Tak Terbaca

SiteMap25

Aku masih memakai seragam pramuka. Kepala berdenyut, perut seperti ada di atas gelombang laut. Padahal, hanya satu jam naik bus, rasa sudah kepingin mampus. Ah, ya. Bisa saja karena jalan yang dilewati tadi lebih kasar dari sisa bebatuan erupsi Merapi.

Setelah perjalanan yang menjenuhkan dari Kos-kosan ke rumah. Akhirnya bau tanah kelahiran tercium juga.

"Lamlekooom!"

Nah, kan. Ucapan salam enggak beraturan. Wajah bapak entah bertambah berapa kali lipat kerutan. Mamak masih memeras rebusan kangkung untuk membuat pecel. Hmm ... aroma khas uap rebusan lumayan membuat perutku nyaman. 

"Mbak! Pinjam tasnya dong," pinta Urwa adikku yang masih SD. 

Tak perlu menunggu, dia langsung main sambar, buka rinsleting, dan menjarah semua isi bagian tas. Ada pulpen model baru, langsung ceklik ... coret-coret-coret. Buku tulis yang baru ada isinya separuh ... buka-buka-buka. 

"Mbak, ini apa?"

"Pokoknya entar balikin semua benda-benda ke tempatnya."

Aku melemparkan badan ke atas tempat tidur. Baru saja mata mau memejam ...

"Ha-ha-ha! Ada surat cinta!"

O-My-God 

Aku lupa, tadi pagi pas mau berangkat sekolah ada yang ngasih surat. Kalau enggak salah adiknya Kak Makhrus. Ya ampuun. Jangan-jangan itu surat dari Kak Makhrus?
"Urwa! Kasih ke Kakak, enggak?"

"Pecah Kaca ... Pecah Gelas, Habis Baca Harap dibalas. Ha-ha-ha."

Urwa seolah sengaja menertawakan surat itu. Dan dia siap membaca dengan keras isinya. Selain pantun absurd tadi pastinya. Aku segera merebutnya. Baru saja tangan mau membuka lipatan kertas putih, bapak mendekat.

"Coba sini, Bapak mau lihat. Ada apa rame amat?"

Oops! Gawat deh. Duh ... jangan-jangan isinya?

Bapak membuka dan membaca isinya. Beliau menatapku dalam, sedalam Samudera Hindia-Belanda. Aku masih menebak, apa isi tulisan Kak Makhrus. 

"Kamu pacaran?"

"Eng-enggak, Pak. Sungguh."

"Lah ini apa? Coba baca."

Mendadak, menu pecel yang sudah disiapka mamak jadi tidak menggugah selera. Pikiran ini mencari cara agar menyusun aksara ... minimal bapak tidak menyangka yang bukan-bukan. 

clymervire.org

Kak Makhrus adalah penduduk asli di kota tempat saya sekolah. Kos-kosan tempat tinggal saya ada di samping rumahnya. Setiap pagi, dia melihat saya dari jendela kamar. Dalm hati ini enggak ada perasaan apa-apa. La kok tahu-tahu dapat surat isinya ungkapan perasaan.  Kaget.

Waktu itu saya kelas 2 SMP, dan Kak Makhrus sudah kelas 3. Hahaha.

Malu lah. Wong tahun 1994 ... anak gadis masih belum seberani anak zaman sekarang. Cieee. Maaf deh, surat yang dititipkan tak terbaca langsung begitu diterima. Jadi deh  heboh penghuni rumah. 

Itulah kisah absurd masa remaja saya pemirsa. Apakan punya kisah yang lebih absurd? Share, yuk ...

Kisah nyata dengan nama tokoh difiksikan

Comments

  1. hallo mbak salam kenal semoga sillaturahimnya tidak berbatas giveaway aja :)

    makasih banyak ya mbak sudah ikut meramaikan, jangan lupa cek ulang kelengkapan syaratnya

    ReplyDelete
  2. Aamiin. Harapan yang manis, mudah-mudahan berkah, ya ...

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara