dokumen pribadi |
Sebelum saya menulis yang masuk ke dalam tema. Saya tuliskan sekilas info tentang saya. sebab, ini akan berpengaruh pada naskah yang akan saya tulis. Saya tinggal di panti asuhan bersama anak-anak panti yang keseluruhannya perempuan. Sekitar tiga tahun yang lalu, kami membantu membimbing anak-anak tersebut. Kami tinggal di tempat khusus--bukan rumah sendiri, namun selanjutnya saya tuliskan; di rumah.
Apa sih asyiknya Ramadhan di rumah?
Saya memasukan dua hal sebagai alternatif cerita dalam tulisan ini.
1. Tentang aktifitas saya yang berbeda.
2. Tentang kebersamaan yang indah.
Ibu Rumah Tangga sering disibukan dengan urusan dapur. Baik merencanakan atau menyiapkan menu harian keluarga. Pagi mau sarapan apa, siang menunya bagaimana, dan makan malam nanti menu apalagi ya? Ini juga yang saya alami. Tidak jarang saya minta pendapat suami, atau mengusulkan agar dia request menu untuk besok, pun yang akan datang.Tapi, bila Ramadhan tiba. Ceritanya menjadi berbeda.
Kegiatan di rumah menjadi kegiatan pertama dan utama. Tapi, saya merasa
memiliki waktu luang lebih banyak jika dibandingkan dengan hari lain. Waktu itu
adalah beberapa jam yang tadinya saya gunakan untuk memasak.
Bila dikalkulasi secara teori,
saya membutuhkan satu jam untuk memasak dan mentiapkan sarapan. Satu jam
menyiapkan makan siang, dan satu jam lainnya untuk makan malam. Di Bulan
Ramadhan saya mengurangi satu waktu secara full, yaitu menyiapkan makan siang. Untuk
kedua balita saya, biasanya sudah masak sekaligus dari pagi.
Waktu menyiapkan makan malam
berganti dengan menyiapkan menu buka puasa. Di sini saya jarang masak,
paling-paling membuat sup atau tumis sayuran hijau. Hal ini saya lakukan untuk
menyeimbangkan menu yang diberikan oleh donatur (saya dan keluarga kecil biasa
mendapatkan jatah menu berbuka sebagaimana yang diterima anak panti). Biasanya mereka
memberikan nasi kotak dengan lauk dan sayuran kering.
Waktu yang luang itu saya gunakan
untuk membaca, baik kitab suci atau buku lain. Kebetulan saya membiasakan diri
untuk menulis, jadi kegiatan membaca tidak dapat dipisahkan dengan apa yang
saya biasakan.
Lalu bagaimana tentang kebersamaan dengan keluarga?
Keluarga di sini, bagi saya ada dua kategori :
Pertama, adalah suami dan kedua
anak saya
Kedua, yaitu anak-anak panti
asuhan.
Saya mulai dari kebersamaan
dengan yang pertama.
Karena tidak makan dan minum,
waktu bersama anak-anak terasa jadi lebih banyak. Saya bisa membacakan dongeng
pesanan anak pertama saya kapan pun dia mau, di waktu senggang saya. Saya bisa
bersenda gurau dan bermain dengan mereka lebih sering. Jika biasanya saya sibuk
masak untuk makan siang, di bulan Ramadhan bisa lebih fokus mengurus anak-anak.
Suami saya adalah seorang guru,
hingga hari saya tuliskan ini, dia masih beraktivitas di tempatnya mengajar. Ada
kegiatan pesantren kilat di sana. Saat makan sahur adalah moment yang saya
tunggu. Mau tidak mau kami sudah sama-sama terjaga sejak satu jam sebelum
sahur. Saya merasa bahagia bisa menyiapkan menu sederhana untuk suami. Terlebih
bisa mengawali pagi bersama-sama juga.
Kebersamaan yang kedua adalah
dengan anak-anak panti asuhan.
Yang ini terasa seru jika ada
acara buka puasa bersama. Kami berkumpul di satu ruangan, kadang aula, dan
kadang di masjid panti. Wajah-wajah mereka tampak lebih bercahaya, mungkin efek
berpuasa. Kebahagiaan mereka bisa berkumpul usai azan Maghrib dan menikmati
menu takjil, dapat saya rasakan. Hati ini seolah terus berbicara, “Selamat
berbuka puasa. Ibu senang melihat kalian bahagia hari ini.”
Begitulah keseruan Ramadhan di
rumah saya. Kalimat yang paling mewakili dari keadaan kami saat Ramadhan
adalah, “Lebih banyak waktu untuk bersama.” Happy Ramadhan Mubarak. Semoga bermanfaat.
Jumlah kata : 548 kata
Tulisan ini diikutkan dalam Kontes Blog Ramadhan di Rumah yang diadakan Liputan6 kolaborasi dengan rumah.com
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara