You have to fight to reach your
dream. You have to sacrifice and work hard for it
-Lionel Messi-
-Lionel Messi-
Wanita berkerudung pink muda beraksen bulat-bulat
kecil memeluk seorang atlet Asma Nadia Depok FC. Anak laki-laki berambut lebat
dengan deretan gigi putih menyuguhkan senyum menawan. Wanita 38 tahun itu
memeluk tulus, kasihnya seolah
mempengaruhi jiwa juang Adam. Wanita berkulit langsat membetulkan tas hitam
dengan pelat merah di punggung. Dari arah belakang datang sosok laki-laki
berkacamata, mereka saling pandang. Bapak berwajah arif itu menepuk punggung
putranya. Mereka pun berpelukan. Tepukan dukungan dari dua tapak tangannya
menyapa punggung penulis Mostly Ghostly
beberapa kali.
Seorang gadis berkerudung pink menyusul mereka, tas
hitam bercorak pink tua berguncang-guncang di punggungnya. Dia baru saja sampai
setelah menerobos kerumunan penonton di pintu masuk.
“Semangat, ya, Dik?” ucap gadis berkulit langsat
sambil mengatur napas.
“Pasti, Kak,” jawabnya sambil tersenyum. Mereka
berpelukan, gadis yang baru lulus SMU itu mengacak rambut adiknya.
“Huh, Kakak. Entar berantakan!” sergah anak
laki-laki itu sambil menarik kepalanya ke belakang. Keluarga penulis itu
tertawa bersama.
Para suporter meneriakan nama dua kubu yang siap
berlaga di lapangan hijau. Adam, pesepak bola dari Asma Nadia Depok FC memakai
kostum bernomor 22. Senyumnya hampir menenggelamkan dua kornea. Dia menoleh ke
arah tribun paling depan. Ah! Sosok laki-laki
kharismatik yang ditatapnya mengacungkan dua jempol tangan. Garis senyum
itu memiliki kemiripan dengan Adam! Bagi anak kedua dari dua bersaudara,
permainan saat ini adalah satu di antara beberapa pemantik yang akan memompa
semangatnya untuk bisa meraih impian menjadi atlet internasional.
“Semangat, Bro. kita elus mereka dengan tak-tik
cantik!” ucap seorang bernomor kaus tujuh. Adam mengangguk yakin. Baginya,
kata-kata Razi selalu menghangatkan gelora. 22 pesepak bola berjalan
beriringan., Mereka bersalaman layaknya hari raya lebaran. Senyum-senyum
menghiasi aura hangat semangat. Wajah-wajah mereka berkarakter kuat, sekuat
latihan yang mereka lakukan. Fisik mereka tidak menyisakan satu inci pun lemak
berlebih. Otot-otot sangat mendukung performa. Oh my God! Rambut mereka mungkin akan menjadi ikon remaja
laki-laki sesudah pertandingan.
Dua kapten Tim masing-masing melihat koin yang
dilempar wasit. Hmm, Tim U-17 mendapat kesempatan pertama menyentuh benda
bundar berbahan kulit. Kedua kapten Tim itu saling menganggukkan kepala. Mereka
terlihat sangat sportif. Masing-masing kubu menata diri sesuai formasi. Tim
Asma Nadia Depok FC memakai formasi 3-4-2-1. Ya-ya-ya! formasi ini memiliki
kekuatan di tengah, ada Razi sebagai pemain belakang yang sangat mendukung
pilihan pelatih.
Dua hakim garis beserta satu petugas pinggir
lapangan tengah sudah bersiap di tempat tugas. Suhu di lapangan mulai naik,
lengkingan peluit wasit meniupkan pertanda genderang pertandingan dimulai.
Penonton bersorak-sorai. Yel-yel bersaing untuk saling menyemangati. Laki-laki
berbadan tegap tampak tenang menikmati permainan dari tribun terdepan. Pancaran
visualnya bak do’a-do’a yang mentrasfrer kekuatan pada putranya di lapangan.
“Go, Adam Go!” teriaknya saat putranya menggiring bola. Beberapa kali laki-laki
itu mengacungkan tinjunya ke udara. Dua tapak tangannya bertepuk, lalu kembali
meninju udara. “Go, Adam Go!” ulangnya.
