Tidak Semua Huruf (A) Bisa diganti (O)

DokPrib

Ceritanya nih, saya sedang kangen dengan kampung halaman. Halaman di kampung juga. Desa bagian barat Kota Cilacap. Namanya Kawunganten. Orang daerah sana terkenal sebagai ngapakers, alias orang-orang yang berbicara dengan logat ngapak. 


Satu di antara ciri-cirinya adalah membaca huruf terakhir setiap kalimat yang diakhiri huruf (K) dengan melafalkannya. Misal Titik ya di baca Titik. Beda dengan orang Timur (bukan Timur Tengah, ya). Yogya misalnya. Kalau mereka membaca tulisan Titik, maka melafalkannya hanya Titi. 

Orang ngapak biasa melafalkan (A) dengan (A). Dan orang timur biasanya mengucapkannya menjadi (O). Contoh kongkritnya adalah ketika di mulut ngapakers bicara, "Aja" maka orang timur akan mengucapkannya menjadi, "Ojo"

Hal itu membuat saya semakin rindu dengan kampung halaman. Kenapa? Apa hubungannya?

Izinkan saya cerita sebentar. Emangnya dari tadi ngapain? Hehe.

Dulu, saya, dan adik-adik biasanya berlomba banyak-banyakan mengucapkan kata dalam bahasa ngapak menjadi logat timur.

"Apa?"

"Opo!"

"Ana?"

"Ono!"

"Kana?"

"Kono!"

Dan sekarang tolong Anda jawab dalam hati. 

Jika ... "Kentang?"

Serius nih jawab, "Kentong?"

Enggak mungkin banget kan menjadi kentong? Karena antara kentang dan kentong berbeda bentuk.

Oke, lanjuut.

"Dawa?"

"Dowo!"

"Celana?"

"Celono!"

Bagian Anda jawab nih ...

"Terang?"

"Terong!?"

Serius? Antara terang dan terong sudah nyeberang samudera Hindia maksudnya.

Nah. Bukan bermaksud mengolok-olok. Kami biasa tertawa dengan hal ini. Dalam hati sebenarnya bersyukur karena keragaman bahasa berarti sebenarnya kaya akan kata. 

Dan saya? Kembali kangen dengan kampung halaman. Ngelirik kalender, kapan bisa ke sana?

Pesan moralnya adalah ...
1. Tidak semua huruf (A) bisa diganti menjadi (O).
2. Ngapak atau enggak, Allah melihat hati, bukan bahasa kita. Eaaa. Sudah. Itu saja.
Lalu?

Apa hubungannya foto sama tulisan? Ya, biar menarik saja. Maaf, ya ...


Comments

  1. Hihi, saya punya temen ngapak mbak. Walaupun sama-sama orang jawa tapi kalau ngobrol sama dia jadi lucu karena hurufnya sering diganti :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi malu. Saya sudah lumayan lama di Jogja, ngomong masih juga logat ngapak walaupun sudah berusaha mengikuti logat sini. Ampuuun dah.

      Delete
  2. Dulu ketuker bahasa jawanya, terlihat dan celana.

    Keto
    Kato

    Bener ga?

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara