Menikmati Suasana Berbeda; Ke Alun-Alun Yogyakarta

Saya dengan kedua anak saya; Maisan dan Byan di Alun-Alun Selatan-Yogyakarta 
Bila bulan Ramadhan tiba, bagaimana menurut Anda suasana di panti asuhan?
Ini cerita saya yang hampir empat tahun tinggal di lingkungan panti asuhan. Begitu orang-orang sibuk dengan acara ngabuburit (yang menjalankan), saya menata hati. Siap-siap tetap di panti, jarang pergi, bahkan tidak pergi sama sekali dalam satu pekan.

Tahun-tahun sebelumnya, saya masih iri dengan kegiatan suami yang mengantar anak-anak ke lokasi undangan. Mereka menghadiri acara buka bersama ke tempat-tempat yang berbeda. Kenapa saya iri? Karena saya ditinggal sendiri, anak dan suami pergi bersama anak-anak panti. Lho? Kenapa enggak ikut? Ya-ya-ya. Sudah cukup, ada pengasuh lain yang ikut. Saya pilih tetap tinggal di tempat ini, masak, atau melakukan hal lain yang biasa dikerjakan Ibu Rumah Tangga.

Sore itu berbeda (Pertengahan Ramadhan)
Satu-satunya hari yang tidak ada undangan, pun tamu yang datang untuk buka bersama. Saya sih enggak kepikiran bakal pergi, atau buka puasadi luar. Sudah terbiasa menikmati sore hingga Maghrib sendiri. Tapi, suami saya yang bak mercon (karena suka mengejutkan) mengajak kami ke luar.

"Yuk kita jalan-jalan," ucapnya masih sambil mengurus kenarinya.

Saya masih melipat pakaian, kedua anak juga belum mandi. Padahal jarum pendek jam dinding sudah mengerling di angka empat. Tanpa banyak bicara, akan buang-buang energi, saya langsung menyiapkan anak-anak. Mandi, dan bersiap sendiri.

"Kita mau ke mana, Mi?" tanya Maisan--anak pertama saya. 

""Ke Alun-Alun."

Jawaban saya sebenarnya hanya celutuk. Suami mendengarnya dan sepertinya  merespon, "Iya. Oke."

Tidak butuh waktu lama untuk segera meluncur ke tempat itu. Maisan memakai atasan koko kaus warna putih dengan rompi kuningnya, sedangkan Byan memakai koko kaus dengan celana panjang  hitam. Saya sendiri terbiasa memakai gamis dan kerudung setelan. Praktis, bisa sambil jalan memakainya. Oops!

Bagi saya yang menikmati hari-hari sebagai istri rumahan, ke luar sebatas naik motor saja sudah seperti lepas beban. Jika boleh diumpamakan, saat ke luar saya membawa berkarung-karung batu beban, dan begitu melaju, batu-batu itu jatuh satu-persatu bersama embusan bayu. Ringan ... ringan ... dan bertambah ringan.

Suasana Ramadhan sore hari di Yogyakarta tidak akan habis ditulis dalam satu jam. Saya hanya mengambil beberapa gambaran saja. Banyak pedagang-pedagang di pinggir jalan, pembeli, kendaraan, dan pejalan kaki. Kesemuanya lebih ramai dibanding hari-hari biasa. Melajunya matahari ke arah barat seolah bersaing dengan bertambahnya keramaian. 

Hal sama juga terlihat begitu kami sampai di alun-alun selatan. Ah, ya. Saya sempat duduk sebentar dan melihat gedung Sasono Hinggil. Sedikit bercerita bahwa gedung putih dengan model bangunan zaman baheula itu memiliki kenangan tersendiri. Sepuluh tahun lebih yang lalu. Setiap minggu kedua, hari Minggu ada latihan karate bersama yang dinamakan dengan Komtek (Komisi Teknis). Latihan ini dilakukan untuk menyamakan konsep gerakan para karateka se-DIY, khususnya perguruan INKAI (Institut Karate-Do Indonesia). Waktu itu saya masih aktif latihan.

Kembali ke saya yang merasa sedang menyemai cinta sebelum senja. Saya pun berjalan menggandeng dua anak saya. Ke mana suami? Dia memegang kamera dan menjadi juru foto sesaat. Maisan dan adiknya minta beli air warna-warni (balon gelembung sabun). Dengan Rp. 5000 bisa mendapatkan satu gelas kecil (220 mili) air berwarna. Maisan mengambil warna biru, dan Byan mengambil warna ungu. Untuk ukuran yang lebih besar lagi dihargai Rp. 10.000.

Kenapa saya membeli yang kecil?
Soalnya anak-anak biasanya tidak bertahan lama saat main, mereka mudah bosan, dan ingin melakukan permainan lain (sedikit hemat atau pelit ya? Ah, bukan yang kedua lah ... ). 

Saat itu, kebetulan saya sedang tidak berpuasa. Saat adzan Maghrib berkumandang, kami menuju kios Mie Ayam-Bakso. Sekali-kali makan/berbuka dengan sembarangan ... :) . Setengah jam kemudian kami pulang. Suami mampir salat di masjid yang kami lewati di jalan menuju pulang.

Tidak ada yang mahal, tanpa planing. Terkadang ... hidup memang penuh kejutan. Sore itu saya merasa mendapatkannya. :) 

Comments