Resensi Buku; Jarak Cinta



Ketika Jarak Menguji Cinta



 
Judul Buku : Jarak Cinta (Chukyouri Ren’ Ai)
Penulis : Asih Wardhani, dkk.
Penerbit : Lovrinz Publishing House
Tahun Terbit : 2015
Halaman : xiii+214 halaman
ISBN : 978-602-71451-8-4
Harga : IDR 49.900

Kali ini saya sekalian promo buku antologi baru. Sah? Oke sah. Mungkin bagi teman-teman sekolah, kuliah atau kerja akan bertanya apa itu buku antologi? Lalu kenapa di cover itu bukan nama saya? Baiklah sedikit gambaran saja. Buku antologi merupakan kumpulan cerita yang ditulis oleh beberapa orang. Dalam buku berjudul Jarak Cinta (Chukyouri Ren’ Ai) ini kebetulan saya ikut menulis di dalamnya. Nama di cover depan adalah nama pemrakarsa buku tersebut.

Kisah dalam buku ini diangkat dari kisah nyata yang dialami penulis, teman atau nara sumber lain. Kisah-kisah dalam buku ini dikemas dalam bentuk cerpen dan puisi. Kali ini saya ambil dua kisah, satu kisah Bunda Asih Wardhani dan satunya kisahku sendiri. Kenapa musti kisah sendiri, ini merupakan kebetulan yang dapat diambil hikmahnya bagi yang membaca, Insya Allah.

Dalam kisah Bunda Asih yang berjudul Otosan, Itterasai (Selamat Jalan, Ayah), tokoh aku memiliki karakter tangguh. Tentu saja ini penilaian saya sebagai pembaca. Berbeda sekali dengan tokoh aku dalam ceritaku yang berjudul Rinduku Seumpama Angin Ekor Duyung. Apa dan bagaimana sebuah persoalan serupa bila dihadapi oleh orang yang berbeda? Mari baca sebentar apa yang akan saya tulis.

Aku dalam Otosan, Itterasai, bersetting Jepang. Seorang calon ibu yang sedang hamil tua akan berjuang melahirkan putri pertamanya sendiri. Sendiri di sini tidak ditemani keluarga atau saudara lain. Sedangkan dalam cerita Rinduku Seumpama Angin Ekor Duyung, tokoh aku sama-sama sedang hamil. Bedanya dia hamil muda, hanya berpisah sebentar tak kuasa. Persoalan jarak pun berpautan. Cerita pertama memiliki jarak Jepang-Indonesia, sedangkan cerita kedua, Jogja-Cilacap.

Kisah pertama dimulai dari Bulan Februari yang dingin, salju mulai turun dengan deras. Aku keluar dari taksi menuju stasiun kereta. Dia mengantar suaminya yang akan ke Indonesia karena suatu hal. Gambaran romantis dapat saya rasakan. Haru yang menyeruak dapat saya bayangkan.

Kisah kedua bermula dari waktu dia akan melakukan PKL kuliah. Bedanya dengan kisah pertama adalah yang pergi si aku sebagai tokoh wanita. Dua cerita ini sama-sama mengambil sudut pandang cerita dari tokoh wanita. Mulai kerasa serunya? Bagaimana dengan Anda bila ber-Long Distance Relationship-an? Apakah dunia seromatis hati saat pertama menjabat tangan di meja akad? Atau ada letupan-letupan gelisah yang bimbang mencari muara? Bandingnkan kisah Anda dengan cerita-cerita dari buku ini, siapa tahu akan menjadi tulisan yang lebih menarik.

Dalam cerita pertama sosok aku mengalami ujian dari ucapan yang ditanyakan teman-temannya. Di antara pertanyaan itu adalah; “Mau melahirkan sendiri, anak pertama?” begitu intinya. Luar biasa. Kata itu saya sematkan untuk tokoh aku yang mampu melewati satu masa paling menegangkan bagi calon ibu muda.

Selanjutnya cerita kedua akan tinggal di indekos sebagai konsekuensi PKL-nya. Kerinduan menyergap dari berbagai arah, itu yang menjadi alasan kenapa naskah saya beri judul, “Rinduku Seumpama Angin Ekor Duyung.”

Dalam akhir tutur, cerita pertama sudah melahirkan putri pertama dengan bobot 4, 3 kg. Subhanallah, sebuah ukuran yang sekali lagi … Luar biasa. Sedangkan dalam untaian aksara di kisah kedua, bagian akhir bercerita tentang kepulangannya dan pertemuan kembali dengan suami tercinta. Adakah keromantisan yang Anda Rasa? Untuk tujuan apa suami tokoh aku dalam kisah pertama harus meninggalkan istrinya? Baiklah, saya sarankan Anda membeli buku ini. Bisa hubungi saya atau Warung LovRinz.

Pondok Cahaya-Yk, 11.02.2015

Comments