Belajar Disiplin, Yuk!



Talitha memiliki saudara kembar bernama Nabila. Sudah berkali-kali mereka meributkan mainan, buku dan majalah yang berserakan di ruang tengah. Talitha mengerucutkan bibir sambil menata majalah.
“Bantuin dong, Kak Nabila.”
Talitha memanggil Kak karena Nabila lahir lebih dahulu.
“Sebagai adik yang baik, kamu mau kan bantuin Kakak?” jawab Nabila sambil nyengir.
Kening Talitha berkerut. Bukankah dia sedang melakukan apa yang diucapkan kakaknya?
Bunda baru pulang dari arisan. Beliau meletakkan tas di atas meja lalu menghampiri kedua anak kembarnya. Begitu melihat bundanya, Nabila langsung bergabung dengan Talitha. Dia menumpuk koleksi majalah Anak Cerdas dan membawanya ke rak untuk ditata.
“Anak-anak hebat. Gitu dong kalau habis main dirapikan,” puji bunda begitu jongkok di antara mereka.
Talitha mendongak. Dia melihat Kak Nabila. Oh jadi begini, kalau ada Bunda Kak Nabila ikut membantu?
Begitu bunda masuk ke kamar, Talitha mengambil satu majalah Anak Cerdas edisi 10. Dia sudah selesai merapikan mainan dan buku-buku. Mending baca majalah deh.
Talitha berhenti membuka majalah.
Kedua matanya menatap cerita Keluarga Bunga berjudul Disiplin dalam Islam. Aha! Anak kelas IV SDIT Almumtaza itu menjetikkan jari. Wah mau apa ya?
Sementara itu Kak Nabila asyik mengutak-atik game di android bunda.
“Sholat lima waktu dan puasa memiliki aturan tersendiri. Ada waktunya, ada tata tertibnya. Itu mengajarkan kita untuk disiplin.”
Talitha membaca keras-keras sebagian cerita majalah di tangannya. Dia sengaja agar Kak Nabila mendengarnya. Eh, lihat! Tangan Kak Nabila berhenti menyentuh layar android. Dia sepertinya menajamkan pendengaran.
“Contoh lainnya yaitu adanya larangan makan dan minum berlebihan, larangan begadang, anjuran menuntut ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat,” lanjut Talitha bersemangat.
Kak Nabila meletakkan android di dekat tas bunda.
Dia berjalan pelan mendekati adik kembarnya. Dengan sangat hati-hati dia duduk, seolah berusaha agar Talitha tidak mengetahuinya.
“Semua anjuran dan larangan itu bertujuan untuk melatih kita hidup disiplin. Kalau kita terbiasa hidup disiplin, waktu yang kita punya tidak akan terbuang sia-sia.”
Talitha tersenyum. Dia ingin melirik Kak Nabila, tapi ditahannya.
“Dan contoh disiplin yang lain adalah membiasakan diri membersihkan tempat tidur sendiri dan ...,” ucap Talitha tertahan beberapa saat.
“M-e-n-j-a-g-a ... kebersihan rumah!”
Anak berpipi tembem itu sengaja mengeraskan bagian yang diinginkan. Sekarang pipi Kak Nabila memerah. Dia merasa tersindir dengan yang dibaca adiknya.
“Eh, Dik ... tapi, rapi-rapi dan menjaga kebersihannya bisa kerja sama, kan?” tanya Kak Nabila dengan wajah memelas.
Talitha menutup majalahnya.
Dia merasa senang Kak Nabila mendengarkan apa yang dibaca. Tapi, dia tidak tega melihat wajah memelas kakak kembarnya.
“Tentu saja, Kak Nabila. Kan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Ibarat sapu lidi, kita bisa membersihkan halaman rumah. Kalau hanya satu lidi, kapan bersihnya?”
            Talitha menirukan gaya bunda saat menasihati.
Dua tangannya bersedekap sambil melirik pada Kak Nabila. Kak Nabila segera melepaskan kedua tangan adiknya dan menggelitik bawah ketiak.
            “Kakaaak! Geli ... ha-ha-ha. Udah dong Kak, mules nih ... ha-ha-ha.”
 Talitha berdiri menghindar dari gelitikan Kak Nabila.
            “Ada apa nih kok ramai?” tanya bunda dari pintu kamar.
            Talitha dan Nabila saling pandang. Mereka berdua meletakkan telunjuk di bibir, “Ssst!”
Penulis adalah pengasuh panti asuhan di Yogyakarta




Comments