Pengantin Ombak


Suara itu datang di malam yang pekat
Kali ini lebih menyayat
Mata nanar mencari
Bisikan gundah jiwa sendiri

“Hidupku terkutuk
Ke pintu mana taubat kan mengetuk?”

Mereka itu kakak beradik. Kandung. Lalu apa sebabnya hingga mereka bisa menjadi pengantin? Apakah mereka anak yang hilang, ketika bertemu sudah tidak tahu asal muasal? Lalu kenapa orang-orang bungkam?
Baiknya aku kisahkan dulu satu hal. Tentang keluarga orang tua mereka sebelum meninggal. Bapaknya seorang nelayan yang sangat yakin akan adanya Nyi Roro Kidul. Ibunya guru TPA, tanpa gaji. Dia memiliki keyakinan yang bertolak belakang dengan suaminya.
“Nyi Roro Kidul itu hanya Iblis. Tidak pantas untuk di elu-elukan.”
Ketika ombak tinggi menggulung perahu si nelayan. Laki-laki bercaping itu mengeluarkan bunga tujuh rupa yang dibawa dari rumah. Dia membuangnya ke laut. Ombak pun reda. Dalam sumringah dia bercerita, “Semua berkat welas asih Kanjeng Nyai Roro Kidul.” Istrinya mengurut dada.
“Kabeh kuwi amargo kuasane Gusti Allah--Semua berkat kekuasaan Allah," demikian istrinya selalu menampik keyakinan suaminya. Sang suami beringsut. Dia menyulut batang benda berasap yang membuat istrinya terbatuk-batuk. Bila sudah memperbincangakan satu hal itu, mereka bak orang yang tak saling kenal. Kaku.
Suami-istri itu pun berbeda kehendak. Ibarat kapal, hidup mereka memiliki dua nahkoda dalam satu waktu. Sang suami ingin menjadi orang kaya agar tidak dihina para tetangga. Sedangkan istrinya berpendapat bahwa syukur akan membuat hati tenang. Tidak peduli apakah kaya atau berkekurangan.
Hingga suatu malam. Laki-laki nelayan itu didatangi wanita yang sangat cantik. Berpakaian serba hijau. Tuturnya membangkitkan gairah. Si nelayan tak dapat mengalihkan pandangan ke tempat lain.
“Kamu akan kaya raya bila mau mengawiniku.”
Nelayan itu terbangun. Dia mencari ke sana ke mari, di manakah wanita cantik tadi. Dia hanya mendapati istrinya yang tidur di sebelahnya, wajahnya terlihat lebih tua. Oh, hanya mimpi. Dia membenamkan tubuh, kembali ke dalam sarung lusuh.
“Aku wanita yang kau puja. Kawinilah aku, bila kau ingin kaya.”
Keringat keluar deras. Napas nelayan itu tersengal. Tadi dia hampir tenggelam di laut. Yah! Dalam mimpi. Dan wanita itu telah menggantikan posisi istrinya sejak malam itu.
Tanpa sepengetahuan istrinya, nelayan itu ke tepi laut. Bukan untuk melaut. Dia sengaja akan menemui wanita yang datang dalam mimpinya. Tumpukan uang ratusan ribu membayang di pelupuk mata. Kapal-kapal besar berderet di hadapannya.
“Kamu datang juga, Kang?”
Laki-laki itu membalikkan badan. Wanita berpakaian hijau sudah berdiri di belakangnya. Harum kembang setaman menyeruak.
“Kau mau mengawiniku?” Laki-laki itu mengangguk.
Perkawinan antara si nelayan dan Nyi Roro Kidul berlangsung di malam purnama. Tepat pukul 00:00, ketika orang-orang terbuai dalam lelah. Istri nelayan itu dikabarkan menjadi tumbal pertama untuk segepok uang dalam kotak di rumah nelayan. Tak ada seorang pun tahu, kecuali nelayan tersebut.
***
“Kamu hanya sebagai sarana saja, Leil.” Sunar membujuk adiknya. Jika mereka tidak melakukan upacara itu. Seluruh harta peninggalan ayahnya akan musnah, mereka akan jatuh miskin seperti keadaan orang tua mereka dulu.
“Tapi, Kang …,” jawab Leil terpotong. “Bagaimana jika aku hamil?” Sunar memegang dua pundak adiknya. Pemuda itu mengangguk, meyakinkan keraguan dalam diri Leil.
“Baiklah.”
Menurut cerita yang entah dari mana sumbernya. Orang-orang kampung pesisir akan mendapat amukan Nyi Roro Kidul jika tidak melakukan ritual itu. Sebagian orang yang menentang memilih mengungsi. Mereka meratapi kebodohan dan keyakinan orang-orang di sana. Dari pada dibantai lalu diceburkan ke laut dengan dalih membangkang. Lebih baik pergi.
Katanya Leil hanya sebagai sarana. Nyi Roro Kidul akan bersemayam di tubuh gadis itu. Ketika Sunar menikahi Leil, sejatinya dia sedang mengikat janji dengan ratu laut selatan.
Saat ini Leil sedang mengandung hasil hubungannya dengan Sunar. Sunar berdalih bahwa itu adalah anak Nyi Roro Kidul yang kelak akan menguasai jagad raya. Hati Leil mencabik-cabik jantung sendiri. Ini kesalahan paling terkutuk yang pernah ada. Badan yang disetubuhi adalah raganya. Fisik yang bergumul dengan kaka sendiri adalah dirinya. Lalu?
Leil menuju laut selatan. Dia berteriak, lengkingan suaranya membentur ombak. Dua tangannya memukul-mukul perut yang kian membuncit. Hatinya penuh sesal Hidupku terkutuk. Ke pintu mana taubat kan mengetuk? Dari tengah laut muncul ular naga yang menyemburkan api.
“Jangan berbuat bodoh!” Sunar menyeret tubuh adik sekaligus istrinya itu. Ular naga mengikuti mereka. Ketika sampai di darat, ular itu lenyap. Tinggal seorang wanita dengan mata api yang tertawa penuh kemenangan.

Naskah pernah dipublikasi di Komunitas Bisa Menulis

Comments