Apakah kita bisa santai menghadapi masalah?
Santai yang saya maksud bukan berarti tidak melakukan apapun. Ada satu aksi yang tenang, tapi bukan pula alon-alon asal kelakon (peribahasa Jawa yang artinya pelan-pelan saja yang penting terlaksana).
Berikut adalah kisah sederhana yang saya alami sendiri. Tokoh-tokohnya adalah anak-anak, sosok yang sebenarnya mengajarkan saya--kita banyak hal.
Siang
itu, saya sudah ada di depan gerbang sekolah anak sulung saya (Maisan). Tidak
di depan persis, tapi agak ke arah kanan. Duduk di atas motor, di tempat yang
teduh. Anak kedua saya berdiri di depan (kebetulan memakai motor matic). Anak-anak
TK Kuncup Melati sudah keluar. Mereka menuju orangtua masing-masing, atau siapa
saja yang menjemput.
Saya
menunggu Maisan. Saya sengaja memilih tempat yang agak jauh, ingin tahu, apakah
dia akan BETE ketika keluar kelas tidak menemui umminya (tidak kelihatan dari
halaman kelas), atau dia akan mencari ke tempat yang mungkin saya ada.
Pandangan
saya terus tertancap di bawah pintu gerbang. Satu per satu anak-anak tampak
berlari. Wajah mereka ada yang terlihat lelah, mengantuk, cemberut, dan
tersenyum.
Akhirnya
muncul juga wajah Maisan. Ternyata, dia memilih opsi yang kedua. Mencari saya,
bukan diam saja. Saya pun lega.
Maisan
tersenyum lebar. Gigi-giginya yang ompong terlihat jelas. Dia mengangkat tasnya
tinggi-tinggi. Matanya melihat saya, dan beralih ke tasnya secara bergantian.
Serupa satu klue bahwa ada sesuatu yang terjadi antara tas dan diri saya.
“Mi.
Ini dijahit dooong!”
Maisan
mendekat dengan wajah rileks dan senyum.
Dia justeru seolah sedang memberitahu saya satu berita bahagia. Padahal
kenyataannya adalah gagang tasnya putus. Aw!
“Oke
deeeh.”
Dia
naik ke boncengan. Tasnya yang gagang/cangklongannya tinggal sebelah langsung
di letakkan pada lengan kiri saya. Tidak ada kekecewaan, penyesalan, atau
marah. Dia sangat santai.
Sampai di rumah saya memancing agar
dia bercerita.
“Kok bisa prutul (bahasa Jawa yang artinya putus) ini ceritanya gimana?”
“Ya prutul sendiri.”
“Sama siapa?”
“Sama aku lah. Tadi kan aku lompat-lompat
sambil bawa tas. Tak owal-awilke
(diayun-ayunkan sambil memutarnya) terus putus.”
Sebenarnya tas biru miliknya memang
sudah lama. Beberapa jahitan juga sudah tidak kuat lagi. Jika pun diganti,
sudah ada gantinya. Tapi Maisan memilih minta dijahitkan bagian yang putus
ketimbang minta yang baru, atau pakai yang lain.
Saya
mengamati beberapa anak. Mereka kerap menangis bila barangnya rusak. Ada yang
langsung minta ganti, dan ada yang melemparnya. Beberapa memilih menangis
dengan waktu yang tidak sebentar. Byan, adiknya Maisan juga masih menangis.
Maisan
kok bisa ya?
Dia
santai sekali. Bukan bermaksud membandingkan anak-anak yang saya amati dengan
anak sendiri.
Kita
kerap panik dan mengedepankan emosi saat mendapat masalah, padahal terkadang
solusi yang dibutuhkan bukan hal yang sulit. Sangat wajar bila hati cemas,
gelisah, atau tidak terima dengan suatu keadaan, namun bukan berarti itu tidak
akan berlalu.
Menikmati
masalah untuk berproses menyelesaikannya masih perlu diperjuangkan. Sangat
mudah bila hanya bicara atau sebatas menuliskan, tapi butuh niat kuat dalam
pelaksanaan.
Saya
merasa tertampar. Saya ini orang yang gampang panik. Ada masalah sedikit
langsung mencari solusi, kadang tenang dan lebih banyak belum. Ada yang membuat
sedih, seolah sedih akan melekat selamanya. Sedang sakit seolah sakit adalah
musibah yang hanya menimpa diri. Astaghfirullah.
Saya
teringat Nasihat Muhammad Bin Ali bin Al-Husain Rahimahullah dalam Kitab
Jawahir Shifatush Shafwah, “Wahai anakku,
jauhilah olehmu sifat malas dan mengeluh.
Sesungguhnya kedua sifat itu merupakan kunci dari segala keburukan. Apanbila
engkau malas, niscaya engkau tidak akan mampu menunaikan kewajibanmu. Apabila
engkau banyak
mengeluh nisaya
engkaupun tidak akan sabar dalam menunaikan kewajiban itu.” []
kerennn..ibu dan anak sama kereen
ReplyDeleteSemoga menjadi doa,Iu Agustina Purwantini. Aamiin. Matur nembah nuwun.
Deleteomong2 soal pulang sekolah. Anakku skr kelas 2 madrasah dan udah mulai pulang sendiri, Mba.
ReplyDeleteAwal sih emang ngeluh, tapi pas aku beliin es di warung sebelah dia dah senyum2 lagi. :D
Hehe. Ahamdulillah, sudah gak ngerepotin ummi. Bisa pulang sendiri :)
Delete