Pangeran Rindu dan Puteri Biru



Syahdu teringat ketika pertama kali tangan kita berjabat
Lima menit usai akad
Mitsaqon Ghalidza, ikatan yang kuat
Ternyata
Kaulah Pangeran rindu yang menyelamatkanku, Puteri biru.
*
Keseharianku sebelum mengenalmu diliputi desas-desus tanya akan status yang masih kurang jelas, kapan menikah? Dengan siapa? Dan pendapat banyak sesuai kehendak masyarakat desa.
Begitu kau khabarkan bahwa cintamu padaNya akan dimulai dengan meminangku setelah pertemuan singkat di rumah, takbir bergemuruh menggetarkan kalbu. Kau Tahu? Hal itu kutunggu dalam air mata serta penguatan jiwa yang tiada henti.
Kau, Pangeran yang rindu akan hidup bersama dengan wanita pilihan hati. Sujud-sujud rindumu pada Sang Rahim, menghapus biru penantianku sekian masa.
*
Tiga minggu setelah akad nikah, aku positif hamil dan suamiku amat bahagia, sebentar lagi dia akan menjadi ayah. Binar merah jambu masih memancar dalam aktifitas. Ucapan selamat, datang segencar ketika kami menikah. Bahagia semakin merekah.
Orang hamil memang lebih sensitif, aku buktinya. Hati mulai cemburu pada waktu yang dihabiskan lebih banyak oleh suamiku di Sekolah tempat ia mengajar. Pria yang sebelumnya tak kukenal itu menguatkan lemahku, “Kau adalah masa depanku.” Betapa mulianya kalimat.
Aku pulang ke rumah orang tua disaat akan melahirkan. Suamiku begitu sabar mendampingi, menghibur kekhawatiran yang berkecamuk dalam pikiran. Semakin dalamlah kesan. Senyumnya membuatku merona begitu tahu bahwa bayi kami adalah laki-laki.
*
Mengasuh anak jadi pengalaman baru, kelelahan senantiasa kujadikan alasan jika suami menegur ini-itu. Meski dia benar, akhirnya terpaksa mengaku salah dalam diam. Pekerjaan rumah tangga mulai kurang tertata, aku meminta bantuannya saat penat raga sama disandang. Apalagi jika anak sakit, semua ikut sakit.
Aku merasa kewalahan, harum wewangian yang sebelum melahirkan jadi atmosfer ruangan, tergantikan oleh kontaminasi bau-bauan, perpaduan minyak telon, bedak bayi dan bumbu-bumbuan, sungguh! Tak karuan.
*
Kau
Penyejuk jiwa kala dahaga akan kasih padaNya tertawan
Terima kasih seperti apa yang pantas kusanjungkan
Melegakan nafasmu saja masih kutangguhkan
Kelelahan
Sebagai alasan
Semoga tiada bosan
*
Kini, buah cinta kami dua. 
Kesah resah yang kulontarkan tak selalu ditanggapinya. Bukan tanpa masalah biduk rumah tangga kami kayuh, meski satu arah terkadang karang dan ombak berganti menguji. Apapun namanya, kami berusaha, tujuan jangan pernah berubah, cinta padaNya sebagai nikmat, karunia terindah.
#KisahInspiratif




Comments