Selalu Ada yang Istimewa dari Anak Kita

Maisan saat di kelas. "Yang senang, ya ... ."
Banyak yang mengatakan bahwa setiap anak terlahir istimewa. Namun, pada saat menemui keistimewaan yang berbeda itu kadang lupa, sehingga tanpa disadari menuntut, baik secara langsung atau tidak langsung terhadap anak agar minimal sama dengan temannya. Sukur-sukur bisa lebih.


Agaknya ini juga menimpa saya. Ketika teman-teman Maisan (Anak saya, 4 tahun lebih) sudah bisa luwes menulis, dia masih kaku. Saya menyadari bahwa stimulasi motorik halusnya yang belum maksimal. Alasan Ibu Rumah Tangga penuh waktu masih kuat mendominasi. 

Apalagi saat teman-temannya membawa pulang PR. Dan anak saya malah enggak dikasihtahu kalau wajib bawa buku tulis sendiri. Hmm, maklum, saya kalau sama anak pas menurunkannya di depan pintu gerbang sekolah selalu berpesan, "Yang senang di sekolahan, ya?" jadi agak panik mengetahui hal itu. Iri menjadi kata yang cucok untuk menggambarkannya.

Sangat ingin

Agar Maisan bisa luwes menulis, pun menggarap PR.

Tapi apa yang terjadi?

Pertama, ketika saya mengikuti Workshop Kepenulisan Buku Anak. Mbak Miftahul Jannah yang seorang psikolog malah bilang, "Enggak usah dimintain PR. Pada waktunya nanti anak-anak bisa melakukan calistung (membaca-menulis-berhitung) dan tidak butuh waktu lama bila diajari. Anak seusia Maisan itu sebaiknya masih enjoy. Tidak perlu banyak tekanan dan tuntutan padanya.

Saya pun melongo bersama istighfar dalam hati.

Ternyata ada yang lebih parah daripada saya. Seorang mahasiswi psikologi juga bercerita, bahwa dia dititipi anak satu tahun (real satu tahun) dan ibunya meminta agar diajari membaca. OMG. 

Bukan karena pada usia tersebut adalah masa emas, sehingga kita begitu semena-mena menginginkan kemampuan kognitif (otak) anak melejit. Yang terjadi (masih menurut Mbak Miftahul Jannah) adalah anak-anak yang pada usia SD nanti justru sangat sulit diatur. Pada waktunya belajar, mereka yang ditekan sejak balita untuk wajib bisa calistung akan berulah, ogah-ogahan dan memberontak. Keadaan yang demikian sering disebut Hactic.

Kembali ke masalah anak saya
Di awal-awal, saya ikut membawakan padanya buku tulis dan minta PR. Saat di rumah, Maisan murung bila diminta mengerjakannya. Karena merasa janggal, saya pun searching di google. Usia berapa sih anak enjoy diajari menulis.

Jawabannya adalah ...

Sebaiknya les calistung diberikan pada anak usia 6-7 tahun. Terus, anak usia sebelumnya ngapain saja? Bisa klik ini untuk membaca ulasan lebih lanjut.

Setelah itu, saya membawa perenungan dalam do'a-do'a usai salat. Alangkah bodohnya saya yang menginginkan Maisan bisa ikutan seperti teman-temannya. Sejak itu, Maisan saya sarankan satu hal saat di sekolah. 

"Yang senang, ya ... ."

Ternyata ini lebih membuatnya bahagia. Dia bercerita dengan detail, walau kadang lompat-lompat tentang teman-temannya. Juga apa yang baru saja dialami di sekolah. 

Dan saya pun mengamati kalau anak sulung saya itu beberapa kali membantu adiknya memakaikan sepatu. Ya, walaupun pada kesempatan lain suara mereka yang berebut sesuatu lebih ramai dari pasar pagi. Kecerdasan ini lebih menentramkan.

Mudah-mudahan menjadi anak yang Qurrota A'yun. Tak hanya menyejukkan pandangan mata, namun juga hati.

Comments

  1. aahhh iya mbaa... kasihan kalau kecil2 sudah dipaksa belajar, biarkan ia bermain saat usia balita, jangan dipaksa 'harus' bisa calistung

    ReplyDelete
  2. Harusnya memang begitu ya, Mba.. Tapi sekarang mungkin lagi hangat2nya ya Mba usia prasekolah sdah diajarkan calistung. Tetangga saya ada yang usianya baru 5 tahun sdah diles-kan calistung oleh orgtuanya seminggu 3x.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau membaca masih mending. Nulis sama berhitungnya itu bikin kasihan. Saya melihat, anak TK usia 5/6 tahun sudah diberi tugas penjumlahan 3 angka. Waduh.

      Delete
  3. Semua anak istimewa. Sedih kalau lihat penelantaran anak.

    ReplyDelete
  4. Iya. Kesedihan yang tak ingin menimpa anak-cucu kita.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara