Oksigen Baru, Bersemangatlah!

Maisan dan adiknya--Byan

Hari ini, Senin 27 Juli 2015 memang menjadi hari pertama masuk sekolah. Beranda-beranda media sosial banyak menyajikan gambar-gambar buah hati pemilik akun yang akan, sedang, sudah sekolah. Sebenarnya, saya memiliki niat yang sama.
Hanya saja terlupa membawa kamera. Padahal, menuliskan cerita disertai dengan gambar akan menambah hidup jalinan aksara. Baiklah, besok saya tidak ingin melewatkannya.

Seperti orang lain, saya juga memiliki tujuan kenapa memasukkan anak saya pada usia empat tahun. Ada banyak juga yang bertanya, "Kenapa tidak home schooling saja sampai lima atau enam tahun?" Untuk menjawabnya, ijinkan saya menarik napas dan menata kosa kata terlebih dahulu. Selanjutnya, saya coba buat peta dalam pikiran yang akan tertulis sebagai berikut;

Tujuan saya bagi menjadi dua harapan :
1. Tujuan untuk diri sendiri
2. Tujuan untuk  anak saya
1. Bagi diri saya yang terbiasa hidup di panti asuhan, keluar dan bertemu orang-orang adalah oksigen baru. Di sana ada kekuatan yang dapat memperpanjang, pun melegakan napas. Pasalnya kebiasaan yang sudah menjadi karib saya selama di panti ini, setiap jam tujuh hingga 10 ya di dalam bangunan bertembok. Saya bicara dengan tokoh-tokoh sendiri bila menulis cerita, bersapa dengan pintu, jendela dan atap rumah. Bukan bermaksud mengeluh, tapi sedikit gambaran saja yang akan menggiring paradigma pada tujuan yang ingin saya dapatkan.

a. Saya ingin bersosialisasi dengan orangtua anak, guru, dan warga lingkungan sekitar sekolah.
Memangnya selama ini enggak? 
Selama ini saya bersosialisasi dengan ibu yang membantu masak di panti asuhan, pedagang di pasar (kalau pas belanja sayuran), dan anak-anak panti asuhan jika mereka sudah pulang sekolah. Bersama ibu yang membantu masak, tidak bertemu setiap hari, mungkin kalau dibuat kalkulasi sekitar 15 menit. Kalau saya dikejar deadline menulis, bisa dua hari baru bertemu. Kadang, dengan sengaja saja pergi ke dapur hanya karena ingin menyapanya.

Bagaimana dengan para pedagang yang di pasar?
Oh, ini tentu saja tidak setiap hari. Satu minggu sekitar dua kali, atau bahkan sekali. Tidak banyak yang dapat kami lakukan selain perbincangan ringan yang dibarengi dengan memilih dagangan yang dijualnya. Dalam kurun tiga tahunan, mereka mulai hapal saya, anak-anak dan suami. Beberapa ada yang kenal berasal dari mana, dan suaminya dari mana. Saya merasakan bertemu saudara jika berkesempatan kenal dengan orang-orang ngapak.

Kalau dengan anak-anak panti asuhan?
Saya hanya memiliki jadwal resmi satu kali pertemuan pada Selasa sore. Lainnya menggantikan suami jika dia kelelahan dan merasa tidak bisa mengisi jadwalnya. Bagi saya pribadi, bersitatap dengan 60-an anak lebih adalah hal yang menyenangkan, walau entah yang mana namanya siapa, pelan-pelan sekali memori merekamnya.

Dari semua aktivitas itu, saya merasa kurang. Tengoklah bila membandingkan diri saya sebelum menikah. Kadar berkurang dalam hal bersosialisasi tidak hanya 50%, tapi mencapai 90 %. Sisanya adalah oksigen yang saya dapatkan dengan waktu tak tentu. Saya tidak akan menuntut seaktif sebelum menikah, tapi, betapa hal ini mempengaruhi saya. Biasanya saya tenang, santai, dan bisa mengatur diri saat berhadapan dengan orang-orang, mendadak saya grogi. Takut tidak diterima, dan agak canggung. Saya merasa ini kemunduran, dan saya ingin memulihkan rasa yang sebelumnya pernah ada dengan mengantar anak ke sekolah, plus menunggunya.

b. Saya ingin membuka pikiran saya dengan melihat langsung aktivitas anak-anak. Dengan begini ada dukungan dan bahan cerita yang dapat saya tulis. Saya bisa memadukan masa kanak-kanak saya sedang masa anak-anak masa kini. Bila saya membaurkannya, mudah-mudahan ada kesegaran, baik dalam pikiran atau dalam narasi yang saya tulis.

Apakah selama ini saya merasa kurang inspirasi?
Alhamdulillah tidak. Satu-satunya yang kerap saya alami adalah rasa malas memulai mengeksekusi naskah, dan bila sudah menulis malah enggak dihentikan. Ini kurang seimbang, moody. Dan dengan bertemu orang-orang baru, pengalaman baru, saya berharap itu virus moody ikut menepi. Apa terbukti? Ya! Sangat. Buktinya saya mulai menuliskan ini sepulang mengatar Maisan (anak saya) ke sekolah.

2. Saya tahu Maisan dan adiknya belum akan membaca ini hingga waktunya tiba nanti.
Sedikit catatan ini hanya akan menuliskan tentang tujuan ummi menyekolahkanmu (sudah musyawarah dengan abi tentu saja). 

a. Bersosialisasi
Sepertinya hampir semua dari kita sepakat akan hal ini. Tanpa kecuali.
Maisan biasa ada di lingkungan anak-anak perempuan remaja. Dia jarang sekali bertemu dengan anak seusianya. Sebagai ibu, saya merasa kurang suka saat Maisan sibuk memperhatikan anak-anak panti memakai bedak. Saya semakin kurang sreg bila Maisan yang sedari bayi tidak terbiasa dibedakin mukanya, tiba-tiba minta pakai bedak. Dapat ditebak, dia memang baru melihat aktivitas itu dilakukan anak panti asuhan.

b. Mengenal lingkungan baru, bermain, bergantian main dengan teman.
Sebagai anak pertama, Maisan kerap memenangkan perebutan Mainan dengan adiknya. Saya akan membiarkan anak lain mendapatkan haknya bila Maisan mencoba mengusik mainannya tanpa permisi. Saya bisa menegurnya dan memberitahu, kenapa harus bergantian dengan yang lain. Kenapa harus minta ijin. Ini sisi positif tambahan yang dapat diajarkan untuk menunjang emosional intelegensinya. 

c. Mengenalkan pengetahuan tanpa memaksanya mendapatkan Anu dan Itu.
Usianya baru empat tahun. Di usia yang sama, saya masih bermain sepanjang hari, mengaji menjelang tidur, berebut karet dengan teman. Jadi, bila Maisan ke sekolah, saya tidak akan memberikan target yang aneh-aneh. Biarkan dia bereksplorasi, do'a dan arahan saya sebagai ibu juga guru-gurunya hanya untuk membantu. Bukan memaksa. 

Beginilah hari dengan embusan napas baru. Ummi harap oksigen-oksigen dapat menempati bilik jantung kalian dengan cukup. Memompa semangat, dan menuntun pada Fastabiqul Khoirot. Aamiin. 

Mereka telah terlelap saat saya selesai menuliskan ini. 




Comments