Seluruh penghuni kerajaan kupu-kupu sibuk
mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba menari. Di tepi danau tampak Pucan
sedang murung. Daun teratai sudah menghiburnya namun kupu-kupu cantik itu tetap
bersedih.
“Apa yang membuatmu murung, Pucan?” tanya angin yang
sengaja berhenti karena melihat sahabatnya tidak riang seperti biasa.
“Oh Sepoi angin sahabatku sesungguhnya aku sedih karena
tidak bisa menari,” jawabnya parau.
“Satu minggu lagi ratu kupu-kupu mengadakan lomba,
hanya aku yang tidak ikut.” Sepoi mendengarkan cerita sahabatnya.
“Aku sedang mendapat tugas untuk menyejukkan petani
di sawah. Sebaiknya aku beri tahu kamu satu tarian untuk memanggilku. Aku akan
datang membantu kesulitanmu,” jelas Sepoi.
“Bagaimana caranya?” Pucan tersenyum, matanya
berbinar.
“Kepakkan sayapmu tiga kali, terbanglah tujuh
kepakan ke empat arah kemudian berusahalah terbang membumbung ke angkasa setinggi
kau mampu. Tapi ada syaratnya, tarian itu bisa kamu lakukan seminggu lagi.
Tolong jangan tanyakan apa alasanku.”
***
Persis seminggu para kupu-kupu beterbangan di atas
taman bunga istana kerajaan. Pucan terbang tanpa semangat.
“Pucan! Percuma kamu punya bulu cantik tapi tidak
bisa menari,” teriak seekor kupu-kupu sambil pemanasan. Pucan tertunduk, dia
yakin kalau dirinya hanya akan jadi penonton di hari perlombaan.
Ketika lomba dimulai, para juri dari pihak kerajaan
tidak bisa konsentrasi. Kupu-kupu penari pun gelisah, matahari begitu terik
menyengat, tidak ada angin berhembus. Pucan terbang ke atas bunga-bunga, semua
penglihatan kupu-kupu tertuju padanya, tatapan aneh mengikuti kepakan sayapnya.
“Ha-ha-ha. Kamu mau ikut lomba? Ambil nomor urut
dulu baru maa-juu.” Semua kupu-kupu peserta lomba menertawakannya. Pucan
memeragakan tarian yang diajarkan Sepoi. Ada hembusan segar setelah kupu-kupu
cantik itu berhenti.
“Ada apa kamu memanggilku, Pucan?” tanya Sepoi,
angin sahabatnya.
“Bisakah kamu berhembus menyertai perlombaan ini
hingga selesai? Kasihan sekali semua yang ada di sini kepanasan.” Angin sepoi
berhembus di taman bunga istana hingga selesai lomba. Para juri saling
berbisik, ada yang mengangguk sambil tersenyum, ada juga yang membentangkan
sayapnya sebagai tanda menikmati kesejukan.
Enam ekor kupu-kupu peserta lomba terbang mendekat
ke arah Pucan. Satu sama lain memberi isyarat untuk bicara pada kupu cantik
pemilik tarian ajaib.
“Maafkan kami, Pucan. Ternyata kau memiliki tarian
lebih hebat dari kami. Kau bisa memanggil angin.” Pucan pun mengangguk. Hari
itu menjadi hari paling bahagia bagi Pucan. Sesungguhnya setiap pribadi
memiliki keistimewaan. Janganlah mengolok-olok teman, bisa jadi dia lebih baik
dari pada kamu. -SEKIAN-
Ini satu di antara sembilan naskah audisi Komunitas Akademi Award 2014
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara