Darpa paling enggan membatu orangtuanya.
“Nak, tolong antarkan sayur ini ke rumah sebelah,”
pinta ibunya.
“Malas ah, Bu!” jawab anak bermata bulat, dia pergi ke luar rumah.
“Mau ke mana, Nak?” tanya ayahnya ketika berpapasan
di jalan. Rupanya beliau baru pulang dari mencari kayu bakar. Anak berhidung
besar itu diam.
“Tolong, bawakan ini, Sayang,” pinta ayahnya sambil
menurunkan kayu bakar dari pundak. Beliau menyerahkan seikat kecil kayu bakar
padanya.
“Ibu dan Ayah sama saja,” gumam anak berkulit
cokelat. Ayahnya hanya tersenyum. Beliau sudah tahu tabiat anak tunggalnya. Anak
berambut ikal itu berjalan menuju hutan larangan. Teriakan ayahnya tiak
dihiraukan. Dia tidak menyadari, dari semak-semak ada sepasang mata tajam
mengintainya diam-diam.
***
Naga Biru mengibaskan ekor panjangnya. Tubuh Darpa
gemetar. Giginya gemeretak, matanya terpejam, ketakutan.
“Tolong, bersihkan gua ini!” perintah Naga Biru
seraya menggerakkan dua sayapnya. Naga mendorong tubuh jangkung Darpa ke
tumpukan daun kering pada mulut gua.
“Aduh, sa-kit,” rintihnya. Lengan kirinya tergores
ranting kering. Dia berdiri ingin melangkah keluar tapi, tempat ini pasti jauh
dari rumah.
Anak delapan tahun itu memunguti sampah dalam gua.
Keringat menetes. Dia berhenti, duduk bersandar di dinding gua berlumut,
lembab.
“Selesaikan dulu pekerjaanmu, baru istirahat.” ucap
Naga Biru. Darpa berdiri melanjutkan pekerjaannya. Dia mengusap tenggorokan,
haus.
"Anak pintar! Setelah kauhabiskan
air ini, istirahatlah. Besok pagi engkau bisa membantuku membersihkan halaman
gua." suara Naga Biru menggelegar. Dengan tangan gemetar, Darpa mengikuti
perintah Naga Biru.
***
Saat malam tiba. Suara binatang di luar gua
terdengar menakutkan. Naga Biru sudah tidur. Darpa ingin pulang ke rumah orang
tuanya tapi, dia takut. Semua tampak gelap. Suara dan gigitan nyamuk
mengganggu. Darpa tidak bisa tidur. Perutnya menahan lapar. Dia menyesal dengan
sikapnya pada orangtuanya. Saat di rumah, ibunya biasa memasak makanan
kesukaannya.
Ketika ayam jantan berkokok, dia langsung membersihkan
halaman gua.
“Wah, engkau rajin sekali, Anak
manis. Bila terus begini, nanti siang kau bisa kubebaskan. Aku akan mengantarmu
pulang. Senang bukan?" Naga Biru mengibaskan ekornya. Darpa tersenyum
mendengar perkataan Naga Biru. Terbayang wajah ayah dan ibu cemas
memikirkannya. Maafkan aku, Bu. Yah!
***
Pada waktu dijanjikan. Naga Biru meminta Darpa
memejamkan mata. Makhluk besar bertaring itu membawanya terbang menuju utara.
“Sekarang, buka matamu. Pulang lah!” ucap Naga Biru
saat menurunkan Darpa. Anak itu membuka matanya. Dia berlari cepat masuk ke
rumah, memeluk ibunya yang sedang menyiangi sayuran di dapur.
“Kamu ke mana saja, Nak? Tanya ibunya. “Lain kali kalau main, pamit
dulu sama Ibu dan Ayah,” lanjutnya.
"Ada
Naga menculikku, Bu. Aku takut!" cerita Darpa. Dia memeluk ibunya. Matanya
melihat ke selatan, Naga Biru sudah tidak ada. Mari
berbakti pada kedua orangtua, sebab rida Allah ada pada rida mereka.
Postingan ini merupakan rekam jejak Komunitas Bisa Menulis Award 2014
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara