![]() |
gambar dari google |
Selia pernah bercerita pada Fifi tentang anak kecil
yang tersedu duduk di depan pintu kamar kostnya ketika tengah malam. Dari
sekian banyak cerita yang dia dengar tentang penampakan hantu, yang paling
menarik perhatian adalah cerita Selia. Mungkin karena dapat mengekspresikan
semua dengan baik sehingga mampu membawa pendengar hanyut dalam alur yang dia
buat.
Di atas meja, di antara kursi yang berdebu pada ruang tamu kost yang dindingnya bercat
abu-abu ada lukisan gadis kecil. Tangannya menggenggam karangan bunga, dia
duduk dengan tiga tetes air mata di kedua pipi dalam mimik sedih. Menurut Fifi,
lukisan itu benar-benar bagus dan
terlihat hidup. Matanya redup menancapkan pilu yang dalam bagi penatapnya.
***
Angin berembus dingin, bulu kuduk Selia berdiri.
Pintu kamarnya terbuka, gorden biru muda yang
menutupi bergerak karena tertiup angin.
Seluruh penghuni kost telah terlelap. Ada sosok kecil tersedu dan Selia
menebak-nebak, Adik siapa yang terbangun
tengah malam dan keluar dari kamar kakaknya? Seingatnya tidak ada seorang
teman pun membawa adik sore itu. Tapi malam ini ? Siapa yang dilihatnya ?
Jder!
Pintu kamar beradu dengan tembok, Selia melonjak.
Angin kembali bertiup normal dan gadis kecil itu sudah tidak ada. Selia berdiri
menghampiri pintu, tepat di depan pintu kamar, matanya justru tertuju pada
lukisan. Dibantingnya pintu dan dia menyelimuti seluruh tubuh. Ada rasa takut
yang menyerang di malam yang lengang.
***
Fifi menempati
kost baru, jaraknya dua kilo meter dari kampus terpadu. Baru kali itu pindah
kost-kostan dari semester satu sampai semester tujuh. Dia berharap semoga
suasana baru dapat menambah semangat.
Tepat di depan kamar Fifi adalah ruang keluarga yang
bercat biru. Di seberang sana, lurus dengan pintu kamar adalah kamar Titan,
anak bungsu Ibu kost yang baru kelas dua SD. Fifi sengaja mencari kost-kostan
yang ada induk semangnya biar dapat lebih terawasi. Dia pun merasa akan
bertambah saudara karena mudah membaur dengan penduduk setempat.
***
Tengah malam.
Teng-teng …
Suara jam dinding berdentang dua belas kali. Fifi ke
kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dia
mendengar suara langkah kaki di ruang tengah. Ketika gadis berkacamata menutup
pintu kamar, dia melihat bayangan anak kecil dari balik gorden pintu kamar.
Belum sempat memastikan siapa gerangan
sosok bayangan itu, sekarang sudah tidak ada. Fifi masuk kamar, pikirannya
terus tertuju pada cerita Selia.
Jarak kost Fifi ke kost Selia sekitar sepuluh langkah. Apa karena jarak yang cukup dekat sehingga gadis kecil dalam lukisan itu mampir ingin berbagi denganku ditengah malam? Atau karena saking seringnya aku mendengar cerita Selia sehingga pikiranku dipengaruhi oleh bayangan yang kuciptakan sendiri ?
Untuk beberapa saat Fifi membuat analisis-analisis aneh yang terhenti saat ayam berkokok. Pagi.
***
Anak
yang kamarnya persis disebelah kiri kamar Selia memutuskan untuk pindah, seminggu sebelum kepindahannya dia sempat istirahat di Rumah Sakit.
Penyebab sakitnya adalah kurang tidur. Dia merasa terganggu dengan suara gadis
kecil yang tersedu. Selalu saja mengacaukan jam istirahatnya.
Lima tahun yang lalu.
Ada
seorang Ibu dan anak menempati kamar
itu. Tidak ada yang tahu siapa Bapak dari anak itu. Kehidupan di kota besar
seolah hanya saling mengurus hidup
masing-masing. Latar belakang kehidupan Ibu dan anak itu hanya mereka dan Tuhan
yang tahu.
Anak itu ditemukan mati dalam keadaan mengenaskan. Mulutnya disumpal kain lusuh dan kurus kering. Selain kelaparan dia juga mengidap TBC. Tidak ada yang peduli ketika untuk terakhir kali Ibunya pamit pindah kost. Mayatnya ditemukan ketika ada seorang mahasiswi baru yang akan menempati kamar itu. Dia pun membatalkan rencana kostnya setelah tahu kisah yang beredar.
***
Ketika Fifi pulang dari rapat BEM suasana kost sudah
sepi. Tidak terdengar lagi suara Bu kost yang sedang nonton acara tayangan TV.
Biasanya beliau selalu berkomentar sendiri dan suaranya terdengar dari luar.
