Rabu malam sebelum bayangan hitam datang
menikam rasa berdosa.
“Bagaimana keadaanmu, Nak?”
“Aku … kurang baik, Ayah.”
“Masih pusing?”
“Kalau buka mata, rumah seperti mau runtuh.
Tempat tidur berguncang hebat.”
“Obatnya jangan lupa diminum”
“Iya, Ayah.”
Bulir bening merembes haru menelusup ke
dalam dada. Ayah sangat perhatian padaku empat puluh hari terakhir.
***
Malam Jum’at saat raga-raga terlena dalam
penat, membenamkan diri dalam istirahat.
“Ayu …u! ke sini cepat!”
“Ada apa, Bunda?”
“Ayah … lihatlah!”
Aku lupa akan sakit, kantuk sirna berganti
bayangan hitam di balik lampu temaram. Sosok yang belum dapat kubahagiakan
berpulang.
Gerimis berganti hujan duka. Dari balik
bilik tiga wajah polos melongok penuh tanya. Mengerjapkan mata, mendekat ke
arahku.
“Ayah kenapa, Kak?”
Duhai adik, bagaimana aku jelaskan padamu
sedang umurmu baru dua tahun.
Hujan-hujan dari mata mereka membanjiri
pipi. Sesak dada menyaksikan Ayah pergi.
Juni yang berdebu basah dalam duka,
dihujani pinta dalam do’a.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara