Minta dibius

Maisan dan Byan

Setiap ibu memiliki cerita tentang melahirkan buah hatinya. Satu anak, tidak hanya satu cerita. Entah berapa aksara dari alfabet yang saling berdempet jika harus menuliskannya dalam sebuah tulisan. Ekspresi hati, pikiran, fisik pun airmata berseling di antara tawa dan haru bahagia. Semua bermuara pada satu debum hati; kepasrahan.


Melahirkan memang menjadi fitrah wanita. Saya memiliki dua pengalaman yang berbeda saat melahirkan dua anak. Melahirkan anak pertama, saya sangat menikmati pergantian tiap detik. Karena dipacu, saya merasakan kontraksi yang kata orang-orang sakit. Ini pendapat mereka yang pernah mengalami melahirkan tanpa dipacu, dengan dipacu. Ah. Mana saya tahu perbandingannya, bukankah saya baru melahirkan satu orang anak?

Dari jarak merasakan mulas hingga keluar dari rahim saya, Maisan (anak pertama saya) baru lahir dua hari kemudian setelah bukaan pertama. Menurut dokter dan bidan, istilah bukaan bagi ibu yang akan melahirkan sampai dengan bukaan 10. Saya memang merasakan sakit, namun penantian akan hadirnya buah hati membuat saya merasa tenang. Jika sudah lahir semua akan terbayar. Begitu pikiran saya memotivasi.

Bagaimana waktu melahirkan anak kedua?
Saya merasa begitu lemah. Rasa sakit mendera. Berulang-ulang saya minta dibius dan dioperasi. Antara saya dan bidan yang menunggui begitu panjang terjadi perdebatan. Hal aneh yang saya alami menjelang melahirkan. Byan (anak kedua saya) lahir 4 kg. 0, 4 kg lebih berat dibanding kakaknya.

Setelah bisa melahirkan normal. Saya bisa bernapas lega. Saya meminta maaf pada bidan, demikian juga sebaliknya. Entah apa yang terjadi jika saya benar-benar disesar. Menurut bidan yang membantu melahirkan, rasa sakit melahirkan normal jauh lebih ringan dibanding dengan sesar, terutama pasca melahirkannya.



Comments