Wanita anggun bermata sipit men-shoot lensa kamera DLSR ke arah Adam. Laki-laki berkacamata di
sampingnya sibuk dengan ekspresi gemas. Tingkah tersebut tidak mempengaruhi
konsentrasi sosok pembawa kamera, dia begitu tenang mengabadikan moment-moment
penting putra keduanya. Sesekali lengannya menghindar dari benturan tidak
sengaja yang dilakukan suaminya. “Geser
dikit dong, Yah …,” hanya itu yang diucapkan sebagai teguran nan lembut.
Adam menggiring bola dengan yakin. Dia mengopernya
pada Razi, sosok berwajah adem, namun sangar di lapangan itu menerima operan
dengan sigap. Bola takluk di bawah kakinya. Penonton menahan degup, detik-detik
penuh tebakan. Suporter Tim U-17 mulai histeris. Mereka meringis dan berusaha
menormalkan adrenalin. “Tendang, Razi!” teriakan suporter Tim Asma Nadia Depok FC
membuat degup jantung kian bertambah. “Aa …ah!” teriak Razi karena menyadari
bidikannya meleset.
“Waduh!” teriak gemas kakaknya Adam dari tribun VIP.
“Padahal udah deket bangeet,” lanjutnya bicara
sendiri.
Dari tribun bawah, pendukung Tim U-17 terdengar sorakan
seolah menurunkan adrenalin. Mereka melemparkan seluruh barang-barang yang
dipegang ke udara, lalu bertumbukan tangan saat menangkapnya. Topi, syal,
balon, botol air mineral, bahkan seorang gadis tampak panik saat menyadari dia
melemparkan dompetnya! Peluit wasit kembali melengking. 45 menit pertama telah
lewat, skor masih dua butir telur mata sapi. Adam menghambur ke arah Razi.
Mereka berpelukan diikuti teman-teman lain. Semoga
ada kesempatan yang tepat menyarangkan bola ke gawang lawan!
***
Satu hari sebelum pertandingan di Senayan.
Rumah Adam. 03.15 Dini hari.
Remaja laki-laki itu menekuri sajadah warna biru.
Pikirannya berhenti pada satu masa ketika dia berusia empat tahun. Bilangan
tahun kian bertambah, harapannya semakin membuncah untuk menjadi atlet sepak
bola. Besok, dia akan menguji kemampuannya, bukan! Bukan hanya kemampuan
pribadi melainkan bersama 10 teman lainnya.
I’m a
dreamer. I have to dream and reach for the stars, and if I miss a star then I
grab a handful of clouds. Kalimat yang diucapkan Mike Tyson
membayang nyata di hadapannya. Seperti biasa, puluhan motivasi akan masuk dalam
benaknya, bukan karena dia begitu rapuh, melainkan betapa ingin dirinya belajar
dari atlet-atlet besar, tak harus pesepak bola.
Adam memang pernah kali menulis buku. Kakak, ayah serta bundanya bahkan
merupakan penulis kesohor di negeri ini. Meski dirinya memiliki minat berbeda,
orang-orang yang dicintainya sangat mendukung keinginan besarnya menjadi atlet
sepak bola dunia. Rasa nyeri tulang kering kaki kiri ini bukan alasan!
Adam menepuk dada kirinya dengan tangan kanan.
I can accept failure, everyone fails
at something. But I can't accept not trying.
I've failed over and
over and over again in my life and that is why I succeed. Kali ini
kata-kata Michael Jordan menambah stok oksigen untuk menggapai cita-cita. Kalah
memang ada, tapi jauh lebih terhormat bila kita mencoba. Dia membayangkan
pemain bola basket itu mengucapkan kalimat motivasi untuknya. Adam merasakan
getaran dalam dada di sela tasbihnya.
Anak
laki-laki bermata sipit itu bangkit. Dia meregangkan tubuh lalu meraih
Al-Qur’an. Beberapa ayat dilantunkan perlahan. Setiap dia melewati satu ayat,
kekuatan tekad di jiwa bertambah lapisan. Dadanya bergetar, asma-asma Tuhan ia
genggam untuk menorehkan pinta. Ah! Pada siapa lagi hatinya berhak mendo’a bila
bukan pada Sang Pengabul dedo’a. Karena-Nya nafas menyertai langkah. Untuk-Nya
dia akan berupaya mewujudkan mimpi agar nama dirinya berjejer dengan nama-nama
atlet internasional.
Motivator
terbaik dalam hidup ini adalah diri sendiri. Kalimat Bambang Pamungkas
mengiringi lafaz Sadaqallahul Aziim. Adam menutup mushaf serta
menciumnya. Besok latihan demi latihan yang telah dilalui akan diuji coba
bersama Tim U-17. Betapa harunya bisa bertanding dengan mereka. Bismillah,
mudahkanlah ya Allah. Hari ini aku akan lakukan yang terbaik dengan
maksimal.
***
Waktu
istirahat yang hanya 15 menit telah berlalu. Pelatih kedua Tim menyudahi wejangan
mereka. Para atlet berdo’a, menyatukan tapak tangan dalam tumpukan di tengah
lingkaran kecil. Pekik semangat membahana berbarengan dengan hempasan tangan
kanan para pemain Asma Nadia Depok FC ke udara. Rambut-rambut mulai berbaur
dengar keringat, kaus sudah basah, namun gelora jiwa tetap membara terpancar
melalui wajah.
Komentator
mulai menabah volume suara …
“Pertandingan segera dimulai!
Mari kita saksikan, siapakah di antar dua Tim ini
yang akan menaklukan rumput Zoysia Matrelia Linmer[1] Senayan? Apakah para pemain U-17
atau lawannya?” cerocosnya mengiringi peluit wasit.
“Pemain
bernomor 8 dari U-17 menggiring bola… Ya-ya-ya! Berpindah ke nomor 20. Lihat!
Pemain muda dari Tim Asma Nadia Depok FC berusaha mengambil alih bola… Aa…ah!
Sayang sekali saudara-saudara. Apa yang menyebabkan pemain nomor tujuh terjatuh
hingga terjadi tumbukan dengan pemain nomor 22? Oh! mereka ambruk?!” ucapan
komentator berhenti bersamaan peluit wasit yang melengking membuat bulu kuduk
berdiri tegak.
Pertandingan berhenti beberapa saat.
Tim dokter lari-lari kecil ke tengah lapangan. Apa yang terjadi pada Adam?
Kenapa Razi seolah kehilangan keseimbangan hingga dia jatuh? Dua orang tua Adam
menahan nafas. Wanita bertas ransel itu menurunkan kamera DLSR-nya. Laki-laki
berkaus kuning membuka kacamata lalu membersihkannya. Semoga Adam baik-baik saja.
***
Penonton mulai gemas. 90 menit
berlalu dan skor masih kacamata! Mereka
berbincang dengan orang di samping, depan serta belakang
mereka. Menebak siapa dari Tim U-17 yang akan maju melakukan tendangan penalti.
Siapa pula yang akan mewakili Tim Asma Nadia Depok FC. Suhu Stadion Utama
Senayan bertambah naik. Tiap-tiap pendukung meneriakan jagoan masing-masing.
Dua pelatih tampak menekan gejolak pada anak buah. Para pemain mengangguk
mantap.
Lima pemain maju dari Tim U-17.
“Saudara-saudara, mari kita senam
adrenalin bersama. Pemain bernomor; 14, 25,
20, 13 dan delapan mewakili Tim U-17. Wajah-wajah mereka
tampak tegang. Tak kalah tegang dengan pemain lawan.” Suara komentator
terdengar tetap semangat. Sementara di kubu Asma Nadia Depok FC, lima orang
maju tanpa Adam dan Razi. Suporter mereka menahan nafas. Bagaimana mungkin melakukan goal tanpa dua singa lapangan Asma Nadia
Depok FC?
Adam meringis sambil menunjuk tulang
kering kaki kanannya. Razi
mengangguk. Dia pun meringis sambil memperlihatkan tulang
kering kaki kirinya yang bengkak. Mereka berdua terlihat menahan sakit. Adam
melirik ke arah ayah bundanya. Dia berusaha agar mereka tak melihat, namun dua
sosok yang dihormati itu kompak mengacungkan dua jempol tangan secara
bersamaan. Rasa sakit di kaki kanannya seolah berkurang.
