![]() |
Google doc. |
Nurlia mempercepat langkah. Aku memanggil dengan keras. Tak sedikit pun gadis berseragam putih-biru itu peduli. Dia bahkan mengeluarkan kata-kata kutukan. Oh, sungguh aku tak kuasa mendengar. Orang yang dulu begitu dekat, sekarang tiba-tiba mengubah perasaan, sikap, dan ucapan.
"Nurlia! Tidakkah kau mengenaliku lagi? Nurlia ...?"
Dia menutup hidung, dan mulutnya dengan sesuatu berwarna hijau-putih. Nurlia berjalan kian menjauh. Aku bertelikung nestapa. Ingin rasa memprotes takdir Tuhan, namun tak kuasa. Begitu kejam ketetapan ini. Aku terlunta, nurlia berkelindan nestapa. Wajah tirus memendam gundukan-gundukan derita. Terlalu dalam ... dan berat mengoyak rasa.
Aku bertemu dengannya ketika gadis bermata kelereng 13 tahun.
"Kata orang sekarang angka sial. Tapi, aku akan bermanfaat jika kau ada."
Kata-kata Nurlia masih kuingat. Lekat. Jemari lentiknya mengusapku lembut. Simpul bulan sabitnya melebar. Aku menahan getar. Takjub dalam berjuta rasa syukur. Yang paling kuingat adalah harum rambutnya. Segar, aroma mawar. Kamarin wangi itu pun sudah tak tercium.
Ough ...
Dari hutan itulah semua bermula. Aku dan Nurlia memiliki keterikatan layaknya para makhluknya. Dia menderma cinta, aku sambut sesuai kodrat yang berlaku untuk semesta. Kenangan-kenangan bersamanya seolah pudar, tiada pernah kan memijar.
Kini ...
Aku terbang tak tentu arah. Membumbung lalui jalan-jalan berkabut. Menyeberang parit, sungai, danau dan laut. Aku mencari jalan pulang yang hilang. Menuju hutan-hutan nan rindang. Tiada 'kan bertemu. Sebab kejamnya nafsu manusia telah memantik api dalam gelora bara. Membakarku.
![]() |
Dari forum.kompas.com |
Mereka, yang memisahkanku adalah orang-orang yang tak puas akan harta. Hanya tanah yang akan mengenyangkan perut. Bergelimang nafsu ... berlarut-larut. Aku akan menghilang ... tapi do'aku tetap membentang. Sadarkanlah duhai Tuhan, orang-orang itu. Gantilah dengan orang-orang yang peduli serupa Nurlia dan lainnya. Mereka yang tetap mengupayakan pelestarian, dalam kemarau, ataupun hujan.
Aku sudah sampai negeri tetangga. Terlunta. Menatap anak-anak tanpa dosa terhimpit sesak di dada. Mereka juga mengutukku. Ibu-ibu menangis tanpa air mata. Pelajar terlunta di dalam kelas. Pedagang berniaga dalam istighfar.
Oh, sungguh kujalani takdir ini. Mengepul, membumbung, penuhi udara, buat sesak, terbang tinggi bersama embusan bayu ... terkatung, mengharap hujan buatan redakan pekat.
Pondok Cahaya-Yk, 19.09.2015
#SaveHutanIndonesia #BloggerMuslimah #SpecialBlogWalking
ikut prihatin dengan banyaknya bencana (alam?), ini bukan soal takdir semata...harus ada yang bertanggung jawab...
ReplyDeletetulisan yang bagus mbak Khulatul...saya iri sekaliiii.... :)
Benar, Mbak ... mudah-mudahan tahun depan tidak separah sekarang ... atau malah jangan.
DeleteWaaah cara protes yg menyentuh hati banget mbak semoga diselesaikan selamanya. Sekarang sy di Jogja juga :))
ReplyDeleteMasih belajar, Mbak Lusi T. Alhamdulillah bertemu oranga yang domisili Jugja lagi. Senaaaang.
DeleteTuh kan, asep bikin nyasar.
ReplyDeleteAwas aja tuh yang sengaja bikin polusi, harus nganterin pulang. Eh,
Nah, lho. Mudah-mudahan disadarkan. Aamiin
ReplyDeletehiks, hanya bisa membantu doa dan harapan semoga "asap pasti berlalu..."
ReplyDeleteDo'a juga bentuk kepedulia yang nyata ...
Deletesemoga kabut asap tidak berulang kembali ditahun depan,
ReplyDeleteAamiin.
DeleteAssalamu'alaikum, blognya keren bingits, pengen deh punya blog seperti ini :)
ReplyDeleteWa'alaikumussalaam. Masih belajar, Mbekayu ... Ayo diutak-atik aja ... trial and error. Ini juga gitu. Pernah saking asyiknya enggak bisa-bisa sampai kuota habis terus meringis dah ...
Deleteaku hampir nangis baca cerpen ini, siapakah kamu? burung ya mba? hehehe.. keren banget dijadikan cerpen seperti ini. ide yang bagus.
ReplyDeleteWah, bawa tisu enggak? Si aku adalah ... mauku sih asap. Tapi pembaca bebas berekspresi kok.
DeleteSadarkanlah mereka ya Allah ....
ReplyDeleteAamiin
ReplyDeletesmoga cpt teratasi ya mba mslh kabut asap :)
ReplyDeleteSemoga kabut asap cepat terselesaikan
ReplyDeleteTerima kasih sudah ikutan BW Spesial
Aamiin. Sama-sama, Mbak.
DeleteSebuah tulisan dengan gaya penceritaan yang menarik. Saya suka saya suka :-)
ReplyDeleteMasih belajar, Uni ...
DeleteTerima kasih motivasinya.
Suka gaya penyajian yg naratif dg diksi2 yg makin membuat tulisan ini makin menarik... :) hrs belajar sm mbak nih...hehehe
ReplyDeleteBerasa mau terbang. Saya saja masih belajar, Mbak Nani Djabar,
Deleteaku ini asap ya mba..?
ReplyDeleteSuka gaya tulisannya :)
Tepat sekali, Saudara. Makasih, ya ...
DeleteSemoga cepat kelar asapnya dan udara Segar lagi ^^
ReplyDeleteDiksinya suka. Semoga peristiwa asap segera pulih..
ReplyDelete