Jantung Fifi berdegup kencang. Dari
balik tirai yang temaram dia melihat bayangan gadis kecil berjalan di ruang
tengah. Ditariknya napas dalam-dalam, berusaha meminimalisir suara langkah kaki
sendiri. Fifi bahkan sampai berjinjit layaknya maling yang takut ketahuan
hansip. Perlahan dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Sepi!
Jantungnya semakin berdebar.
Saat melihat ke arah siluet di ruang
tengah kedua kali, bayangan itu telah pergi.
***
Tidak pernah ada riwayat yang menceritakan bahwa
tempat kost Fifi angker. Dia memutuskan untuk tidak bercerita pada satu pun
penghuni rumah kost. Juga Ibu, Bapak atau pun Titan. Tapi dia ceritakan semua
pada Selia. Menurutnya dia lebih bisa percaya akan apa yang dialaminya ketimbang
orang lain.
***
Purnama.
Katanya bulan purnama adalah waktu yang menyenangkan
bagi para hantu untuk bergentayangan. Fifi tidak mendapatkan sumber yang jelas
dari mana cerita itu begitu kuat tertanam pada sebagian besar keyakinan
masyarakat. Mungkin memang turun temurun dari para leluhur.
Fifi dan Selia sepakat untuk bergantian saling
menemani tidur pada tiap bulan purnama. Tiap waktu itu juga mereka tidak tidur
sendiri. Keberanian pun bertambah. Setelah banyak berbincang sampailah mereka
membahas hantu. Mereka bermaksud untuk menemui gadis kecil di kost Selia kalau
dia menampakkan diri.
Sesuai dengan rencana Fifi dan Selia membaca
do’a-do’a untuk menambah keberanian dan mengusir hantu. Kantuk yang hebat tiba-tiba
menyerang.
“Sel …?”
Fifi memanggil Selia, memastikan bahwa dia juga
terjaga. Selia berganti memanggil Fifi . Tubuh mereka tak dapat digerakkan.
Udara terasa dingin. Angin berembus pelan, lalu bertambah kencang. Fifi menantikan dengan waspada kalau-kalau itu
adalah awal pertanda dari kedatangan gadis kecil yang menangis tersedu.
Brak!
Suara yang
sangat keras berasal dari ruang tamu mengagetkan mereka. Ada benda yang jatuh,
dan suara kaca pecah bersamaan. Malam jadi
terasa sangat lama. Mereka menantikan
pagi dalam gelisah. Badan pegal-pegal dan mulut terus menguap.
“Selia!”
Fifi memanggil Selia dengan nada Altonya yang
melengking. Lukisan itu terjatuh dan bingkainya patah. Pecahan kacanya
berserakan di mana-mana. Ada tetesan darah yang belum kering. Hening.
***
Fifi harus menjaga Titan, setidaknya sampai Ibu dan
Bapak Kost kembali dari Banjarmasin. Adik Ibu Kost ada yang nikah dan Titan tak
mau ketinggalan materi pelajaran. Tiga mingu lagi anak itu ujian. Tinggallah
Fifi dan Titan berdua di Rumah. Dia akan
tidur menemani Titan selama empat hari.
Fifi celingukan. Berkali-kali dia mengusap lengan
dan leher. Wajahnnya tegang, mungkin sedikit takut. Rasa bertanggungjawab
karena sudah dipercaya sama Ibu kost meningkatkan sedikit keberaniannya. Dua
hari lagi Selia pun akan menemani mereka.
***
Malam dingin.
Sisa-sisa gerimis memburamkan kaca ruang tamu. Kain
gorden yang tertiup angin terasa berat.
Teng-teng …
Jam berbunyi dua belas kali. Fifi memberanikan diri keluar untuk duduk di
ruang tamu. Dia menanti sosok yang katanya hantu. Gadis itu akan mengajaknya
berdialog agar tidak menakut-nakuti penghuni kos yang nyalinya ciut.
Segelas cokelat hangat dtangannya mulai dingin..
Terdengar suara kaki diseret kian jelas.
“Ti-tan?”
Yang dipanggil tidak menoleh, tapi kakinya tetap
berjalan pelan. Matanya pun masih terpejam. Karena sangat yakin bahwa itu
adalah Titan maka Fifi menepuk pundaknya.
“Berhenti!”
Lukisan yang berdarah itu ternyata jatuh oleh Titan.
Pecahan bingkainya melukai jari kaki sehingga darah menetes di lantai. Titan
mengidap Somnambulism*
*Berjalan
sambil tidur : penyakit yang ditandai dengan gerakan berjalan pada saat tidur. Penderita mungkin
juga dapat terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yanga lain seperti berbicara atau makan sambil tidur
khususnya terjadi pada saat tidur yang terlalu nyenyak.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ... sangat senang bila Anda meninggalkan komentar, atau sharing di sini. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Salam santun sepenuh cinta
Kayla Mubara