“Sepertinya kita butuh salju dari
kutub utara, saudara-saudara! Alangkah
panjanganya perjuangan, namun demikianlah para pejuang mimpi
akan berproses!” Semua tersihir dengan kata-kata komentator yang mendadak
bijak. Kalimat itu jusru mampu meredam gelisah para penonton yang mulai enggak
sabar menyaksikan pertandingan.
“Mari kita tunggu. Tiga orang dari
dua Tim andalan Indonesia akan menunjukan
kebolehan mereka!” seluruh visual tertuju pada enam orang di
lapangan. Dua pelatih yang berseberangan arah tampak mulai resah. Komentator
menambahkan kata-kata yang mengarah pada tanda tanya. Dua orang tua Adam tampak
berdo’a.
“Adam dan Razi sekarang maju!? Dua
orang yang dielu-elukan
penggemarnya ini, akankah mampu menghilangkan dahaga
mereka?” teriak komentataor masih diiringi tanya. Adam dan Razi berpandangan.
Mereka seolah saling menguatkan. Dua jenak, Adam menatap langit, If you want
to be the best, you have to do things that other people aren't willing to do.
Kalimat motivasi dari Michael Phelps lewat di antara awan di atas sana.
“Dam?”
“Iya, Bang.”
“Kamu siap?”
“Ya!”
“Berdo’a, Dam,”
“Oke!”
“Kita lupakan sakit ini, Dam?”
“He-eh, Bang.”
“Ya-kin?”
“Sure!”
Adam dan Razi melakukan toast tinju
tanpa bersentuhan. Mereka beserta
seorang teman melangkah menuju 16,5 meter di depan gawang
U-17. Apakah mereka mampu menyarangkan
benda bundar itu?
***
Tiga
orang bernomor 2, 15 dan 22 dari Tim U-17 telah menyelesaikan tendangan mereka. Penjaga gawang Tim Asma
Nadia Depok FC bak ceetah yang
terlatih, dia menangkap bola dengan kuat. Pendukung mereka ribut di tribun
bawah. Beberapa orang polisi datang untuk mengamankan mereka yang berusaha
menerobos pagar pembatas.
Razi mulai mengangkat kaki kirinya.
Dia tetap berusaha menahan sakit. Dia tak
mau Adam melihat dirinya kesakitan. Sementara kini hanya
tinggal giliran Adam. Apakah dia bisa membuat dirinya mengalahkan sakit?
Penonton serta dua orang tua Adam menutup mulut dengan tapak tangan kanan.
Mereka tak percaya anak laki-laki itu akan melakukan tendangan dengan kaki
kiri. Belum pernah sekali pun Adam berhasil membobol gawang saat latihan
memakai kaki itu. Apakah ini artinya
pertandingan sudah bisa diprediksi?
Tubuh Adam gemetar, dia tidak bisa
menunda tendangan lagi. Tulang kering
kaki kanannya sudah berdenyut, kian lama kian sakit. Tendang, Adam! Pekiknya pada diri
sendiri. Adam menendang secepat blitz
kamera ke pojok kiri atas gawang. Bola melambung menabrak ujung tangan kiri
penjaga gawang Tim U-17. Sorak sorai berseling takbir menyambut gol yang tak
disangka-sangka. Wanita berkerudung pink muda menyeka dua ujung korneanya.
Suaminya memeluk dari belakang. Gadis berkerudung pink ikut menghambur. Mereka
turun dari tribun VIP menuju lapangan.
Selamat Adam! Kamu telah mengalahkan sakit.
Mata Adam berkunang-kunang, tubuhnya
kehilangan keseimbangan. Razi
memberi kode pada teman-temannya. Beberapa dokter lapangan
mendekat, mereka memandu tubuh Adam yang terkulai lemas. Matanya memejam, Ayah
Isa dan Bunda Asma mengiringi dari samping. You have to fight to reach your
dream. You have to sacrife and work hard for it! –SEKIAN-
[1] nama rumput lapangan bola di stadion
utama Senayan
Naskah ini diikutkan dalam Komunitas Bisa Menulis Academy Award
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara