Ketika menulis
tentang hal yang bisa ditanyakan dalam proses taaruf sebelum menikah, saya
tertumbuk pada satu kalimat. “Sebaiknya calon suami-istri ini saling terbuka,
akan tinggal di mana setelah menikah. Apa akan bersama atau LDR dulu?”
Setidaknya intinya begitu. Artinya, tidak ada satu pihak di antara mereka yang
mendadak teraniaya karena harus pisah, tanpa pemberitahuan lebih awal.
Dalam perjalanannya,
pernikahan menemui banyak tantangan. Ada yang tiba-tiba suami di PHK, suami
berhenti bekerja, dan istri mengambil alih sebagai tulang punggung kehidupan
mereka dengan tanpa batas waktu. Bahkan, ada yang sudah puluhan tahun menjalani
ini.
Pagi tadi, saya ada
tugas di kelas menulis yang saya ikuti. Intruksinya adalah tuliskan apa yang
ditakutkan, membuat marah, atau ... apa ya satunya? Kecewa mungkin.
Karena saya paling belum jelas jika harus LDR, maka saya ambil tema itu. Awalnya saya coba lempar pertanyaan di akun FB saya. Begini pertanyaan yang saya ajukan, “Mau tahu dong, Teman-teman yang LDR an, banyak suka atau dukanya. Terus, kalau bisa milih, pilih LDR apa enggak? Makasih, yaaa. Always love youuu ... .
Karena saya paling belum jelas jika harus LDR, maka saya ambil tema itu. Awalnya saya coba lempar pertanyaan di akun FB saya. Begini pertanyaan yang saya ajukan, “Mau tahu dong, Teman-teman yang LDR an, banyak suka atau dukanya. Terus, kalau bisa milih, pilih LDR apa enggak? Makasih, yaaa. Always love youuu ... .
Kemudian bergulir lah jawaban-jawaban yang membuat saya merenung di antara hujan yang menyiram tanah Sumenep, hari ini.
Apa sajakan pendapat teman-teman saya yang menaggapi LDR itu?
Berikut jawabannya:
1.
LDR bikin ruang dan waktu untuk selingkuh.
Pendapat ini tentu saja tidak bisa disalahkan. Sangat masuk
akal jika sejoli berjauhan, ada rindu yang mendebar, kemudian lewat lah sosok
lain yang bisa jadi lebih sempurna di matanya atau di napsunya, maka timbullah
percikan-percikan rasa yang membuahkan bibit-bibit suka. Nyaman. Dan ingin
bersama. Bersama yang lain. Karena kebersamaan dengan yang seharusnya tidak
mungkin. Sedang LDR.
2.
Bisa lebih saling merindukan dan jarang ribut.
Ini tentu saja adalah nilai plus dari LDR. Dan otomatis
sangat subjektif. Apa yang dialami orang otomatis berbeda. Pendapat ini
dilontarkan teman saya yang lain dalam bahasa renyah, “Kalau ngomong LDR itu lah yang saya
alami dari saat sebelum nikah (awal pede kate sampai tau suka sama suka) dan
masih berlanjut hingga sekarang. Masih suka LDR, dan itu bukan keinginan kita
(karena tuntutan pekerjaan suami yang freelancer yang suka keluar kota bahkan kadang keluar
pulau dan keluar negeri. Dengan waktu cukup lama bagi saya. Tapi paling lama ya
2bulan. Minim 1 minggu sekali baru bisa pulang. Tapi sebaliknya ketika gak ada
pekerjaan beliau dirumah terus. Tapi gak sukanya juah, ketika anak sakit dan
hamil pas sendiri dirumah. Rasanya itu luar biasa. Pengin nangis triak tapi aku
harus tegar (cielah)
Tapi sukanya kita selalu saling merindukan dan jarang ribut.
Tapi kalau boleh memilih ingin selalu bersama dalam suka maupun duka. Karena kalau kita ketemu pasti selalu banyak senengnya.”
Tapi sukanya kita selalu saling merindukan dan jarang ribut.
Tapi kalau boleh memilih ingin selalu bersama dalam suka maupun duka. Karena kalau kita ketemu pasti selalu banyak senengnya.”
3. Belajar Tegar.
Ini tercermin dari
komentar tema saya yang lain, “Saya
lagi LDR. Emmm... Dukanya, karena lagi hamil tua jadi nggak ada yang mijitin
kaki atau elus punggung tiap malem, nggak ada yang bantuin angkat cucian, atau
jemput anak sekolah. Hihihi... Kalau ada beliau, aku tuh kayak tuan putri.
Nggak boleh ini itu. Jangan capek2. Kalau perlu makan delivery aja. Cuci baju
dilaundry. Sukanya, kalau ketemu itu loh... Berasa ada cinta baru.”
4. Banyak Duka, tapi Sukanya Jauh Lebih Banyak
Masih ada cerita
lain dari komentator di postingan saya,”Saya
pasangan LDR. Mungkin untuk waktu yang tidak sebentar atau bisa jadi most
entire life. Bisa dihitung waktu-waktu bersama suami selama tiga tahun ini ...
dari mulai umur pernikahan 3 hari ditinggal kerja, hamil muda sampe tua
mengurus diri sendiri ( termasuk saat bikin bpjs, dll.). Bukan keinginan. Tapi sudah
tuntutan profesi suami. Dukanya memang banyak tapi insaAllah sukanya lebih
banyak. Dalam setiap kali pertemuan nyaris gak ada waktu yang terbuang sia-sia
untuk ( misal) ribut, diem-dieman, dan masalah serupa lainnya. Setiap pertemuan
seperti saat dulu masih pacaran.”
5. Banyak
Tidak Enaknya.
Ujungnya, ada perenungan lain dari pengalaman seorang
teman, “Banyakan ga enaknya mba. Suami seolah-olah hanya setor
materi (emang itu bentuknya hehe), dia tidak tahu bagaimana istrinya berjibaku
dengan urusan2 rmh tga, soal kasih sayang trhadap anak, soal sosialisasi dengan
tetangga2... soal keruwetan yg dihadapi oleh istri... soal apapun yg dihadapi
keluarganya di rumah. Makanya (ini kalau saya ya) suami suka kurang peka dengan
kesibukan istrinya (saat di rumah), karena terbiasa dgn hidupnya yg sendiri 'di
sana'. Nah, ada lagi .... yaitu curigation yg berlebihan.”
Setidaknya, kalimat di bawah
ini akan cukup mewakili, apakah saya takut, khawatir, atau marah menyikapi LDR.
“Duhai orang-orang yang dekat atau
didekatkan dengan saya. Saya mohon, semoga tulisan ini bisa dibaca. Sejujurnya
saya adalah wanita yang mencoba berbakti pada suami, karena alasan syariat,
tapi bila LDR menyapa dan ada apa-apa yang terjadi di luar prediksi, di antara
kami, maka yang berperan membuat kami LDR harus bertanggungjawab. Saya yang
akan menuntut di hadapan-Nya kelak.”
Wkwkwkwk.
Mendadak sangar.
Oh. Sudah sejak lahir. Saya baby
sangar. Bukan baby shark.
Itulah tadi pendapat-pendapat
perihal LDR, dari membuka peluang selingkuh, hingga pelajaran ketegaran.
Anda, masuk kategori yang mana?
Boleh komentar.
Bebas share.
Anda, masuk kategori yang mana?
Boleh komentar.
Bebas share.
Hai mba Kayla, ini Dinda Lc, Hehe mampir ah karena judulnya bikin penasaran. Soalnya saya pun sedang mengalami LDM, Long Distance Marriage, Huhu. Bukan keinginan kita sih. Soalnya butuh penyelesaian prosedur. Maklum, antar negara. Butuh prosedur untuk bersama.
ReplyDeleteAlhamdulillah, walau baru nikah sebulan udah ditinggal, tapi karena LDM kita malah semakin dekat karena sering ngobrol walaupun via video call. Gak takut sama yang namanya selingkuh, kan kan pernikahannya dibangun dengan kepercayaan, jadi saling percaya adalah salah satu kunci menjaga pernikahan jarak jauh. Ujiannya berat, karena kangen huhu. Tapi malah hal itu semakin mendekatkan kita kepada Allah agar menyegerakan kami bertemu lagi.
Salam sayang mba Kayla.
Wah, wah ... Apa kabar, Dinda? Alhadulillah, bahagianya disinggahi pengatin baru. Iya. Melihat dari satu sudut pandang akan sangat tidak adil. Setiap orang berhak berpendapat, apalagi dengan pengalaman yang berbeda. Barokalloh.
Deletesangat menarik mengenai ldr ini
ReplyDelete