![]() |
Sumber |
“Kapan
kamu nikah?”
Sun Yi tak percaya, sosok di depannya mengawali percakapan dengan pertanyaan aneh. Kenapa
ada pemisah, antara mereka, dalam pertanyaan itu? Mata Sun Yi melihat tas
hitam yang dibawa sosok itu. Sekilas, jam tangan bermerk itu membuat matanya silau,
karena tempias sinar mentari dari balik jendela.
“Kenapa
kamu, bukan kita?”
Laki-laki berkulit langsat itu menarik kursi, menyisakan suara gesekan kaki kursi dengan lantai yang pelan. Dengan
sangat hati-hati, tasnya diletakkan di meja. Sebelum duduk, dia sempat
membersihkan debu-debu di kursi dengan tisu.
“Aku
mau minta maaf.”
“Atas
hal?”
Dia
tidak langsung menjawab. Tatap matanya menyorot Sun Yi tajam. Beberapa saat gadis itu juga
coba mencari kilatan jawab, dari korneanya. Sayang, tak satu pun cerita yang
bisa dibaca di sana.
Telinga Sun Yi abai akan langkah-langkah yang masuk ke perpustakaan, menyapa ‘selamat pagi’,
dan meminjam beberapa buku paket pelajaran. Jadi, kemarin itu, di antara mereka, hanya membicarakan omong kosong?
“Aku
akan menikah, bulan depan.”
Mendadak,
kursi yang terasa berguncang. Sun Yi menarik napas dengan berat. Keringat langsung membanjiri pori-pori,
sampai merembes ke baju, dan kerudung yang dia pakai. Ada banyak, sangat banyak
kalimat yang berbaris, kemudian bubar barisan tanpa aba-aba. Dan semua pergi,
tanpa perlu sepatah kata pun mampu diucapkannya.
Pikiran Sun Yi mengingat satu per satu planing mereka. Mulai dari seperti apa walimatul ‘Ursy
yang impian. Baju warna apa yang akan mereka kenakan. Salon mana yang bisa dimintai pertolongan. Berapa jumlah undangan yang akan disebar. Akan tinggal
di mana setelah akad. Berapa lama jangka waktu mereka bisa punya rumah sendiri. Usaha
apa yang bisa mereka jalankan bersama, agar lebih sering berkumpul.
Semua dibakarnya hari ini. Hangus. Tanpa sisa.
"Me-me-menikah?"
Sun Yi tidak yakin, pertanyaan itu bisa didengarnya. Sepertinya, suara gigi yang gemetar, jauh lebih keras, dari suara yang keluar dari mulutnya. Debaran jantung, napas, gigi, semua terdengar sangat keras dengan suaramasing-masing yang khas. Suara yang timbul, sebagai reaksi pertama ketidakpercayaannya.
"Ini undangannya."
Sun Yi mempertahankan posisi jantung sedemikian rupa pada tempatnya. Bukan sebatas kabar, tapi, undangannya pun sudah ada. Jadi, saat rencana-rencana mereka susun dulu? Ada rencana lain bersama gadis lain? Atau?
Buntu.
Pikiran Sun Yi berputar-putar seperti baling-baling, kemudian jatuh tersungkur, tak memiliki daya lagi. Apalagi gairah. Diliriknya kertas seukuran buku tulis. warnanya biru muda, dan dua buah foto yang sangat dikenal. Bukan hanya foto laki-laki itu, tapi foto mempelai wanitanya.
Siapa mempelai wanitanya, mbak? Penasaran nih :)
ReplyDeleteIn sya Allah besok diungkap ...
DeleteAduh sabar ya, Sun Yi
ReplyDeleteSemoga yang nulis juga sabar. Hihihi
DeleteThis comment has been removed by the author.
Delete