Kejutan di Pertengahan Ramadhan

Gambar Istimewa
Yang pakai ungu, keduanya Juara 1 dan 2
Kurang dari satu bulan lalu saya mendapatkan surat undangan dari panitia JRB (JEC Ramadhan Berbagi). Tepatnya saya menerima kertas-kertas itu dari suami saya. Berdasarkan tanggal surat yang ada, seharusnya surat itu sudah ada di tangan saya sejak sebulan sebelum saya terima. Kenapa saya menyinggung tanggal surat? Tahan sebentar, akan ada kelanjutannya.

Ada lomba cerpen yang ditawarkan oleh panitia JRB, dan hanya ada waktu satu minggu untuk mengeksekusi naskah. Subhanallah. Ini PR terberat saya, demikian pikiran yang berbicara. Sebagai orang yang sedang belajar menulis, saya tahu betul bahwa panitia tidak akan memberikan waktu begitu cepat untuk sebuah lomba cerpen. Oke, saya cek tanggal, dan hasilnya seperti opening tulisan ini. Lupakan! Sekarang waktunya berpikir bagaimana membakar semangat mereka, bukan mengeluh.

Saya memakai teknik premanisme. Lho, kok sadis?
Sabar, ini hanya istilah ekstrim yang saya buat sendiri. Mungkin terdengar negatif, tapi sebaiknya dicek kebenarannya. Sepakat?

Lanjut
Dulu waktu saya masih aktif latihan karate, pelatih saya sering bilang, "Kamu mau jadi juara? Kenapa mentalnya mirip mendoan dan kerupuk? Kalau mau menang, bangun dulu mentalmu!"

Dalam dunia olahraga, hal seperti itu sangat biasa. Bukan kekasaran, apalagi kejahatan. Yang saya dapatkan adalah ledakan yang luar biasa dalam dada ini. Apa? Mendoan? Kerupuk? Enak aja! Akan aku buktikan bahwa aku tak memiliki mental itu. Demikian protes saya. Berhari-hari saya diteror kalimat-kalimat pelatih. Saya mulai menambah frekwensi latihan, menonton youtube gerakan terbaik, membuat daftar jadwal latihan sendiri, disiplin ... lebih disiplin dari hari sebelumnya.

Kembali ke soal cerpen. Apa hubungannya dengan kisah saya?
Saya adopsi gaya pelatih saya. Tentu saja dengan bahasa yang lebih absurd. 

"Kalian sudah bersedia mengikuti seleksi. Jika nanti lolos, kalian harus target juara. Kenapa? Sia-sia dong ikut tanpa target? Siapkan satu target untuk ikut lomba ini yaitu target juara, tapi, siapkan dua mental untuk menerima hasilnya; mental menerima baik menang, atau pun belum. Siap?"

Dan Anda tahu apa hasilnya?
Mereka menyelesaikan naskah dalam 3 hari. Luar biasa. Saat membaca naskah mereka, mata saya berkaca-kaca, hati saya bergejolak, Ini naskah berpotensi menang.

Kenapa ini kejutan?
Di awal-awal saya meminta mereka mempresentasikan pengalaman dalam bidang cerpen, mereka menjawab belum pernah ikut lomba. Saya tanya, "Apa kalian tahu konsep 5W 1 H?" Alhamdulillah jawabnya, "Tahuu."

Saya pun bersemangat. 
"Oke, tulis sebuah cerpen, paling banyak 5 halaman dengan tema ini," sambil menunjuk proposal. "Dan berikan sentuhan warna lokal, buat setting daerah yang kamu pilih dengan makanan khas, dengan tokoh yang khas, dengan tema yang pas."

Nah, betapa absurdnya kalimat saya. Kalau dalam istilah Jawa Tengah, ucapan saya ini bikin kemampleg. Kemampleng adalah berhasrat menempeleng, sebab terlalu bergaya. 

Tiga cerpen saya loloskan, tiga cerpen lain saya ambil. Keenam cerpen itu saya simpan hingga hari membuat print out tiba. Saya bicarakan secara terbuka hasil penyeleksian pada mereka. Berharap tidak ada yang terluka, karena mereka belum terbiasa lomba.

Hasil dari itu semua kami terima dalam acara buka bersama seluruh panti asuhan islam di Yogyakarta; sekitar 14 panti asuhan. Dan hasilnya ...

Cek di sini

Siapa saya?
Saya hanya membantu mereka mendapatkan mental yang mungkin mereka miliki namun belum terkesplor dengan baik. Bakar! Bakar semangat mereka, dan nikmati prosesnya, anak-anak ... perjalanan ini masih panjang. Ini baru satu titik dari sketsa lukisan hidup yang  kalian buat.


Penulis; yang mendampingi suami dalam keseharian bersama anak-anak di panti asuhan
#Diary

Comments