Empat Guratan di Kening Emak




Garis itu begitu tipis, tersamar oleh bekas sujud dan aura terang
Bapak berkisah
Satu persatu garis itu muncul
Usai kami, anak-anakmu lahir
Bukan usia yang berdentang mengabarkan bilang
Apalagi beban, kesah dan gelisah nan tiada bermuara
Kau bilang
Kalau mau sukses tanamkan sederhana di dada

Sederhana dalam cinta
Ialah ketika pucuk-pucuk harap menyapa asma-Nya
Tindak-tanduk tetap menapak di jalur-Nya
Dada datar tiada membusung mengusung puja
Tutur teratur tak perlu mabuk dalam lena
Sebab katamu merujuk nasihat bijak, “Nek gething ya aja nemen-nemen.”

Sederhana dalam benci
Ialah saat runcingnya rasa membentur segala hal yang bertentangan dengan jiwa
Membasuh sukma dengan wudhu
Mengekang rasa dari serapah, mengunci ‘lathi’ untuk menyalahkan kamu, kalian dan mereka
Menata gemuruh dada agar getarnya tetap betasbih serta berendam dalam telaga istighfar
Diam tak usah bertutur bila ceracau hanya kan melahap amal berpahala
Sebab katamu, amarah berasal dari bara jahannam

Sederhana dalam hidup
Adalah ketika mampu mengekang kehendak, padahal kita bisa melampiaskan
Memilih mendengar, bila bicara hanya melukai
Memilih mendo’akan ketimbang mengumpat
Selalu berusaha memberi; “Aja ngenteni sugih!”

Yang paling dalam membentang di kalbu kami; anak-anakmu
Kau tuturkan itu satu persatu hingga rangkuman rekam memori kami begitu lekat mengingat
Tak kulihat baju bagus melebihi milik tetangga
Tak kudapati perabot mewah menghiasi sudut-sudut ruang pondok Surga kita
Tak kutemui luapan emosi mengikat kami dalam rasa takut

Emak
Kau masih bergelung dengan pengikat karet
Saat keempat anakmu menemui takdir cahaya dari dedo’a yang terucap
Kau pun masih bersandal jepit saat toga-toga itu memburai air matamu
Dan
Empat guratan itu alpa dari penilaian bapak
Bahwa mungkin itu tanda dari Sang Kuasa akan lapis-lapis kesederhanaan yang kau ajarkan

Emak
Senyummu lebih sejuk dari embun pagi kala mentari bersimpuh di kakimu
Kala kami sibuk menata penampilanmu; “Bar kie uwislah ora usah neko-neko.”
Senyum kami mengiyakan; “Enjih, namung sekedap, Mak.”

Empat guratan di kening Emak
Menjadi cahaya pembeda di hati kami; anak-anaknya

Pondok cahaya-Yk,08012015

Transleet :

1.      “Nek gething ya aja nemen-nemen.” -- Kalau benci janga terlalu
2.      “Aja ngenteni sugih!”-- Jangan tunggu kaya
3.      “Bar kie uwislah ora usah neko-neko.” -- Habis ini sudah enggak usah aneh-aneh
4.       “Enjih, namung sekedap, Mak.” -- Iya, hanya sebentar, Mak




Puisi ini menjadi juara ketiga dalam  Kelas Menulis Puisi Jilid I di Komunitas Bisa Menulis


Comments