Menyikapi Pertanyaan, "Kapan Nikah?"

Sumber

Rasanya dada ingin mengeluarkan panah-panah beracun tepat di ulu hati seseorang. Dia bertanya tanpa rasa bedosa tentang kapan kita akan menikah? Kadang kita langsung menghunjamkan jawab yang membuat keadaan bertambah panas, "Kapan-kapan lah. Emang urusan situ apa?" Hingga tak jarang dari dua kata pertanyaan yang mengawali bicara, berubah menjadi perseteruan sengit antara dua manusia, bahkan lebih.

Sebagai orang yang baru melakukan sunnah Nabi tersebut pada usia 29 tahun, saya pernah ... sering mendapatkan pertanyaan itu. Proses menanggapinya dapat saya rekam saat ini. Pertama mendapat pertanyaan, usia saya masih 21 tahun. Seorang pelatih karate saya meledek, "Kamu gimana mau nikah? Pacar aja enggak punya!" Duh saya pun salah tingkah. Beberapa teman yang melakukan pemanasan di tempat latihan memang bersama pasangan mereka. Entah itu calon pacar, pacar, atau suami-istri. Saya menyabet juara sebagai jomblowati sorang (memang saya tulis tanpa E) diri. Aih.


"Sekarang belum lah, Senpai. Mauku sih kalau umur 23 tahun. Kan masih seger. Banyak hal yang bisa dikerjakan," jawab saya sambil peregangan.

"Kalau umur segitu belum laku?"

Haah? Jadi pertanyaannya lanjut nih? Ada juga sih rasa dalam hati, kenapa ini pelatih saya kok mau tahu urusan orang sih. Tak bilangin istrinya lho nanti! Ancaman saya ini hanya bergumul di dada. Tidak berani lah saya menyemprot seorang senior hanya karena ditanya tentang Merit.

"Pas 25 tahun, Senpai," jawab saya tidak panjang.

Keringat sudah mulai menetes, tapi pelatih saya kok lama juga enggak pindah-pindah tempat. Huh! Rasanya kepingin mencari cara, bagaimana agar pembicaraan berubah haluan.

"La kalau 25 tahun belum juga nikah?"

A-lamaak. Ini masih kurang diskusinya?

"Ya 27 tahun. Lah Senpai napa sih enggak do'ain aku aja biar lekas mapan karirnya, lekas dapat jodoh, lekas jadi yang terbaik."

Ha-ha-ha. Akhirnya asap mengepul juga dari ubun-ubun saya. Kayaknya sih. Pelatih saya terbahak. Dan setelah itu susul-menyusul pertanyaan serupa dari orang berbeda, hingga usia saya 29 tahun. Kalau mau dikalkulasi, selama 8 tahun saya menghadapi satu jenis pertanyaan. Apa saja yang saya lakukan untuk menyikapi pertanyaan dalam tempo waktu tersebut?

  • Tersenyum. 
Lawan gejolak emosi dalam dada dengan senyum dulu sebelum menjawab pertanyaan. Setidaknya kita mengirimkan sinyal baik pada penanya, juga diri sendiri tentang pertanyaan yang dia ajukan.
  
  • Menjawab dengan tenang.
Jika kita terpancing emosi, lawan bicara akan semakin yakin bahwa kita sedang frustasi. Bagi sebagian hater ini semakin membuatnya bersemangat. Orang-orang yang terlalu mau tahu urusan kita itu beda dengan yang peduli. Yang pertama cenderung kurang kerjaan sedangkan yang kedua melakukan tindakan yang mendukung agar kita jauh lebih baik dari kondisi saat ini.
  • Berikan pertanyaan balik.
 Bercandalah dengan membuat pertanyaan balik. "Kira-kira kapan, ya?" atau, "gimana? Apa mau bantu nyariin?" 

Suasana yang kita bangun akan mempengaruhi hati, jadi jangan biarkan (kecuali alpa) seorang pun mengoyak keteguhan jiwa kita ... masa iya ada orang yang mau ngaku dia tahu siapa, kapan, di mana kita bakal berjodoh?

  • Minta saran.
Setelah kita bisa membuat suasana jadi santai. Kita lah yang mengendalikan hati sendiri. Ajak orang tersebut diskusi sekalian. Minta saran-sarannya, bagaimana dulu mereka pas belum nikah. Biasanya yang suka tanya begini kan orang-orang yang sudah nikah. Kalau yang tanya teman satu jenis, ya buat diskusi yang rileks. Kalau lawan jenis yang belum nikah. Udaah tantangin aja kalau dia mau, ya ayuk nikah. Hehe.


  • Pelajari karakter orang.

Dengan mendapat pertanyaan itu, apalagi secara langsung. Kita bisa mempelajari banyak karakter orang.  Ini bonus dan bekal hidup yang berharga bagi saya. Ilmu gratis lah istilah yang saya buat.

  • Lakukan yang Terbaik.

Setelah menerima pertanyaan itu, lakukan yang sedang ditekuni dengan baik. Entah pekerjaan atau bidang lain. Hasil yang maksimal tidak akan didapat dengan menyeret pertanyaan itu sampai ke mana-mana. Jika sampai susah tidur sebab memikirkan jodoh, ya wajar. Namun Dia pun memberikan ruang pada kita untuk meminta dalam do'a. Memberi tempat kita untuk bersandar. Siapa yang sangsi akan kekuatan-Nya?

Itu sekelumit tips yang dapat saya tulis. Jika ada tips lain yang oke punya. Mari diskusi di kolom komentar ...


Comments

  1. Saya dulu pengennya nikah umur 25...eh malah nikah di umur 21. masih kinyis2 bau kencur...haha

    ReplyDelete
  2. Wah, nanti kalau sudah pada besar putra-putrinya, ibu yang nikah muda terlihat awet muda. :)

    ReplyDelete
  3. Lebih lengkapnya lagi silakan baca buku saya: Jomblo Jatuh Tempo! *lha malah promosi buku, maap.. :D

    ReplyDelete
  4. Mudah-mudahan bisa beli. Masih ngincar yang writerpreneur dulu, Pak Dwi ... Mudah-mudahan terlaksana. :)

    ReplyDelete
  5. Jawab aja, "situ kapan kawin lagi?" Hehehe.. Pertanyaan paling gak penting sedunia, dan gak ada bahan omongan lain lagi..


    Http://beautyasti1.blogspot.com

    ReplyDelete
  6. Hihihi. Mau praktek kok takut dilempar bakiak, Mbak Asti ...

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara