We Are the Champion


Jumlah kata : 295 kata beserta judul

Aku memijit tengkuk. Suara yell-yell memenuhi gendang telinga. Botol-botol air mineral beradu berirama. Bait-bait perjuangan mengoyak mental lawan. Mungkin benar karena ini pertandingan karate di kandang sendiri.

Gedung ‘multi purpose’ UIN Sunan Kalijaga memang ber-AC, tapi kadar dinginnya tak juga membuat keringatku menguap. Bulir-bulir bak mutiara bening ini terus saja menetes. Aku ingat, dua belas tahun lalu masih bertanding di atas matras. Mengibarkan merah putih dengan mata yang bengkak, dada sesak. Lagu Indonesia Raya lantang menggugah mental-mental pejuang.

Di gedung ini pula aku sempat melihat Pramudya Aditama, seseorang yang telah melingkarkan cincin di jari manisku, namun menariknya kembali. Sebenarnya tidak begitu. Aku memelihatnya bersama atlet, wanita lain sedang melakukan hal tak pantas di tepi matras. Tepat saat aku memperagakan KATA atau mereka bilang peragaan jurus dalam bela diri tangan kosong.

Darahku mendidih. Aku memaksimalkan gebrakan dalam amarah dan ekpresi dan teman-teman menamai aksiku dengan ‘ketaton’ ada bahagia saat benderaku diangkat. Peluit mengakhiri pertandingan dan Skor 5 : 0 bermusik tepuk tangan.

Sekarang putraku Mahendrarega mengikat sabuk merahnya. Dia siap masuk ke tengah lapangan. Di bagian lawan yang mengenakan sabuk biru memiliki postur lebih pendek dari Mahendrarega. Seorang wanita membawakan handuk di belakangnya. Aku mendekat ke tepi matras. Seseorang menepuk pundakku. Mungkin memintaku bergeser karena menghalangi pandangannya.

“Permisi.”

Aku mengenali suara itu. Sangat mengenalnya!

“Kartika?”

“Pram?”

Sekarang anak kami yang berebut medali. Gemuruh puluhan purnama yang silam belum juga hilang. Tepatnya kembali timbul saat wajahnya menyembul. Aku hanya menatapnya. Laju pertandingan tak kuhiraukan.

“Pertandingan ini dimenangkan oleh ... Karateka Mahendrarega dari Indonesia!”

“Sebagai juara kedua karateka Hugo Budi Kartika dari Amerika.”

Aku tak akan bertanya, kenapa ada namaku di akhir nama anaknya. Tapi hari ini anakku telah membuktikan kualitas di atas matras.

“Selamat!”

Pram mengulurkan tangan. Aku menangkupkan tangan di dada.

“Terima kasih.”

Pram dan anaknya menyalami Mahenrarega.

Pondok Cahaya-Yk,22.03.2015

Naskah terbaik di kuis mingguan Grup Tarian Pena Anak Bangsa

Comments