Resensi Buku; Cara Kita Mencintai Anak Yatim



Dampak dari Keliru Memaknai Yatim


Judul Buku      : Cara Kita Mencntai Anak Yatim
Penulis             : Nurul Chomaria
Penerbit           : Aqwam
Terbit               : Desember 2014
Tebal               : xi+160 halaman
ISBN               : 978-979-039-332-5

Kata yatim berasal dari Bahasa Arab yang berarti anak yang ditinggal mati bapaknya sebelum ia baligh (dewasa), baik dalam keadaan kaya atau pun miskin. Laki-laki maupun perempuan. Islam atau non muslim.
Jiwa para yatim sedang ada dalam kesedihan. Mungkin mereka ditinggal ayah karena meninggal dunia secara tiba-tiba, sakit, melahirkan, kecelakaan, bencana alam, korban kejahatan/ peperangan, serta bunuh diri.
Arti kematian di mata anak-anak pun beragam. Ada yang menganggapnya sementara hingga si mati bisa dikembalikan lagi. Biasanya pendapat demikian melekat pada diri balita yang terkontaminasi dengan film kartun yang menyuguhkan tontonan tokoh mati lalu hidup lagi.
Ada pula yang beranggapan bahwa sebab kematian adalah dirinya. Hal ini wajar, anak-anak kecil bersifat egosentris, sering memandang tiap kejadian karena mereka lah penyebabnya. Hal ini bisa mengakibatkan balita dirundung rasa bersalah secara kontinyu bila ada anggota keluarganya yang meninggal dunia.
Tidak mustahil anak-anak menganggap kematian sebagai hukuman, apalagi bila sebelumnya orang tua biasa mengenalkan hukuman dan hadiah. Mereka menganggap bahwa Allah sedang menghukum sebab suatu kesalahan yang mereka lakukan.
Fatalnya ada pula yang berpikiran bahwa kematian itu seperti orang tidur, si mati dapat melanjutkan kehidupan lain di bawah tanah. Ini sangat menyedihkan bagi anak-anak. Bagaimana tidak? Orang yang mereka cintai dikubur, tanpa makanan, tanpa minuman, terkena panas dan hujan dalam keadaan sendirian.
Melihat fenomena-fenomena tersebut, sebagai orang tua kita memiliki peran penting bagaimana menjelaskan arti kematian pada anak-anak. Dalam buku ini, penulis mengajak kita untuk memberi penjelasan bahwa kematian merupakan hal yang akan dialami oleh semua makhluk hidup. Hal yang akan dialami pula oleh ayah, ibu, si anak sendiri, kucing tetangga, bunga di taman dan sebagainya. (hal.29).
Bila anak-anak tidak mendapatkan penjelasan yang memadai, mereka bisa memiliki kecenderungan tingkah, seperti : depresi berkepanjangan hingga kehilangan minat pada kegiatan sehari-hari, tidak dapat tidur, tidak nafsu makan serta takut sendirian, mengalami regresi (perkembangan yang mundur), meniru tinggak yang sudah meninggal, sering mengutarakan ingin bertemu dengan yang meninggal, menjauhi teman-teman, prestasi menurun atau mogok sekolah. Buku bersampul dominan warna putih ini juga tidak pelit memberi saran apa dan bagaimana sebaiknya yang dilakukan orang tua/pasangan yang meninggal terhadap anak mereka. (hal.31).
Ibu yang memiliki tiga orang anak ini pun menyertakan gambaran kesedihan yang ditanggung anak yatim serta bagaimana kondisi psikis mereka. Ada pula satu kisah yang menceritakan kondisi seorang ibu yang mengalami kesedihan dalam karena suaminya meninggal. Ibu itu berusaha move on setelah putrinya nekat pulang sendiri dari sekolah, sementara si Ibu larut dalam duka, melupakan putrinya. (hal. 32-37).
Buku setebal 160 halaman ini mengurai reward terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam pembahasan ‘Bagaimana sebaiknya memperlakukan anak yatim.’ Penulis bertutur  tanpa menggurui. Adapun beberapa manfaat untuk muslim yang memelihara anak yatim di antaranya : dilembutkan hatinya, dicukupi segala kebutuhannya oleh Allah, masuk surga, bersanding dengan Rasulullah di surga. (hal. 49-54)
Sebagaimana anak yang memiliki orang tua lengkap, anak yatim juga memiliki hak-hak yang sama dengan mereka. Misalnya saja; mendapat perlakuan yang baik, pemenuhan kebutuhan pokok, memperbaiki atau menyediakan tempat tinggalnya, menerima pendidikan yang layak, terjaga harta peninggalannya, dan mendapatkan waris. (hal.55-67).
            Secara tidak langsung buku ini mengajak kita untuk introspeksi, terutama saya yang kebetulan mengasuh di panti asuhan. Apakah kita bertindak adil atau sewenang-wenang, menghardik, mendekati harta mereka, mencampurkan harta mereka dengan harta pribadi, menukar atau bahkan memakan harta mereka? Na’udzubillah. Sudahkah kita membelanjakan harta mereka sesuai haknya? Jangan-jangan kita memberikan begitu saja harta titipan untuk mereka sebelum mereka bisa mengelola, hingga berakibat hal buruk.
            Dalam masyarakat, atau bahkan kita kadang melakukan kekeliruan yang dapat dikatakan sebagai hal salah kaprah, kurang tepat namun dianggap benar. Menempelkan predikat yatim seseorang mulai dari usia baru lahir hingga dewasa. Sebagai orang yang 3 tahun terakhir hidup di lingkungan panti asuhan, saya mengiyakan pendapat ini. (cek hal.13 untuk definisi yatim).
            Berawal dari paradigma yang salah kaprah ini, maka tidak menutup kemungkinan akan ada penanganan yang keliru terhadap mereka. Entah itu dengan rasa kasihan yang berlebihan, memanjakan atau mengabaikan akan berdamak negatif. (hal. 89).
            Selanjutnya penulis membeberkan bagaimana penanganan anak yatim sesuai kebutuhan mereka. Mulai dari pola pendidikan hingga pola pengasuhan. Dalam mendidik meliputi; pemberian hak mendasar yang berupa kasih sayang, dihargai, dan komunikasi serta pendampingan, variasi kegiatan, latihan kemandirian, pemantauan/monitoring, pengentasan, serta pemberian kemandirian. Sedangkan pola pengasuhan mereka bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu : di rumah, dengan keluarga lain, dan  di panti asuhan.
Buku bercover depan gambar seorang ayah dan anak yang tampak begitu harmonis ini mampu menohok air mata saya melalui cerita-cerita yang diikutkan pada bagian-bagian tertentu di sela pembahasan. Seluruh tulisan dikemas dengan ringan, bila kita bandingkan dengan kitab hadits klasik seumpama Bukhari Muslim, maka buku ini menyuguhkan solusi sama dengan sudut pandang berbeda.
 Pada cover belakang terdapat foto santri Pondok Yatim Darul Ihsan Sukoharjo yang memakai pakaian serba putih. Di mata saya, mereka seolah sedang menuntut siapa pun yang melihat keberadaan anak yatim di mana pun agar memperlakukan sesuai porsinya. Dan menurut saya, buku ini layak dibaca seluruh masyarakat yang peduli berbagi dan para pemilik yayasan, pengurus serta pengasuh panti asuhan.

Pondok Cahaya-Yk.05.02.2015
Khulatul Mubarokah
Pengasuh Panti Asuhan Yatim Putri Khoirun Nisa'-Yogyakarta

Comments