanggil, "Mas."

Materi tentang resensi buku adalah materi hari ketiga di #KampusFiksi. Minggu, 22 November 2015. Saya sengaja tidak membuat postingan secara berurutan, tapi satu per satu sesuai apa yang saya dapat sudut pandangnya terlebih dahulu.

Laki-laki berpembawaan tenang memasuki ruangan dengan langkah santai. Dia memakai kemeja berwarna abu-abu dengan celana jins senada. Setelah duduk dan menyapa peserta dengan suara pelan, dia pun mulai mengarahkan pembicaraan pada materi.

Sebenarnya, resensi itu apa sih?
Resensi buku merupakan situasi membicarakan, menganalisis, atau menilai isi sebuah buku. Biasanya yang dibuat ulasan adalah tentang kelebihan, kekurangan, analisis penulis resensi terhadap buku tadi disertai kritikan yang membangun

Apa tujuan meresensi?
Dengan terus tersenyum, Mas Sam Edy menambahkan bahwa tujuan dari meresensi buku yaitu memberikan informasi kepada pembaca mengenai isi buku. Dengan demikian, pembaca akan mendapatkan informasi tentang layak atau tidaknya buku untuk dibaca, dan sebagainya.

Introspeksi 1 :

Selama ini, saya lebih sering membuat resensi dengan prosentase kritik yang sedikit sekali. Jika dibaca ulang, saya mendapati bahwa tulisan yang saya anggap resensi lebih banyak prosentase iklannya dibanding mengarahkan dengan benar kepada pembaca. Iya sih benar, tapi betapa menonjolnya kalimat iklan yang sedikit memikat.



Hal apa saja yang menjadi unsur resensi?

 Ada tiga unsur sebagai garis besar dalam membuat resensi buku, yaitu : 
1. Pendahuluan,  meliputi : 
- Judul resensi (sebaiknya membuat jusul dengan menarik).
- Menulis data buku (mulai dari judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, tebal, ISBN, harga bila perlu.
- Membuat pembukaan. Bisa dimulai dengan memaparkan biografi penulis secara singkat (karya yang pernah publikasi, prestasi, dsb), merumuskan tema buku, mengulas momentum dan dikaitkan dengan isi buku, dll.

2. Tubuh (isi) resensi.
Di sini, penulis resensi memaparkan isi buku yang disertai opininya, bisa membandingkan dengan buku lain, pendapat para tokoh, dan lainnya. Tambahkan kutipan dan halaman buku.

3. Penutup.
Di bagian ini, penulis resensi menilai kualitas isi buku secara umum, termasuk menilai keunggulan dan kekurangannya, pun kritik yang membangun pada penulis serta penerbit.

Introspeksi 2 :

Saya kadang belum membandingkan dengan buku lain, demikian juga pendapat tokoh. Mudah-mudahan lain kali bisa memakainya, dan tidak lupa.

Menurut mas-mas yang berasal dari Kebumen ini, manfaat meresensi buku di antaranya :
- Sebagai sarana promosi.
- Mengetahui kelebihan/keunggulan dan kelemahan sebuah buku.
- Sebagai bahan perbandingan dengan buku-buku lain yang memiliki tema sejenis.
- Mendapatkan reward dari penerbit, dan media yang memuatnya.

Mas Sam Edy berpesan; Jika mau mengirimkan resensi ke media cetak, pelajari terlebih dahulu model resensi yang sudah dimuat pada media tersebut. Setiap media mempunyai syarat dan ciri khas tersendiri. Bila perlu, bertanyalah pada teman yang sudah pernah dimuat tentang tata cara pengiriman, dan persyaratannya.

Satu lagi kata beliau, resensi buku yang sesuai momen juga disukai media. Misal ... pas hari ibu, Anda mengirimkan resensi buku yang ada hubungannya dengan ibu atau wanita. (yang terakhir ini contoh dari saya).

Itu tadi sedikit materi yang disampaikan oleh Mas Sam Edy Yuswanto. Saya introspeksi sungguh-sungguh dengan materi ini. Beliau juga bilang bahwa akan meresensi buku yang diinginkan, terutama bila ada sesuatu yang dapat diambil dari buku tersebut.

Introsepeksi 3.
Kadang saya kalau dapat buku baru maunya meresensi biar dimuat media, dapat honor, dan bisa beli buku baru lainnya. Ih, jadi gimana ini, ya? Mulai menata ulang niat, tanpa tendensi dari pihak mana pun.

Apalagi setelah sesi berakhir, saya sempat sharing dengan seorang taman tentang kadar kritik dan bagaimana kita meresensi. Beliau bilang kurang lebih begini, "Apa tujuan meresensi? Apakah sekedar iklan, atau memang mau mengatakan hal yang sebenarnya? Kita mau meresensi untuk menunjukkan kekurangan dan kelebihan buku pada calon pembaca. Bila kita meresensi sebatas pujian, iklan, materi, ya di sini tidak bisa berkata kualitas. Kita berani menolak untuk meresensi sebuah buku karena alasan logis dan itu menjadi prinsip, maka kita semakin berkualitas."

Keputusan terakhir tetap di tangan masing-masing, apakah meresensi untuk mendapatkan sesuatu, bicara fakta atau alasan lain. Apapun pilihan Anda, saya sebatas mengucapkan, Selamat menulis.

 








Comments

  1. Wah, bermanfaat sekali Mbak Kayla. Point yang membandingkan dengan buku dengan jenis tema yang sama, belum pernah aku lakukan. Dan masalah kritik juga masih sedikit. Lebih ke promosi buku.

    Harus belajar lagi. Setuju setiap koran memang memiliki gaya resensi sendiri-sendiri. Dan aku masih berusaha mendalami. ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh, senasib dalam hal membandingkan dengan buku, tema, serta ngiklan. Saya pun tertampar bertubi-tubi, dan hanya bisa diam menikmati materi ini.

      Delete
  2. Ini bisa digunakan sebagai bahaan renungan dan perbaikaan diri dalam menulis resensi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bila bukunya touch banget, pokoknya bikin kita kebayang terus mirip si dia. Bisa jadi ngiklan dalam meresensi adalah sah. Soalnya puas, bagus, ayik, unik, dll. Hehe.

      Delete
    2. Iya, Mbak. bener banget. hehhh.

      Delete
  3. Makasih banyak ilmunya, mb Kayla.

    ReplyDelete
  4. Saya suka yang terakhirrr. Apalagi gak masuk dalam sembarang meresensi buku. Kalo gak suka ma bukunya dan gak mau nyakiti penulisnya, lebih baik gak resendi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Atau mungkin tetap bisa meresensi, mengkritik, dengan kalimat manis, dan maksud tetap tersampaikan. Ih, belepotan saya ngomong.

      Delete
  5. resensi itu berarti seperti review produk gitu ya mbak?

    ReplyDelete
  6. oiya sekadar menambah note: sebenarnya definisi resensi nggak saklek kok. Artinya, banyak banget media yang nggak memusingkan definisi. Resensi yang benar2 resensi biasanya hanya dimuat Kompas, Jawa Pos, atau media2 besar grin emotikon jadi, santai saja. Nggak harus terbebani ketika nulis resensi, kalau memang dalam buku tsb lebih banyak manfaatnya, diresensi saja, kritik membangunnya ya sekadarnya saja. (Sam Edy Yuswanto).

    ReplyDelete
  7. saya belum pernah resensi/review buku nih mbak...pengin sih sekali-kali, tapi kalau lagi belajar reviewnya yang bagus-bagus aja kali ya mbak... :)

    kalau mau review itu temanya tertentu atau sembarang ya mbak..?

    * tulisan mbak Kayla ini bagus buat patokan resensi nanti hehehe... *In shaa Allah... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bebas, mau mereview buku apa saja, Mbak. Tema juga tidak ditentukan, hanya jika tematik setiap bulannya ada kemungkinan disukai media.

      Semoga sukses.

      Delete
  8. Kalau di Malaysia majlis review buku adalah satu cara untuk membuat promosi..

    Jumpa lagi dan salam singgah dari penulis blog Hero Borneo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berarti kadar ngiklannya tinggi, ya, Pakcik Hanafi Abdullah?

      Salam takzim.

      Delete
  9. Pengen sekali-sekali nulis resensi tapi tangan ini kaku bget buat nulis jadinya tulisannua agak ngk menarik,mungkin krn saya terlalu terpaku pada aturan yg pernah saya dpt dibangku sekolah... jadinya bingung resensi yg benar dan tsah itu seperti apa.. hehe..

    Dulu salah seorang dosen saya menuliskan resensinya di salah satu media lokal,dan ternyata tanpa sepengetahuan si penulis ternyata hasil resensinya dikritik habis-habisan bahkan sampe berdarah darah lontaran kritikannya #hadeh lebay deh.
    Yg mengkritik adalah seorang dosen juga tp dr luar daerah saat di forum bahasa yg diadakan oleh media cetak tsbt. Hhe semenjak dr situ sy yg pengen ngeresensi jd ciut krn blm benar2 paham aturannya....:-D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dicoba aja, Mbak. Kalau enggak mulai-mulai, enggak bakalan tahu bagaimana hasilnya? Pasang muka tembok untuk tahu respon orang lain, yang penting hatinya dibuka buat menerima masukan. Ih, maaf, jadi sotoy.

      Delete
  10. belajar resnesi jadi inget pelajaran bahasa indonesia. Dan resensi itu emang gak bisa asal2an, wah bermanfaat banget nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, mendingan bisa inget pelajaran. Saya malah lupa, hihi. Alhamdulillah bila bermanfaat.

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara