Gara-Gara Terlambat Salat


 wallpaper
Semua kegiatan jika diawali dengan kata terlambat pasti ada konsekuensinya. Ini yang saya pegang. Tapi, namanya manusia, saya mempunyai stok alasan yang hanya dapat didengar telinga dalam hati. Kan, beralasannya bicara sendiri bukan pakai toa.

Bagaimana dengan keterlambatan salat?


Kemarin sore, saya asyik mengetik, membuka beberapa situs dan mengikuti quiz. Seperti hari Selasa lain, Selasa kemarin (11 Agustus 2015), saya juga ada jadwal berbagi dengan anak-anak panti. Sedikit berbagi ilmu tepatnya. Setiap Selasa sore jam 17.00 s.d selesai (sering banget selesainya saat adzan berkumandang).

Jam hijau yang mulai pudar sudah menyapa netra. Jarum panjang dan pendek berpelukan di angka empat. Ah entar aja salatnya. Masih ada waktu setengah jam lebih. Begitu dalih hati sambil tetap asyik di depan laptop. Dua anak saya sudah mandi sejak jam 15-an. Rasa tenang, tepatnya ditenang-tenangkan kian bertambah. Apalagi FB sedang berbalas komentar dengan teman. Aih, Seru banget nih.

Suami tentu saja belum pulang. Menurut informasi darinya, ada bakti sosial mumpung ada anak/mahasiswa praktek. Dzig. Saya makin anteng dengan koneksi dunia maya. Beberapa anak terlihat mulai datang ke masjid. Kegiatan biasanya dilakukan di masjid panti. Untuk ke sana, wajib melewati tempat tinggal kami, tidak ada jalan alternatif.

Masih jam lima kurang seperempat. Tapi ... ya udah, tutup aja deh laptopnya. Aku belum mandi. Dan ... belum salat. Akhirnya saya berdiri dari kursi yang mulai panas akibat terlalu lama diduduki. Suara anak-anak makin terdengar riuh. Waduh, jangan-jangan jam mereka dipercepat sekian menit!

Saya melakukan gerakan cepat, baik mandi atau pun salat. Sebelumnya, Maisan (anak pertama saya, 4 tahun) membawa garam sambil bilang, "Mi, bikinin nasi goreng." Saya mengajukan janji, "Nanti saja ya?" Dia pun setuju. Sip dah saya langsung bisa salat. Pakai mukena dengan jurus kilat menyambar awan. Wuuz. Bacaan salat? Jangan ditanya. Super cepat, beradu dengan dag-dig-dugnya jantung ini.

Saat baru masuk raka'at kedua. Byan (anak kedua saya, 2 tahun) datang dengan langkah pelan. Dia berhenti beberapa detik di belakang saya, lalu jalan, dan berhenti lagi. Hati saya yang seharusnya fokus salat, jadi membuat tebakan, jangan-jangan ...

"Mi ... e-ek! Mi ...."

Kyaaa! Yang belum ditebak langsung dapat jawaban. Anak saya buang air besar sambil berdiri. Gerakan salat bertambah kilat. Alfatihahnya tanpa jeda. 

"Entar dulu, ya, Dik. Tungguin ummi."

Suara Maisan menenangkan Byan yang terus memanggil saya. 

Salat selesai. Segera mukena saya lipat ala kadarnya. Jam dinding menjulurkan jarum panjang di angka satu. Haduh! Kelewat lima menit nih. Byan saya angkat ke kamar mandi. Wirid dan zikir sesudah salat berhenti di istighfar. Itu pun bilangannya enggak mencapai seluruh jari tangan-kaki. 

Huh. Repot deh. Mana suami belum pulang lagi! Nah, kan? Saya malah nyalahin suami. Padahal nyata-nyata dari tadi asyik sendiri. Hati saya saling lempar alasan dan menyalahkan. Sampai akhirnya saya selesai membersihkan Byan dari kotoran, ke masjid dengan langkah terburu.

"Kak, nasi gorengnya entar aja, ya ... kalau ummi udah selesai ngaji sama embak-embak."

Maisan menyetujui usulan saya. 

Di masjid. Saya melihat jam dinding. Kelewat sepuluh menit. Penyesalan pun mengutuki diri. Andai saja pas adzan tadi langsung matiin laptop, langsung salat, langsung mandi ... andai saja ... bla-bla-bla. Fyuh.

Usai acara bersama anak panti asuhan. Suami sudah pulang. Dia membawa ikan gembung goreng. Alhamdulillah ada rezeki, jadi enggak bikin nasi goreng, Maisan dan Byan makan dengan Ikan saja lah. Anak berpipi chuby itu melahap nasi dan ikan gorengnya. Saat sudah selesai dia ingat lagi dengan nasi goreng pesanannya ... U-la-la. Jadi sudah makan masih kurang? Baik lah.

Tulisan ini hanya merekam beberapa hal yang terlihat rempong. Keadaan sebenarnya lebih naas. Jadi, ternyata selain dogma agama, terlambat salat juga punya konsekuensi untuk urusan dunia, enggak pakai besok-besok, tapi secara langsung.

Semoga tidak terulang lagi. 

***

"Aku(Abdullah bin Mas’ud) bertanya kepada Nabi Muhammad S.A.W: "Perbuatan apa yang paling dicintai oleh Allah?" Beliau pun menjawab: “Shalat tepat pada waktunya”. Ketika ditanyakan lagi tentang persoalan yang sama, beliau pun menjawab: “Berbuat baik kepada kedua orang-tua”. Dan ketika dilanjutkan lagi pertanyaannya dalam masalah yang sama, beliau pun menjawab: “Jihad di jalan Allah”."
(H.R Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad dan Ad-Darimi ,yang berasal dari ‘Abdullah bin Mas’ud - Al-Bukhari, dalam kitab Shahih al-Bukhari)
 

Comments