Liana

Penulis : Kayla Mubara

"Ayo makanlah, Liana. Tidak usah malu-malu."

Ketua kamar B Panti Asuhan Nur Annisa membuka kotak nasi. Tangan langsatnya menyodorkan menu buka bersama untuk anak yang baru seminggu di panti. Tangan Liana--yang ada bekas koreng, menerima dengan senyum tipis.

Anak yang dipanggil Liana hanya mengangguk. Dia sudah berusaha membuka mulut untuk menjawab, namun yang terjadi hanya bibir yang gemetar. Mirip ayam kecebur kolam. Kedinginan. Kelaparan.

"Ih, sok banget sih. Masa menunya sudah enak kok masih enggak mau makan!" ucap teman berkerudung tosca ketus.

Dia menatap wajah Liana dengan dada bergemuruh karena rasa sebal.

"Liana sudah tiga hari hanya minum dan makan menu takjil. Apa mungkin dia teringat masakan mamanya yang sudah mening ...?"

Ruang Aula hening beberapa saat.

Semua mendengarkan pendapat dan pertanyaan satu teman, dan teman lain.
Gadis kelas 3 SD yang dititipkan nenek jompo itu kedua matanya berkaca.

"Ssst! Hati-hati kalau bicara. Tuh lihat! dia mulai memble."

Tanggapan yang muncul kemudian terdengar lebih nyaring di telinga Liana. Napasnya mulai tak teratur, dadanya sesak, seperti ada yang menusuk-nusuk dua kornea.

"Kamu juga hati-hati doong. Masa ngatain dia memble. Bukan! Dia mau meraung seperti anak serigala. Lihat saja nanti."

Suasana hampir tak terkendali. Ustadz Kamil--pengasuh panti mendekat.

"Ada apa ini?"

"Ada nasi, ayam bakar, sambal, dan lalapan, Ustadz. Tapi, Liana tidak mau makan," jawab kocak anak kelas satu SD kurang nyambung.

Anak-anak menutup mulut, berusaha agar tawa kecil mereka tak keluar, dan makin membuat kacau acara buka bersama.

"Maafkan aku, Teman-teman. Sebenarnya aku alergi ayam. Kalau aku memakannya maka seluruh kulitku gatal-gatal."
Diam.
Ah, Liana.
Padahal hampir satu bulan penuh menu buka anak panti asuhan adalah ayam. Ayam bakar, goreng, kremes, atau bacem. Lalu?

PC-Yk.06.06.2015

 Tulisan ini menjadi juara pertama dalam event Ramadhan Terindah Grup Tarian Pena Anak Bangsa

Comments