Setelah 15 Tahun Baru Bertemu

Saya bersama Dik Ai Rahwati

Dunia maya, 2 Agustus 2015.

Jendela chat room Facebook terbuka. Ada satu akun menyapa. Dia kawan; adik kelas yang sudah lama tak jumpa. Ai Rahwati namanya. Saya terkejut, seolah tak percaya. Kami biasa mengendap di balik jendela layar dunia maya. 


"Mbak, aku sedang di Jogja," kabarnya membuat kejut melompat, hamburkan berbagai rasa. 

"Di Jogja ... sebelah mana?"

"Kota Gede. Aku nemenin bapak ruqyah di sini. Mungkin pulang tanggal tiga."

Pikiran mengetuk hati, bagaimana cara agar kami bisa berjumpa. Menyambung silaturahmi, atau saling baerbagi cerita. Anak saya sekolah, baru pulang siang jam 10-an ... kira-kira. Kadang lebih, namanya juga anak TeKa. Sebelum pulang ya main dulu sesukanya.

Dunia Nyata, 3 Agustus 2015, pagi.

Rencana pertama, saya akan datang ke sana saja. Ke sekolah anak membawa ganti dan rupa-rupa keperluan yang ada. Sudah setengah jam bermain, anak-anak belum menampakkan tanda-tanda puas. Saya bertanya pada anak pertama, "Jadi enggak ke tempat temannya Ummi?" Anak berbaju kuning itu menjawab dengan keras, "Entar aja lah, Mi."

Suasana bertambah panas, udara musim kemarau, kok kemarau terus ya? Menerbangkan debu-debu. Saya membuat keputusan lain, terutama saat melihat Maisan dan Byan menguap. Ya udah lah, nanti sore saja minta tolong anterin suami. Batin memberi dispensasi. Kami pun pulang dan istirahat.

Sorenya di Panti Asuhan.

Alhamdulillah berhasil merayu suami untuk bertemu Dik Ai. Saya sudah siap, anak-anak lebih awal siap-siapnya. Usai tidur siang mereka langsung mandi dan menagih janji, "Mi? Jadi enggak ke rumah teman Ummi?"

"A-biii pulaaang. Yuk pakai sandalnya!"

Kedua wajah anak saya bercahaya, kilatan kornea kian berbinar. Mereka selalu bersemangat jika keluar, persis saya.

Ke(di) Kota Gede-Yogyakarta.

Hanya butuh waktu 20 menit, kami sudah sampai di Kota Gede. Karena sudah sore, saya tidak sempat mengabadikan gambar masjid, atau sendang di belakang masjid agung. Wah, padahal lumayan buat reportase sederhana. Oops. Kembali ke kami yang menunggu. Di Ai belum datang. Bya mondar-mandir. Lima belas menit setelah menunggu, Dik Ai sudah menyambut dengan senyum yang tak berubah.

"Ayo kita langsung ke sana, Mbak," ajaknya.

Kami menyusuri gang kecil hingga sampai ke rumah saudaranya. Banyak cerita yang terlontar. Jika harus meminta, saya akan membuat waktu berhenti di jam setengah enam sore itu. Biar ada lebih banyak kisah yang dibarter.

Semoga ada waktu lain bisa berjumpa lagi. Aamiin.




Comments