Pulang
sekolah Amar berhenti sebentar didepan toko mainan. Ada pistol-pistolan
berwarna merah kombinasi hitam yang dapat mengeluarkan bunyi duar! Ketika
pelatuknya ditarik.
“Tiga
puluh ribu?” Amar membaca label harga yang menempel pada bungkus transparan.
Uang sejumlah itu sama dengan uang jajannya setengah bulan. Kalau harus
menabung ah, mana dia bisa menahan lapar, bukankah berangkat sekolah tak pernah
sarapan? sementara uang sangunya hanya cukup untuk membeli satu lontong dan
satu buah tahu goreng, bakwan atau mendoan. Dia juga perlu membawa air putih dari rumah.
“Eh,
besok kita main perang-perangan di lapangan, yuk?” ajak Makruf, teman
sebangkunya. Hampir semua temannya memiliki pistol-pistolan, hanya tiga anak
yang tidak, yaitu Sidiq, Zaki dan dirinya. Sidiq memang sama sekali tidak tertarik
karena dia harus membantu Ibunya jualan
bakso setelah pulang sekolah. Zaki sangat suka menulis, kalau diajak main dia
malah balik ngajak untuk nulis sambil tersenyum manis.
***
“Yess!”
pekik Amar singkat ketika menemukan ide bagaimana cara mendapatkan pistol
mainan di toko. Senyumnya merekah, bayangan bermain perang-perangan dengan
teman-teman selalu meliputi kedua matanya kemanapun dia pergi, hingga terbawa
ke dalam mimpi.
“Bu,
Amar besok ada iuran tiga puluh ribu.” Ibunya berhenti mencuci piring lalu
mendekat pada anak laki-lakinya.
“Untuk
apa? Kok banyak sekali?.” Sebagai tukang cuci keliling uang tiga puluh ribu
adalah jumlah yang banyak.
“Beli
buku kumpulan soal-soal, Bu” jawabnya
tanpa berani memandang wajah Ibu.
“Ibu
usahakan, ya.” Amar melompat girang. Pistol-pistolan warna merah kombinasi
hitam akan segera menjadi miliknya. Semua teman akan berdecak kagum melihat mainan barunya paling
beda dengan yang lain.
“Amar
berangkat dulu, Bu. Assalamu’alaikum …” Amar berjalan sambil sesekali meloncat,
langkahnya begitu lincah, hatinya riang. Ibu merasa heran, baru kali ini Amar
bersikap demikian hanya karena mau beli buku, padahal biasanya buku pelajaran
dibaca setelah tidak menemukan jawaban yang memuaskan dari Ibunya tentang soal
dalam PR.
***
“Mana?
Coba Ibu lihat bukunya seperti apa?.” Amar sedikit bingung mendapat pertanyaan
Ibu yang ingin melihat buku barunya.
“Masih
dipinjam teman, Bu,” jawabnya singkat.
“Kan
sekelas punya semua, kok masih ada yang pinjam?” Amar sedikit terpojok, ada
rasa bersalah karena dia telah berbohong.
“Punya
Amar kan sudah ada jawabannya, sedangkan punya teman Amar belum.” Ibu tersenyum.
Amar sedikit lega karena Ibu berhenti tanya.
“Besok
kalau sudah dikembalikan, Amar tunjukkan ke Ibu deh,” tambahnya sedikit
bimbang. Amar sangat berharap Ibunya lupa dan tak pernah lagi bertanya.
***
“Sudah
dua minggu, apa bukumu belum dikembalikan, Amar? Tanya Ibu. Amar terkejut,
harapan agar Ibu lupa langsung surut.
“Anu
Bu, …” Belum sempat menjawab tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
“Assalamu’alaikum
…” Amar membuka pintu, serombongan temannya telah menunggu sambil memegang
pistol mainan masing-masing.
“Ayo
Mar, kita main perang-perangan lagi.” Tanpa menjabat tangan Ibunya, Amar segera
menyambar pistol mainannya lalu bergabung dengan teman-temannya.
***
“Ah!
Kau kurang cepat larinya Mar! kelompok kita kalah terus,” Ucap Makruf ketus.
Pikiran Amar terus teringat pada Ibunya yang sedang mencucikan pakaian tetangga.
Dia telah tega membohonginya. Rasa bersalah membuatnya tidak konsentrasi dengan
permainan perang.
“Aku
keluar, ya. Mau pulang.” Tanpa menunggu jawaban dia segera berlari pulang,
ditengah jalan hujan turun, bajunya basah.
“Assalamu’alaikum
…” Amar langsung menuju kamar mandi, setelah mandi dan ganti pakaian dia
memeluk Ibu sangat erat.
“Bu,
Amar minta maaf, ya?,” ucapnya sambil terisak.
“Kenapa,
Amar?.” Diusapnya lembut rambut anak semata wayangnya yang basah.
“Amar
telah berbohong sama Ibu. Uang tiga puluh ribu itu Amar gunakan untuk membeli
pistol-pistolan, Bu. Amar tidak mau terus bohong sama Ibu.” Sang Ibu tersenyum.
“Alhamdulillah,
Ibu sangat senang kamu mengakui kesalahanmu.” Amar melepas pelukannya.
“Terima
kasih, Bu.” Sekarang Ibunya yang memeluk erat Amar, lalu mengecup keningnya.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara