Menghadiri Pernikahan Mantan

Aku masih diam ketika dia menawarkan kami untuk diskusi. Kata diskusi sengaja kupilih, karena sebelumnya aku begitu memendam kecewa pada laki-laki berkulit bersih, hidung mancung, dan rambut lurus itu.

"Apa kau belum memaafkanku?"

Kukilatkan visual menuju dua korneanya. Sudah tak ada api, atau kelebat rindu membahas sesuatu yang ringan. Di antara kita. Adanya seraut serius penuh sesal terlukis datar. Aku mengasyikkan diri dengan mengembalikan buku-buku dari meja peminjaman, ke rak-rak yang menghalangi kami.

"Saat ini. Tolong maafkan aku. Apa kau masih marah?"

Dia berbalik arah. Menerobos lorong rak yang mulai terlihat longgar. Aku tak mengerti, sepenting apa berita yang dibawa. Makian yang kemarin meluncur itu bukanlah sebuah canda. Itu amarah yang meluncur pada tempat tak seharusnya. Aturan, dia marah pada Laras--pacarnya. Kenapa jadi kasar padaku?

"Aku mau menikah."

Sebuah buku bercover merah dengan ilustrasi wanita bergaun pengantin jatuh dari dekapan. Kenapa juga harus buku itu yang jatuh? Kalimat yang diucapkan Prama dan buku yang tergeletak sama-sama menghentak.

"Dengan Laras?" tanyaku tak yakin.

Akhirnya persedian dan otot mengalah untuk mau duduk. Dia menarik kursi baca dan membiarkan aku duduk beberapa saat. Aku tak sempat khawatir jika beberapa siswa yang pinjam, atau mengembalikan buku akan menaruh tanya, apa yang kami lakukan. Sempat ada beberapa guru yang melongok lewat jendela dan meledek. Ah, mereka pasti tahu ada diskusi di antara kami. Setidaknya karena Prama adalah bagian dari mereka.

"Bukan. Aku menikah dengan wanita lain."

Kutahan gemuruh yang tiba-tiba meletup. Ada gubahan lagu yang entah berjudul apa menyapa detak jantung. Aku baru sadar. Kebiasaan Prama curhat tentang Laras, atau wanita-wanita lain telah sengaja kutanam tanpa terawat. Sebagai bibit yang layu saat matahari berpindah pijar.

"Lalu?"

"Tolong maafkan aku. Kemarin aku bicara begitu karena pikiran kacau dan Laras terus menuntut agar aku menikahinya. Aku bingung."

Benar saja. Baiklah, di antara wanita yang diceritakannya. Mungkin aku lah yang mengerti dia. Dan ini jebakan yang kubuat sendiri. Terperangkap dalam tebak yang belum tentu benar.

"Aku ingin, kau merestui pernikahan kami."

Kulihat rona menghiba beberapa saat. Lima detik, aku merasa menjadi ibu, atau bahkan neneknya sehingga pantas untuk dimintai restu.

Jadi?

Otakku menari bersama alunan Caravansary-nya Kitaro. Memilah satu per satu kenangan bersama Prama. Sejak dari awal dia menjadi pengunjung, peminjam, dan seorang yang begitu bebas menumpahkan cerita tanpa rasa malu.

Well

Oke. Aku adalah wanita kuat. Sebelum kelebat sesal memahat ingat. Kuputuskan mengucapkan kata-kata yang sangat heroik.

"Aku ikut bahagia jika kau akan menikah. Jaga dia jangan sampai seperti Laras, pun wanita lain yang kau tiga, pun empatkan."

Prama tersenyum. Aku tahu ada yang ingin ditanyakan dari caranya mengatur napas. Tapi, aku menghentikan dengan menanyakan hal lain terlebih dahulu.

"Kau bagaimana? Kapan akan menikah?"

"September tahun depan."

Tidak! Kenapa aku menjawab dengan sebuah kebohongan. Yang sebenarnya terjadi aku masih lah begitu menikmati pekerjaan, olah raga, dan aktivitas dunia ini. Aku belum 100 % memikirkan kapan menikah. Kadang ingin, bahkan sangat. Kadang malah ogah.


Pernikahan Prama pun berlangsung. Aku datang dengan seorang kepala sekolah dan tiga teman kantor. Sebelum berangkat, ada pertanyaan yang bernada meledek, "Berani, Bu datang ke pernikahan mantan?"

Aku tersenyum menyimpan jawab. Dan mereka tidak pernah tahu bahwa di antara kami tidak pernah terjadi ikatan pacaran. Mungkin kami telah bermaksiat, namun masing-masing menahan serta menjaga dalam gelora yang diredam masing-masing. Entah.

Mantan?

Bisa jadi memang dia mantan seorang yang pernah menemani menata buku-buku. Membicarakan masa depan. Atau mungkin mantan yang hampir saja menjadi harapan.

Aku sukses menghadiri pernikahannya. Wanita cantik nan lembut bersanding anggun dengan Prama. Kuharap, dia menjadi teman yang baik. Demikian juga Prama, menjadi suami yang baik pun bertanggungjawab.


Dan
Aku menikah persis pada bulan yang kulontarkan sebagai jawaban untuk Prama saat terakhir kami bertemu, sebelum menikah. Sebuah jawaban yang ternyata diaminkan Sang Maha Rahman.

Yang jelas : “Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik. Wanita yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik." (QS: An-Nur:26)

Kisah nyata yang difiksikan
Sebaiknya tidak usah bertanya apa yang dilakukan Prama saat pacaran dengan Laras, memang sengaja dirahasiakan. And ... jangan tanya aku itu siapa. 


Comments

  1. Kalau dilarang malah makin penasaran Mbak Kayla. Nyengir. Tapi biarlah itu kusimpan untuk pemahaman yang kudapat dari cerita ini. Karena jodoh mati itu sudah ketetapan-Nya ^_^

    ReplyDelete
  2. Hahahaha. Penjabarannya nanti jadi masuk teori show don't tell. Jadinya pangkas-pangkas-pangkas. Makasih atensinya, ya ...

    ReplyDelete
  3. menghadiri pernikahan mantan perlu kekuatan apalagi kitanya belum menikah... :)

    ReplyDelete
  4. Apakah sama dengan pernikahan yang dihadiri mantan? Gado-gado, nano-nano atau campur aduk? he he he tidak perlu bertanya siapa yang menikah dan siapa yang mantan ya!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biasa saja kali, ya? Enggak tahu juga ding. Yupz.

      Delete
  5. Mas Agus. Hwaaa. Baru baca komen. Maaf setahun kelewat. Iya typo itu. Makasiih.

    ReplyDelete
  6. postingan setahun lalu ternyata. kenapa saya baca dua postingan yang terbitnya setahun yang lalu? haha...ketinggalan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe. Enggak apa-apa, Mbaaak. Masih relevan kok. :)

      Delete
  7. Ehm. Sy pernah dtg ke nikahan mantan. (Sy sebut mantan ttp kami tdk prrnah punya secuilpun komitmen. Hnya rasa yg tersekap.dlm diam ceilee hihi)
    Sy dtg bareng suami, tp tetep sj sikap kami berasa kaku. Hihihi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada dialog hati ya, Mbaaak? Hehe. Dag-dig seeer.

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara