Saat Kita Meminta Maaf Pada Anak

DokPrib

Senin lalu saya menulis tentang Membantu Anak Percaya Pada Orang Lain. Sesuai program pribadi blog ini, saya menulis tentang parenting dari hal-hal yang saya alami sendiri. Kondisi tiap ibu dan anak tidak bisa disamakan, tapi pengalaman bisa dijadikan pembelajaran. Semoga postingan ini juga bermanfaat, terutama bagi diri sendiri, Alhamdulillah bila orang lain juga.
***

Sebagai ibu, apalagi Ibu Rumah Tangga penuh waktu, kesabaran menjadi hal yang terus saya perjuangkan. Mungkin bagi sebagian lain, ini adalah wajib dan biasa, tapi saya belum demikian. Walaupun nyata tahu bahwa Baginda Nabi S.A.W mengingkatkan agar kita jangan marah, tetap saja masih marah. Alhamdulillah, kendali sudah mulai terpegang, marah tidak lagi menjadi ledakan pertama. Ya ... kadang tetap saja meluap. Astaghfirullah.

Demikian juga terhadap anak-anak. Jika saya dalam keadaan datang bulan, lelah, maka lebih gampang sensi. Tapi ternyata ... ada dua kebiasaan yang membantu saya dan anak-anak untuk bisa lebih asertif menghadapi segala hal  yang mewarnai hari.

Kebiasaan apakah itu?

  • Saya membiasakan aktif komunikasi dengan anak-anak sejak mereka di dalam kandungan. 
Jadi, kadang dianggap aneh sama tetangga saat saya bicara begitu serius dengan anak saya yang baru 2 tahun. Maksudnya kok seperti bicara dengan teman saja. Misalnya apa nih?

"Dik, ini sudah panas. Sebentar lagi jemput kakak ke kelas guru. Itu burungnya abi kepanasan. Ummi angkat dulu, ya, baru setelah itu kita ke kelas guru?"

Itu satu contohnya. Kelas guru merupakan sebutan Byan (anak saya 2 tahun) untuk sekolah kakaknya. Beda lagi kalau saya meminta tolong, maka saya memakai kalimat sependek mungkin.

"Tolong ambil sapu."

Atau ...

"Tolong tutup pintu."

Kadang-kadang ...

"Kita bobok, yuk ...."

  • Saya biasa meminta maaf jika membuat mereka tidak nyaman.
Kadang apa yang diinginkan anak tidak bisa dipenuhi semua. Pada waktu seperti itu biasanya saya meminta maaf.

"Maaf, ya, Ummi belum bisa belikan kakan sendal hari ini. Ummi sedang enggak enak badan. Besok kalau sudah sehat, gimana?"

Atau

"Maaf, nunggunya kelamaan, ya? Sudah selesai main airnya?"

Apa hubungan dua kebiasaan itu dengan kondisi saya yang agak marah?
Biasanya, saya menegur dengan nada serius, "Kakak, enggak gangguin adik main." Begitu terdengar suara tangis, nada saya naik beberapa oktaf, "Kakaaaak!" Kadang karena gemas, saya menoel pipinya, atau  memegang (sungguhan m-e-m-e-g-a-n-g telinganya).

Apa yang terjadi?

Anak saya menangis sambil mengulurkan tangan.

"Ummi ... minta maaf."

Deg!

Kepala yang tadinya mulai mengepul langsung tersiram es. Dingiiin. Hal itu juga dilakukan adiknya. Sekarang, saya berusaha tidak terlalu gemas pada mereka. Sebisa mungkin saya bereskan pekerjaan saya, hingga tidak ada sebab yang menjadikannya pijakan meluapkan amarah. Lah, ya kadang kemarahan yang kita ekspresikan sebenarnya bukan karena anak-anak, tapi karena PRT (Pekerjaan Rumah Tangga) yang belum kelar. Hehe.

Ternyata meminta maaf pada anak tidak perlu gengsi. Mentang-mentang lebih tua, saya tidak pantas merasa lebih benar. 

Mudah-mudahan menjadi anak-anak yang shalih dan Qurrota A'yun ... Aamiin.

Comments

  1. aduh mbak terharu bacanyaaaa huhu penting banget ya mengajarkan minta maaf ke anak dimulai dari kita

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ... saya juga pernah memeluk mereka sambil netes air mata, saking enggak nyangkanya ...

      Delete
  2. iya mbak.. anakku juga suka minta maaf sendiri.. minta dipeluk kalau liat mamahnya marah karena dia :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, ya, Mbak. Mudah-mudahan menjadi anak saleh/salehah.

      Delete
  3. kalau minta maafnya begini gimana mbak : sorry ya nok, sengaja... maksudnya saya minta maaf tapi ada bercandanya juga...
    he he...nggak boleh ya mbak...?? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak bisa memahami bahas ibunya, sesuai detak jantung, ekspresi wajah, dan gesture kita. Jika kita bercanda, mereka juga paham, In Sya Allah. Asal enggak kelewatan.

      Delete
  4. Penting banget orang tua minta maaf pada anak jika salah, sebagai contoh agar anak pun mau mengakui kesalahannya.

    ReplyDelete
  5. minta maaf, tolong, terimakasih, hal yg paling susah diucapkan bahkan oleh orang dewasa karena tak dibiasakan sejak kecil ya mba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak ... benar, saya termasuk yang jarang sekali menerima itu. Makanya ingin memutus mata rantai hingga bisa mengucapkan dengan tulus

      Delete
  6. baca posting ini jadi ingat adik saya (lima tahun), misalnya saya enggak tau dan enggak sengaja menginjak buku gambarnya. Ia langsung tarik tangan saya, "Kak oka bilang: Sorry furqon," ucap adik saya mengingatkan sambil menunjuk buku gambar yg saya injak. Mendengar seperti itu saya langsung deh bilang, "Sorry ya furqon." Entah dari mana dia belajar kata SORRY itu. nah loh saya kok jadinya curcol... Hehehe.

    Ternyata tidak selamanya, anak kecil yang harus peka bilang MAAF jika melakukan kesalahan. Terkadang kita yang besar, malah kurang peka untuk mengucapkan kata MAAF ke mereka. hehe am i right mbak???

    ReplyDelete
  7. Itu sudah mencomot kosa kata luar. Hehe.

    Iya, tepat sekali. Sebagai ibu, saya berusaha minta maaf bila memang salah. Kadang kalau terlanjur membuatnya menangis. Saat sudah reda saya dekati ... "Maafkan Ummi kalau tadi sudah buat menangis, ya ..." Lalu memeluknya. saya tahu, luka yang tadi tidak langsung sembuh, setidaknya saya belajar berdamai dengan jiwa sendiri.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara