Hati yang Merindu Piknik

Di atas perahu



Aku masih menatap lantai keramik krem yang warnanya terkontaminasi sisa-sisa sarapan anak. Ada noda kecap, susu, pun nasi yang terinjak-injak. Dada tiba-tiba menyempit, terasa sesak. Pikiran menyapa asyiknya suasana piknik beberapa jenak.

"Ummiii! Adek e-eek!"

Teriakan itu membuat lamunan berkeping-keping, kaki segera beranjak. Visual menatap mimik si adik yang berjuang mengeluarkan pup, sementara Maisan (kakaknya) menyingkir beberapa meter sambil ngakak.

"Kok enggak bilang sih, Dek?"

Senyum yang membuat gemas terlintas, sementara dia tarik napas. Aku buru-buru mengambilnya dan mengangkat ke kamar mandi. Sebelum sampai ke pintu kamar mandi, kain tumpukan cucian yang mengantri ada yang menjuntai. Inna Lillah! Pas sedang repot ngangkat anak yang pup bukan pada tempatnya, masih ditambah kesandung cucian kotor pula. 

Baru sampai ke kamar mandi tiba-tiba HP berderit, tanda SMS masuk. 

Besok presentasi naskah, ya, Bunda. 

Nah, kan. Aku belum siap-siap untuk presentasi naskah yang ditagih teman. Kebetulan banget dapat job untuk menulis buku pendukung pelajaran. Pikiran dan perasaan berganti-ganti membayangkan apa yang pertama akan aku lakukan.

P-I-K-N-I-K

Aku mendadak merasa butuh piknik. Serius.

Itu hanya bagian dari keseharianku yang hidup di lingkungan panti asuhan. Rutinitas sebagai Ibu Rumah Tangga penuh waktu yang sedang belajar menulis ... sungguh-sungguh tak bisa lepas begitu saja dari yang namanya piknik.
*** 
Desember tahun lalu, menjadi piknik yang paling berkesan bagiku. Selain bisa berkumpul dengan ketiga adik yang sama-sama sudah berumah tangga. Aku juga bisa menikmati sepoinya embusan angin pantai dari atas perahu kecil. 

Sebelumnya ...
Adikku yang tinggal di Kertosono, Jawa Timur datang ke Yogyakarta. Di kota gudeg ini ada aku dan adik bungsu kami. Kami bertiga sepakat dengan anak-anak akan ke Kebumen. Di hari yang ditentukan, kami bersama-sama ke sana.

Adik keduaku memiliki baby baru, anak ketiga. Kami akan menengoknya mumpung ada kesempatan. Hatiku merasa lega, akhirnya akan ada oksigen baru yang menyapa bilik jantung. Seperti anak kucing lapar yang bertemu induknya. Bak anak ikan yang mendapat cacing dari bundanya. Hati ini merasa riang. Cucian yang menjadi kewajibanku ... menepi dulu. Kerempongan di tempat tinggal ... lupakan dulu. Sekarang waktunya bersama, ya ... walau hanya jarak dekat, tidak mengapa.

Di sebuah warung soto kami berhenti. Menu familiar keluarga, dan enak di lidah segera mengisi meja-meja tempat kami menunggu.

Ini pas turun ke warung soto
Aku yang membawa dua anak, membiarkan mereka menikmati makanannya dulu. Sementara adikku dan ketiga anak, ibu mertua, plus suaminya sudah melahap hidangan hangat itu, segera. Di belakangku ada ibu mertua adik yang kebetulan juga ikut. Beliau juga langsung menikmati semangkuk soto ayam nan lezat.

Suasana warung terbilang ramai. Pengunjung berganti-ganti datang dan pergi. Aneka kue kecil dan camilan melengkapi meja-meja tertentu. Ada sate telur puyuh, bakwan, mendoan, kue lapis, dan lainnya. Semua terlihat menggoda selera. Atau, mungkin memang karena aku yang sedang lapar.

Begitu kedua anakku sudah merasa kenyang, aku baru maju menyentuh sendok, mengaduk soto dengan pelan. Kepulan asap membumbung, tapak tangan kanan memegangnya. Ah, masih hangat kok. 
Ini kedua anakku yang pakai kaus kuning
Acara sarapan selesai sudah. Kami melanjutkan perjalanan menuju Kota Beriman. Eh, baru juga setang mobil mutar beberapa menit, adik bungsu langsung belok ke arah pantai.

"Kita mau ke mana?"

"Ke Glagah dulu."

Lah, tahu saja kalau aku butuh yang macam begini. Oke, aku pun bertambah tersenyum.

Mungkin ada yang bertanya, "Ke mana suami?" Ini butuh klarifikasi sebentar. Suamiku guru yang baik. Dia mengajar di SD di kota. Kalau boleh aku menilai dengan kalimat yang agak ekstrim, dia itu seperti orang yang datang paling awal dan pulang paling akhir. Untuk waktu yang diluangkan kedua adikku, dia sedang sibuk-sibuknya. Padahal sih kalau boleh meminta, aku maunya piknik berdua saja. Namun, namanya juga manusia, ujian bisa datang dari yang macam ini.

Sementara mobil mulai melamban. Adik memesan sebuah perahu kecil dengan mesin untuk menikmati keindahan danau di tepi pantai. Hijau ... hijau ... hijau. Netra menjadi terasa sejuk. Anak-anak bersorak saat kami menuju perahu, duduk, dan bersiap melaju. 

Bersama embusan angin yang lembut, perahu pun melintasi pohon-pohon bakau. Perahu-perahu lain melintas.

"Waah, kayak di film," ucap satu keponakanku.

Kedua anakku tersenyum lebar. Bagi mereka itu adalah pertama kalinya naik perahu. Aku berdo'a mudah-mudahan lain kali ke sini bersama suami. Ya, main rayu-rayu sedikit lah. Kapan, ya?


Keceriaan Naya, keponakanku
"Ini bagus untuk syuting film horor."

Aku ikut mengamati gubug-gubug yang seolah terapung, pagar-pagar dan pohon bakau. Kalau dibayangkan pada saat malam hari, mungkin memang pas untuk adegan misteri. Satu demi satu pendapat mengisi perbincangan ringan kami.

Ini dia danau yang di tepi pantai Glagah
Hari mulai siang ...
Kami bersiap menuju mobil dan melanjutkan perjalanan ke Kebumen. Sebenarnya jarak Yogyakarta-Kebumen bisa ditempuh dua hingga tiga jam perjalananm, namun hari itu kami menambah waktu perjalanan.
Lalu lintas jalur selatan meramai. Suara knalpot, asap darinya mewarnai pemandangan jalan. Kedua anakku mulai menguap. Mereka pun menyandarkan kepala di pundak dan tertidur. Dan aku mulai mual. Biasanya sih enggak pernah mabuk. Ini kok beda, entah apa yang memicu untuk mengeluarkan isi perut. Bagaimana aku bisa lupa, jika waktu itu adalah pertama kalinya mabuk di perjalanan sepanjang setelah menikah?

Rumah yang dituju mulai tampak. Letaknya tidak jauh dari alun-alun Kota Kebumen. Dua keponakanku sudah menyambut di depan pintu. Begitu anak-anak bertemu, mereka langsung beraksi dengan permainan apa pun. Pokoknya ada tujuh anak kecil yang sedang aktif-aktifnya meramaikan rumah adik di Kebumen.

Inilah keseruan mereka main
Aku memilih berbaring sambil memijit kening. Beberapa waktu kemudian rasa pening sudah berlalu. Walau ada sedikit hambatan fisik, namun silaturahmi menjadi obat penat. Kebersamaan kami sudah menjadi piknik tersendiri.

"Namanya siapa?" tanyaku saat melihat bayi merah sedang pulas tertidur.

Setelah mengusap dan mengecupnya, aku menyelonjorkan kaki. Aih, berasa sudah sepuh, padahal usia baru tiga puluh (lewat sedikit).

"Rara."

Wah, anak gadis nih. Aku yang punya dua anak laki-laki langsung ingin menggendong, tapi kasihan sedang pulas. 

Alhamdulillah bisa menghirup udara lain ... sangat menginginkan rencana yang lebih baik, seru, dan tentunya ... bareng suami. Ayo lah ... (merayu).

Ini baby Rara
Begitulah kisah piknik yang berkesan. Kalau aku berkesempatan piknik atau liburan di  Bogor bersama keluarga, ingin juga sih nginap dan bisa berkunjung ke Taman Safari. Ya, kami bawa anak-anak soalnya. Atau mungkin ke destinasi lain yang penting bersama keluarga.

Jumlah kata : 981 kata


Tulisan ini diikutkan Lomba Blog Piknik itu Penting.

Comments

  1. Hai mbak........tulisannya bagus....good luck ya...salam kenal... Sesama jogja ya..:-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Mbak Sulis. Alhamdulillah akhirnya bertemu juga dengan orang Jogja. Yess! Yess! Yess! :)

      Delete
  2. Sukaaa deh baca tulisannya. Tulisannya kelihatan mengalir gitu. Salam kenal mbak. Piknik laGI YUUK..

    ReplyDelete
  3. Ceritanya seru. Terimakasih sudah berpartisipasi dalam lomba. Maaf, pengumuman ditunda tgl 20 Oktober 2015. Goodluck.

    ReplyDelete
  4. Ceritanya seru. Terimakasih sudah berpartisipasi dalam lomba. Maaf, pengumuman ditunda tgl 20 Oktober 2015. Goodluck.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke, Mbak Murtiyarini. Terima kasih juga informasinya.

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.

Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara