#Kelas
Menulis Cerpen di Komunitas Bisa Menulis
-Hati-hati
dengan status yang kau tulis. Akan ada yang menjadi bagian kata-kata buruk itu dan meneror
hidupmu sesuai yang tertulis-
Kantil menyalakan laptop silver bergambar apel yang
sudah digigit. Dia membaca sebuah status di akun bernama ‘Pangeran Berkuda.’ Aku mengamati dengan heran, apa yang membuat
gadis berkulit mulus demikian bersuka cita. Oh, ternyata Pangeran Berkuda itu
pacar mayanya.
‘Kalau aku tidak
bisa memilikimu, lebih baik mati.’ Demikian
tulisan dalam status itu. Dasar norak. Memangnya paspor bisa dibeli lalu
dimiliki? Aku jadi ikut bersemangat. Ada peluang untuk ikut membuktikan apa
yang dikatakan Pangeran Berkuda.
Laptop tetap menyala saat Kantil tidur. Kipas angin
di kamar 4x4 meter ini sudah menyala sejak dia berangkat tidur. Kantil
membiarkan suara azan berlalu, dia masih pulas di atas bantal. Ketika sudah
iqamat, dengkur pun masih menderu.
Aku sudah berayun di rak bukunya yang rapi. Aha!
Diary? Ada buku mungil berwarna merah jambu khas anak gadis. ‘Isinya apa, ya’? kulempar ke atas meja
lalu mulai membaca tiap halaman rahasia. Ada nama Pangeran Berkuda di buku ini.
‘Jadi, mereka
belum pernah bertemu? Kerjain ah. Nanti kalau Kantil lengah kan bisa menuliskan
status untuk Pangeran Berkuda.’ Jam beker
berbunyi. Aku terkejut. Kantil menggeliat. Kupeluk tubuhnya yang indah. Dia
membiarkan diri ini leluasa dalam posisi itu. Aku tertawa ketika dia menguap
beberapa kali.
“Lho, kok buku diary ada di atas meja? Perasaan aku
letakkan di rak deh.” Dia bicara sambil duduk di tepi tempat tidur. Kulepaskan
pelukan lalu menjejerinya. Mengusap-usap paha mulus Kantil tanpa penghalang
sedikitpun. Dia berdiri meninggalkanku menuju meja dan buku diarynya.
Gadis muslim yang tidak taat. Berangkat dan bangun
tidur boro-boro berdo’a. dia malah asyik meliarkan pikiran ke dalam khayalan. Hal
yang paling membuatku beruntung adalah ketika aku bisa tinggal bersamanya.
Menyenangkan. Hampir dua pekan, Kantil belum pernah menyentuh kain putih di
dalam lipatan sajadah.
***
Kuciumi berkali-kali pipi Kantil yang mulus. Wangi.
Dia mengusap wajah ini beberapa kali. Belaian tangan nan lembut membuat diri
ini berikrar untuk terus bersamanya. Aku yang akan jadi milik gadis ayu ini,
bukan Pangeran Berkuda. Kalau bisa, akan kusingkirkan kekasih mayanya itu dari
dunia nyata. Bisa! Aku bisa melenyapkan nyawanya.
‘I love you
Bunga!’ Chat room ‘Facebook’ Kantil menyala. Ternyata dia memakai nama Bunga, bukan
Kantil. Ada pesan dari Pangeran Berkuda. Kantil sedang mandi. Tadinya aku mau
mandi bareng dengannya, tapi membalas chat ini lebih menarik. Ini kesempatan.
Aku bisa kenjain pacar gadis semampai itu. Jadilah kami chating tanpa
sepengetahuan Kantil.
Bunga : “I love you too. Besok Minggu
bisa, enggak, kita ketemuan?”
Pangeran Berkuda : “Kamu serius?”
Bunga : “Banget. Mau, ya?
Pangeran Berkuda : “Oke. Dandan yang
cantik, ya?”
Bunga : “Sure”
Pangeran Berkuda : Kita ketemu di
mana?”
Bunga : “Tunggu aku di laut selatan.
Oke?”
Pangeran Berkuda : ?
Bunga : “Kenapa?”
Pangeran Berkuda : “Kita enggak bisa
bertemu di jalan lalu bersama ke laut?”
Bunga : “Enggak. Bagiaman? Mau apa
enggak?”
Pangeran Berkuda : “Yess!”
Bunga : “Aku pakai kaus hijau ketat
dan celana pendek di atas lutut. Rambutku
sebahu, pakai kaca mata hitam dan gelang
ular di lengan kiri.”
Pangeran Berkuda : “Aku pakai kaus
hijau juga deh. Sama celana pendek
hitam selutut. Biar kita matching, aku
juga pakai kaca mata lebar hitam dan topi bergambar tengkorak.
Pintu kamar mandi terbuka. Aku buru-buru menghapus
isi chatingan dengan Pangeran Berkuda. Lalu segera memeluk leher Kantil yang
jenjang. Membelai tubuhnya dengan leluasa. Tiba-tiba ada yang menamparku dari
belakang.
“Dasar! Teganya kamu menduakan aku dengan gadis ini!”
teriak Jena. Kekasihku.
“Aku akan membunuh gadis ini agar tidak dapat kau
cumbui lagi!” ancamnya. Aku segera menggenggam erat tangan Jena.
“Kalau dia dibunuh. Kamu mau ikut siapa? Pindah ke
mana lagi?” tanyaku sambil menahan amarah.
“Tapi, Jhon … ini artinya aku harus rela berbagi
rasa dengan Kantil?” Aku hanya diam. Kalau
bisa mendua, kenapa meski setia. Hahaha.
***
Hari ini Jena ikut dengan Kantil jalan-jalan di
Mall. Aku sudah janjian dengan Pangeran Berkuda di laut selatan. Kutinggikan
celana pendek agar laki-laki itu memandang penuh nafsu, hingga dengan mudah
kujalankan misi. Siapa pun yang berusaha mendekati Kantil, dia akan mati.
Angin laut berembus perlahan. Laki-laki berkaus
hijau berlari ke arahku. Tanpa canggung dia memeluk tubuh ini, penuh nafsu.
Teruskanlah … Mungkin Kantil sudah mengobral janji pada laki-laki ini, atau
sebaliknya. Kubiarkan tangannya bergerilnya. Kugiring dia ke tengah laut.
“Ohya, nama asliku Parkit.” Aku tak peduli siapa
namanya. Satu tujuan sudah terbuka pintunya. Ombak bergulung tinggi. Kulepaskan
tubuh laki-laki itu ketika air laut nan ganas menggulung tubuh si Parkit.
Menyeret ke tengah laut.
***
"Kenapa Parkit jadi kasar begini?” tanya Kantil
pada Laptopnya. Dia membaca status-status yang menjamur di beranda dari akun
Pangeran Berkuda. Hanya aku yang tahu, bahwa bukan Parkitlah yang bicara jauh
di sana. Ada orang lain yang memanfaatkan akun itu. Sebab kekasih maya Kantil
sudah ditelan ombak.
Gadis semester tiga itu mondar-mandir. Dia mencoba
menulis status baik, tapi selalu dibalas dengan hujatan. Aku tertawa dengan
tingkahnya. Tapi, penasaran juga dengan sosok di akun Parkit, siapa dia
sebenarnya?
“Kita harus pergi dari sini, Jhony. Tak peduli
tinggal di mana, asal jangan bersama kantil.” Jena menangis. Dia baru memergoki
aku memeluk Kantil sangat lama. Sebenarnya aku tak acuh kehilangan kekasih yang
sudah menjalin hubungan ratusan tahun denganku. Kan bisa bersama Kantil
sepanjang malam.
“Kamu pergi saja sendiri!” kuhempaskan tubuh Jena ke
tembok. Dia menyumpahiku.
“Akan kubuat Kantil melihatmu. Rupa burukmu!” ancam
Jena. Aku hanya melengos. Tapi, Kantil menjerit sambil mengacungkan jari ke
arahku. Aku telah dilemahkan Jena hingga gadis pujaan banyak nafsu laki-laki
ini gemetaran.
“Kembalikan kekuatanku, Jena,” rengek diri ini
merayu Jena. Aku berlutut padanya. Jena membaca mantra dan Kantil kembali
tenang. Gadis berambut lurus sepinggang itu sudah tak dapat melihatku lagi.
***
Aku tinggal sekamar dengan Kantil. Memang belum
lama, tapi sepertinya akan bertahan lama. Tiga bulan lalu, pohon beringin di
ujung kota ini ambruk terhantam angin kencang. Penduduk lalu menebangnya tanpa
sisa. Aku kehilangan tempat tinggal, lewatlah anak gadis dengan memakai celana
pendek di atas lutut. Akhirnya diri ini menggelayut padanya dan mendapatkan
tempat tinggal baru, kamar kosnya. Sekian.
Cerpen ini meraih juara ketiga dalam kelas menulis yang diadakan KBM (Komunitas Bisa Menulis)
Media sosial memang terbuka untuk siapa saja.Itulah sebabnya kita harus bijak dalam memanfaatkannya. Sangat mengherankan jika ada ysng dengan fasih menjelek- menjelekkan orang lain, bahkan presidennya.
ReplyDeleteSalam hangat dari Jombang.
Semakin sering orang membuat status kurang ramah baca, bertambah tahu dengan siapa kita berinteraksi
Delete